Pertemuan 21

936 30 0
                                    

02.15

Pintu ruangan yang penuh dengan foto pun mulai terbuka, ruangan itu penuh sekali dengan foto seseorang gadis yang sangat di cintai oleh Matthias.

Pria bermata kuning cerah itu mulai melangkah masuk, tak lupa juga ia menutup dan mengunci pintu di belakang nya. Pria itu mulai duduk di tepi kasur yang cukup kecil di tengah-tengah ruangan tersebut, ruangan itu memiliki warna yang gelap dan juga di campur dengan warna merah yang berasal dari sebuah hordeng.

Matthias menatap ke seluruh ruangan itu, senyuman bengkok di bibirnya pun mulai terlihat. Di ruangan ini, lebih tepatnya sebuah kamar tersembunyi yang ada di mansion Matthias.

Di sini terdapat foto Liliya yang tertempel di dinding, entah dari foto Liliya yang berpakaian ataupun yang bertelanjang, Matthias mempunyai semua itu bahkan foto di saat mereka berdua sedang bercinta.

"Ternyata... Kamu adalah orang yang selama ini aku tunggu-tunggu, Liliya". Ujar Matthias dengan suara yang serak, suasana menyeramkan pun mulai terkuak di dalam ruangan itu. Matthias segera bangkit dan mengelus salah satu foto yang sangat besar di tengah-tengah semua foto Liliya, foto itu adalah foto Liliya kecil sehingga dewasa.

"Kau ternyata, Enna. Gadis ku, cinta ku selama ini" Kata Matthias, senyuman menyeramkan itu tidak pernah lepas dari wajah Matthias.

"Aku tidak akan membiarkan siapapun untuk membawa mu pergi, termasuk membunuh ibu mu Liliya."

Matthias kembali berjalan mundur dan mulai membuka laci yang ada di samping tempat tidur, tangannya mulai mengangkat sebuah obat yang waktu dulu dia berikan kepada Liliya. Untuk menghilangkan ingatan Liliya secara total, tapi sekarang Liliya sedang mengandung dan tidak mungkin jika Matthias memberikan kembali obat ini. Efek dari obat ini bisa hilang kapan saja, terlebih jika harus bertemu dengan seseorang yang di masa lalu dan akan langsung mengingatkan mereka.

"Persetan! Jika Liliya kembali ingat akan hal itu, aku harus mengurung Liliya di kamar! Aku tidak akan membiarkan nya pergi, atau jika perlu aku harus membunuh anak ku sendiri?". Pikiran gila itu terus menghantui Matthias, namun segera pria itu terkekeh sadis di dalam kamar itu.

"Betul Matthias, aku harus membunuh bayi itu agar Liliya bisa kembali meminum ini". Matthias pun kembali meletakkan obat tersebut di dalam laci dan menutupnya dengan rapat.

Setelah itu Matthias mulai berjalan keluar dari kamar itu dan dia juga mengunci pintunya. Matthias segera berjalan kembali ke arah kamarnya.

Pintu kamar itu pun terbuka dan Matthias mulai masuk ke dalam dengan menutup pintu di belakangnya. Pria itu mulai duduk di tepi kasur kemudian mulai menyibak selimut Liliya sehingga terlihat perut rata Liliya di balik pakaian pajamas yang gadis tersebut.

Tangan besar Matthias mulai berada di atas perut Liliya dan sedikit mengelusnya. Saat hendak menekan perut Liliya, pria itu melirik sedikit ke arah gadis itu yang tertidur sangat lelap.

Matthias menghela nafas dan kembali menarik tangannya, dan mendaratkan satu ciuman di kening Liliya, dia pun kembali menaikkan selimut itu untuk menutup tubuh Liliya. Matthias pun mulai merebahkan tubuh nya di samping istri cantiknya ini dan merengkuh pinggang Liliya untuk masuk ke dalam pelukan nya.

"I love you so much baby girl"

.
.
.
.
.

Sekarang adalah hari minggu dan untungnya Liliya sedang tidak ada kelas hari ini, saat ini gadis berkuncir kuda itu sedang berada di dapur dengan membuat susu hamil nya sendiri. Ada beberapa varian rasa untuk Liliya yang di belikan oleh Matthias.

Beberapa maid di sana mulai menatap gadis tersebut dengan cemas, salah satu kepala pelayan di sana mulai mendekati gadis tersebut. "Nyonya, biarkan aku saja yang membuatnya. Lebih baik Nyonya duduk saja ya?". Bujuk kepala pelayan tersebut, gadis itu menoleh dan kemudian menggeleng.

"Tidak, aku bisa sendiri". Ujar Liliya dengan suara yang meyakinkan, setelah menuangkan bubuk susu tersebut ke dalam gelas, Liliya mulai menyeduh nya dengan air panas kemudian mulai mengaduk susu tersebut dengan menggunkan sendok.

Liliya kemudian membawa gelas tersebut ke ruang tamu, dan mulai duduk di sofa. Sekarang masih sangat pagi tetapi Liliya sudah terbangun.

Liliya dengan tenang mulai meminum susu hamilnya dan sesekali mengelus perut ratanya. "Pasti kamu akan membesar nanti". Ujar Liliya sambil menunduk dan bahkan elusan di perut Liliya membuat Liliya merasa mengantuk kembali.

Genggaman di gelas pun semakin mengendur ketika mata Liliya mulai tertutup dan terbuka, saat gadis itu tertidur dengan posisi duduk tanpa sadar membuat gelas yang masih terisi setengah susu itu pun mulai terjatuh dan pecahan gelas tersebut pun berhamburan. Suara nyaring tersebut membuat Liliya tersontak kaget, mata bulat Liliya pun melebar melihat gelasnya pecah.

Beberapa maid di sana segera menghampiri Nyonya nya tersebut, dan merasakan kepanikan menjalar di tubuh mereka. Liliya segera membungkuk dan mulai meraih beberapa pecahan beling di sana, namun langsung di cegah oleh salah satu pelayan di sana.

"Tunggu Nyonya, biarkan aku saja yang membersihkannya". Ujar pelayan tersebut, namun lagi-lagi Liliya menggeleng dan menepis tangan pelayan tersebut dengan lembut, dengan perlahan dan juga hati-hati Liliya mengambil pecahan tersebut.

Kepala pelayan di sana sudah menyiapkan sebuah kantong plastik dan membuka kantong plastik tersbeut untuk menampung pecahan gelas tersebut.

Namun tanpa sadar, sebuah kaca kecil yang sangat lancip menusuk jari Liliya yang membuat darah segar Liliya sedikit keluar, pelayan di sana segera panik dan kemudian berlari untuk mengambil kotak p3k.

"Sudah ku duga, lebih baik jangan merepotkan kita! Kau ini keras kepala sekali!". Ujar salah satu pelayan yang berambut pendek dan sepertinya masih terlihat seumuran dengan Liliya.

Liliya yang mendengar hal tersbeut mulai berkaca-kaca, gadis berkuncir itu sedang memegangi jarinya yang masih sedikit meneteskan darah. Pelayan itu hanya memutar matanya dengan malas, dan kepala pelayan di sana segera menyenggol lengan pelayan tersbeut.

"Kau ini berbicara apa? Jangan pernah berbicara seperti itu, dia sedang hamil. Ibu hamil sangat sensitif, jadi jagalah omongan mu". Ujar kepala pelayan tersbeut, setelah salah satu pelayan itu memberikan kotak p3k kepada kepala pelayan tersebut.

Kepala pelayan itu pun mulai menerimanya dan mulai mengobati sedikit luka di jari Liliya, dan pecahan gelas tadi sudah di bersihkan.

Setelah jari Liliya di balut dengan sebuah hansaplast, kepala pelayan itu mulai merapihkan beberapa alat untuk pengobatan Liliya.

Pelayan di sana hendak pergi melangkah kembali ke dapur, namun saat mereka berbalik sudah terdapat Matthias di belakang mereka dengan tangan yang di silangkan di depan dadanya. Tatapan tajam Matthias mulai menusuk mereka semua dan aura dominasi dari pria itu memenuhi ruangan ini.

"Jadi, siapa tadi yang mengatakan hal buruk kepada Nyonya besar kalian, hm?". Ujar Matthias dengan suara yang terdengar menyeramkan. Pelayan yang tadi berbicara sedikit menyinggung Liliya mulai menundukkan kepalanya dan berusaha untuk tutup mulut.

Matthias mengangkat satu alisnya dan kemudian berjalan ke arah Liliya yang terduduk diam di sofa. Pria itu mulai duduk di samping istrinya ini sambil mengelus lembut rambut Liliya yang terkuncir.

"Darling, can you tell me?". Ujar Matthias, gadis berkuncir kuda itu menoleh dan kemudian mengerjap beberapa kali.

"Eh tidak ada Matthias, ayoo kita kembali ke kamar. Aku masih sangat mengantuk". Ucap Liliya mencoba mengalihkan pembicaraan, pria itu menghela nafas dan kemudian mulai mengangguk. Matthias kemudian mulai mengangkat tubuh Liliya seperti koala, pria itu mulai melangkah kembali menuju kamar dan mulai menidurkan Liliya di kasur dengan lembut.

Matthias juga mulai menjatuhkan tubuhnya di samping Liliya, cuaca di luar sana cukup mendung dan menambah kesan yang sangat nikmat. Liliya kemudian mulai masuk ke dalam pelukan Matthias dan menduselkan wajahnya di dada Matthias.

"Tidurlah kembali istri ku". Kata Matthias dengan lembut, tangannya pun mulai menepuk-nepuk bokong Liliya dengan lembut, tertidur sebentar lagi tidak masalah bukan?

•••

Avvv lucunya mereka nihh!

Matthias Drevn [End]Where stories live. Discover now