Pertemuan 26

765 29 0
                                    

"Matthias!". Kuping Raymond pun bergerak-gerak dan segera berbelok arah menuju tikungan di lorong di lantai 3 tersebut.

Setelah mencapai pintu ruangan yang dimana terdapat suara Liliya di sana, dengan kasar Raymond segera menendang pintu tersebut sehingga terbuka. Terlihat lah istrinya yang sudah bertelanjang dada dengan tangan Ervan di payudara Liliya. Raymond menggeram dan semakin mengepalkan tangannya sehingga buku-buku jari nya memutih.

Raymond benci, sangat benci ketika melihat miliknya di sentuh oleh orang lain. Dengan kaki panjang nya Raymond segera mendekati mereka berdua, namun belum sempat menjangkau mereka sebuah pisau tajam kembali menusuk di tepat di bagian belakang lehernya.

Liliya yang melihat hal tersebut melebarkan matanya dan berteriak histeris, dia bahkan mencoba menjangkau Raymond yang perlahan mulai tumbang, namun kedua tangan beserta kaki Liliya terikat erat dengan sebuah tali.

"Matthias! Hiks! Matthias... Hikss". Teriak Liliya yang mencoba untuk membangun kan suaminya itu walaupun hanya dengan suara nya saja. Raymond tergeletak di tanah, dengan begitu Ervan pun segera mendekati pria bermata kuning cerah tersebut.

"My dear, please close your eyes". Ujar Raymond dengan suara yang lirih, sedangkan Ervan hanya terkekeh kecil melihat perkataan dari musuhnya ini.

"Eh, masih bisa sempat berbicara huh?!" Ucap Ervan yang sudah menjelang tinggi di atas Raymond. Liliya awalnya menolak dan dengan tatapan meyakinkan, gadis tersbeut mulai memutuskan untuk menuruti perintah dari Matthias.

Gadis yang sedang hamil tersbeut mulai memejamkan matanya dengan terus menerus berusaha untuk melepaskan ikatan yang melilit erat di tangannya. Ervan yang melihat drama tersebut hanya berdecih, lalu kemudian pria berambut gelap itu mulai mengangkat tubuh Raymond dan mulai membanting nya di lantai tersebut dengan sangat keras.

"Kali ini kau akan mati!" Ucap Ervan dengan penuh percaya diri, saat dia mulai mengeluarkan pistol di saku celananya dia mulai mengarahkan pistol tersebut tepat di kening Raymond.

Dengan itu Ervan mulai menarik pelatuknya dan sebuah peluru mulai meluncur keluar. Raymond hanya bisa menunduk dan dengan kecepatan seperti kilat dia berhasil menghindari peluru tersebut.

"Kau lah yang akan mati Ervan!". Raymond segera bangkit dan dia menyeret Ervan keluar dari kamar tersebut, mata kuning nya mulai menjadi gelap, Raymond back!.

Ervan kemudian menggeliat dan berhasil melepaskan cengkraman nya Raymond, kemudian pria berambut gelap itu mulai melayangkan tinjuan nya kepada pria bermata kuning itu. Namun sebelum mengenai wajah Raymond, tangan Ervan sudah di tahan dengan pria tersebut. Raymond memegang erat tangan Ervan di telapak tangannya. Matanya meneteskan suatu kebencian dan juga amarah gila yang mulai meluap-luap.

Ervan yang melihat hal tersebut mulai menggunakan tangan nya yang lain, namun lagi-lagi di tahan kembali oleh tangan Raymond. Dengan amarah yang memuncak, pria bermata kuning gelap tersbeut mulai menendang perut Ervan dengan sangat keras sehingga tubuh nya terhuyung kebelakang dan menabrak sebuah dinding sehingga dinding tersebut retak.

Dengan langkah kakinya yang di perhitungkan, Raymond mendekati Ervan yang terbatuk-batuk darah di sana. "Kau salah memilih lawan, sudah aku bilang. Aku tidak akan ada saingannya, banyak orang yang menyebut ku monster dan itu semua benar!". Kata Raymond dengan kilatan gila, dengan itu Raymond mulai menerjang tubuh Ervan seperti seorang serigala yang menangkap mangsanya.

"Aku memang monster!". Tanpa rasa jijik sekalipun, Raymond segera menggigit dan juga merobek kulit pipi Ervan dengan giginya. Sehingga darah segar Ervan menyiprat ke wajahnya, Ervan menjerit keras dan berusaha untuk mendorong tubuh Raymond menjauh.

Matthias Drevn [End]Where stories live. Discover now