33. Jangan terluka lagi

47 5 0
                                    

Happy reading

*****

"Beneran kamu nggak ikut datang?" tanya Aqilla untuk kesekian kalinya.

Kala menghela napas pelan, "Iya, kak. Gue ada banyak tugas di kelas," jawabnya yang terus berbohong.

Kala mengambil tas nya yang ada di atas meja, "Gue berangkat dulu," pamitnya.

Saat kakinya hendak melangkah keluar, tiba-tiba suara Aqilla mengentikan langkahnya.

"Jangan membenci terlalu dalam, Kala. Papa tetap selamanya ayah kita."

Kala berhenti tapi tidak membalikkan tubuhnya.

"Jangan paksa gue, Qilla. Sejak semalam, dia bukan siapa siapa lagi di hidup gue. Dia sudah menjadi orang asing, sejak kakinya melangkah pergi," ucapnya kemudian berlalu.

Aqilla menatap punggung Kala yang perlahan menghilang. Salah jika kalian menganggap Aqilla tidak mengetahui semuanya. Bahkan sebelum Kala mengetahui kebenaran lewat mulut Dania, Aqilla sudah lebih dulu mengetahuinya.

Aqilla tau jika dia dan Kala bukanlah saudara kandung. Aqilla tau jika mamanya dulu adalah seorang wanita penghibur. Aqilla juga tau jika Wira bukanlah papanya. Aqilla mengetahui semuanya.

Dia memilih untuk diam dan bersikap biasa karena dia tidak ingin ada yang berubah. Aqilla menyimpannya sendirian. Tapi terlepas dari itu semua, Aqilla tetap mencintai Wira sebagai papanya. Juga mencintai Sandyakala seperti saudara kandungnya sendiri.

*****

Anara berlari pelan dan berniat menyusul Kala yang berjalan di depannya. Namun, saat jaraknya sekitar tujuh meter di belakang Kala, seseorang menariknya.

"Kampret, lo mau ngapain gue anjmmhhh??" teriak Anara yang membuat Langit segera membekap mulutnya.

"Jangan teriak teriak anjir, nanti Kala denger," bisik Langit pelan.

Kala yang merasa ada sesuatu menolehkan kepalanya ke belakang. Namun yang dia lihat hanyalah lorong kosong dengan beberapa siswa yang berlalu.

Setelah memastikan Kala pergi jauh, Langit baru melepaskan tangannya dari mulut Anara. Membuat Anara segera mengambil napas sebanyak mungkin.

"HAHH, GILA LO MAU BIKIN GUE MATI, HAA?!" teriak Anara lagi setelah berhasil mengatur napasnya.

Langit yang melihatnya hanya tertawa pelan tanpa ada bersalahnya sedikitpun.

"Anjing, malah ketawa nih bocah," umpat Anara kesal melihat sepupu gila nya ini.

"Hahaha, ya maaf. Lo segala pakai teriak sih makannya gue reflek," ucap Langit membela diri.

Anara mendengus kesal, "Mau apa sih lo sebenarnya? Soal Kala?" tebaknya seratus persen benar.

Langit melotot kaget, "Kok lo tau?"

"Cih, gelagat lo udah bisa diprediksi ya. Lo bekap mulut gue tadi karena ada Kala kan?"

"Hehehe iya sih."

"Kenapa?"

Langit menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Terlihat menimang-nimang apakah dia harus mengatakannya kepada Anara atau tidak.

"Suka lo sama temen gue?"

Anara bertanya dengan ekspresi datarnya. Membuat Langit yang hendak membuka mulut langsung tercengang.

"Lo dukun ya?"

plak

"Gundulmu! Gue udah bilang kan tadi, gelagat lo udah bisa diprediksi."

"Segala diprediksi, kayak BMKG aja lo," dumel Langit yang merasa panas pada lengannya akibat tamparan keras dari Anara.

Anara menghela napas panjang. Menatap Langit dengan seksama. Sebenarnya dia sudah tau tentang kenyataan akan perasaan Langit terhadap sahabatnya, Kala. Hanya saja dia memilih diam agar Langit tetap memendam perasaannya selama Kala masih bersama dengan Shaka.

"Jangan sekarang, Lang. Kala masih menyimpan luka tentang suatu hubungan. Dia nggak akan membuka hatinya untuk orang lain sekarang," ucap Anara memberitahu

"Tapi gue pengen sama dia terus. Gue pengen jadi orang yang bisa dijadikan tempat dia pulang. Gue pengen jadi salah satu orang yang bisa memeluk dia saat dia sedang tidak baik-baik aja. Gue pengen selalu ada buat dia, Anara."

"Lo bisa menjadi teman dia, Lang. Kala akan selalu membuka pintu untuk mereka yang ingin berteman. Tapi, untuk perasaan lo, tolong jangan sekarang."

Anara bukan bermaksud melarang Langit untuk mendekati Kala. Hanya saja, dia tidak ingin Langit kecewa dengan hasilnya nanti. Kala baru saja terluka. Anara yakin, Kala belum bisa memberikan kepercayaan kepada laki-laki setelah dibuat kecewa oleh Shaka dan papanya.

*****

Kala kembali mengunjungi taman setelah pulang sekolah. Dia duduk di atas ayunan yang sama seperti kemarin. Cuaca sekarang terasa sejuk. Meski matahari bersinar sangat terang di ujung langit barat, tidak membuat suasana terasa panas.

Langit sangat cantik sekarang. Semburat jingga kemerahan menghiasi langit di bagian barat. Kala merasa, dia sudah lama tidak bercerita pada salah satu ciptaan Tuhan yang sangat indah.

Tuhan, saya melepaskannya. Saya telah mengikhlaskan mereka yang memilih untuk pergi. Jika dunia saya masih lama, tolong beri saya ketenangan dalam waktu yang panjang setelah ini. Walaupun mulut tidak bicara, tapi saya yakin bahwa Kau tau betapa saya mencintai mereka. Tolong, bawa kami ke jalan yang mampu membawa kami pada tempat kebahagiaan, ucapnya dalam hati

"Langit, kau sangat indah hari ini," gumam Kala dengan senyum yang tenang.

"Makasih"

Kala menoleh terkejut. Melihat kakak kelasnya yang tiba-tiba duduk di ayunan sebelah.

"Untuk apa?" tanya Kala bingung.

"Lo barusan bilang kalau Langit sangat indah," ucap Langit terlalu percaya diri.

Kala yang mendengarnya tertawa. Ternyata selain suka datang secara tiba-tiba, kakak kelasnya ini juga mempunyai tingkat kepercayaan diri yang tinggi.

"Maksud gue langit yang di atas, kak. Bukan Kak Langit manusia yang sekarang duduk di ayunan sebelah," ucap Kala masih dengan tawanya.

Langit yang melihat tawa itu, merasa lega. Sudah lama sekali dia tidak melihat Kala tertawa selepas itu.

"Lo juga indah," ucapnya membuat Kala menghentikan tawanya.

Langit tersenyum, "Lo indah, kalau di wajah lo hanya ada senyum dan tawa. Lo indah, kalau sorot mata yang biasa gue lihat, kini berganti dengan sorot mata yang penuh ketenangan."

Kala mengerjapkan matanya. Tiba-tiba jantungnya berdebar kencang. Entah kenapa, dia ikut tersenyum saat melihat Langit juga tersenyum.

"Jangan sedih lagi, Sandyakala. Langit akan menjadi mendung jika dia melihat lo menangis. Langit akan ikut terluka, jika manusia yang mencintainya juga terluka."

*****

Sampai bertemu besok :)

Sandyakala || EndWhere stories live. Discover now