31. Cinta dan kerinduan

53 5 0
                                    

Happy reading

*****

Dalam sebuah taman yang letaknya tak jauh dari perkotaan, Kala duduk di atas ayunan. Membiarkan kaki nya menggantung dengan ayunan yang dia biarkan untuk bergerak pelan.

Beberapa meter dari tempatnya, Kala melihat seorang anak kecil yang duduk di salah satu kursi taman. Dengan membawa satu cup ice cream di tangannya, anak kecil itu tersenyum lebar saat ayahnya mengarahkan kamera.

Tanpa sadar, Kala ikut tersenyum saat melihatnya. Anak kecil itu mengingatkan tentang dirinya beberapa tahun lalu. Juga di taman ini, Kala pernah mengalami hal yang dia lihat sekarang. Ice cream rasa strawberry dengan toping oreo kesukaannya, papa selalu senantiasa membelikan di saat Kala meminta.

Mengingat masa lalu membuat Kala tidak percaya dengan apa yang dia alami saat ini. Keharmonisan yang dulu banyak orang menginginkan menjadi dirinya, sekarang justru Kala telah kehilangan. Senyuman dan tawa yang lepas tanpa adanya beban yang dulu terlukis indah di wajah kecilnya, sekarang Kala juga telah kehilangan.

Kala menoleh saat ayunan yang ada di sampingnya bergerak. Mendapati Langit yang ikut menatap anak kecil tersebut.

"Setiap anak tidak pernah diberi ijin untuk lahir dari orang tua yang mana. Tapi meski begitu, entah seburuk atau sebenci apapun seorang anak kepada orang tuanya, orang tua tetaplah orang tua."

Kala diam mendengarnya.

"Mungkin kita akan mendapati orang tua yang buruk, jahat, kejam, suka menuntut, yang membuat kita mengira bahwa mereka tidak pernah mencintai anaknya. Tapi tanpa kita sadari, sebenarnya mereka sangat mencintai anaknya lebih dari apapun. Hanya saja, mereka mendeskripsikan kata cinta dengan cara yang lain."

Langit terus berbicara tanpa alasan. Melihat seorang anak yang sama dengan dilihat oleh Kala, Langit tiba-tiba ingin mengatakan itu.

"Bersama dengan orang yang mereka cintai, memang menjadi keinginan dari sebagian besar orang di dunia. Tapi, akan ada kalanya kita harus memilih untuk berpisah demi kenyamanan dan kebahagiaan masing-masing. Jika bersama membuat kita terluka, apa salahnya jika kita melepaskan?"

Langit memalingkan wajahnya. Bertemu tatap dengan mata teduh milik Kala. Tatapan itu masih sama. Langit tetap berusaha memberi keyakinan pada Kala bahwa dia ada di sini bersamanya melalu tatapan.

Entah kenapa, Langit seolah melihat diri sendiri dalam diri Kala. Melihat begitu teduhnya mata Kala saat menatap anak kecil tadi, membuat Langit merasakan hal yang sama. Langit juga merindukan keharmonisan keluarganya.

"Sejak kapan ada di sini?" tanyanya.

Kala melihat jam tangannya, "Sejak tiga jam yang lalu," jawabnya.

Langit menganggukkan kepalanya. Mereka kembali menatap anak kecil tersebut yang perlahan pergi menjauh. Baik Kala maupun Langit, mereka membiarkan ayunan bergerak sesuai kemauannya.

"Kenapa tiba-tiba ngomong soal orang tua?"

Langit terdiam sebentar. Dia sendiri bahkan juga bingung mengapa dia mengatakan semua itu di hadapan Kala. Saat dia melihat mata Kala yang menatap anak kecil tersebut, membuat Langit merasa bahwa Kala tengah merindukan suatu momen.

"Nggak tau. Gue cuman ngerasa kalau sekarang lo lagi butuh kalimat itu."

Kali ini Kala yang diam. Entah memang benar atau hanya perasaan Kala saja, tapi setiap mereka bertemu, Langit seolah orang yang bisa memahaminya tanpa dia bicara terlebih dahulu.

"Gue denger, lo putus sama Shaka?" tanya Langit mengalihkan topik pembicaraan.

"Iya."

"Kenapa?"

Sedetik kemudian Langit tersadar dengan ucapannya yang terlalu ikut campur.

"Maaf, gue nggak bermaksud untuk ikut campur."

"Kami udah nggak cocok, Kak. Atau bahkan memang nggak cocok sejak awal," ucap Kala.

"Kami akan sama-sama terluka jika masih bertahan dalam hubungan yang sebenarnya tidak diinginkan."

Langit mengernyit bingung, "Tidak diinginkan?"

Kala tersenyum tipis, "Mungkin, Kak Langit akan bilang kalau aku terpengaruh dengan ucapan orang-orang yang sok tau tentang hubungan kami berdua. Tapi sebenarnya mereka semua benar, kak. Gue dan Shaka emang udah lama menjalin hubungan. Tapi bukan berarti kami saling mencintai."

"Jika Kala mencintai Shaka, bukan berarti Shaka juga mencintai Kala. Kami berada dalam satu hubungan yang dimana masing-masing dari kami, mempunyai perasaan yang berbeda."

"Kalau dia nggak cinta sama lo, kenapa dia mau pacaran sama lo?" tanya Langit.

"Karena kasian?" Kala tertawa pelan, "Manusia kayak gue emang nggak pantas dapetin cinta, kak Langit."

"Kata siapa? Lo pantes dapetin itu."

Kala diam.

"Kala, jangan pernah menganggap bahwa lo adalah manusia yang tidak pantas untuk mendapatkan cinta. Jika lo tidak mendapatkan cinta dari orang yang lo cintai, masih ada orang lain yang bisa memberi lo cinta lebih dari cinta lo sendiri."

*****

Sampai bertemu besok :)

Sandyakala || EndWhere stories live. Discover now