17. Hug

51 4 0
                                    

Happy reading

*****

"Pulang bareng, ya?"

Kala terkejut di tempatnya. Dia menoleh dan mendapati Shaka yang kini menatapnya.

"Kenapa tiba-tiba?"

Shaka mengerucutkan kening, "Kok gitu? Kita kan pacaran ya wajar dong pulang bareng," protesnya

"Bukan gitu. Biasanya kamu kalau ngajak pulang bareng pasti bilang lebih awal. Ini kita udah mau pulang, kamu baru bilang."

"Kamu dijemput?"

Kala menggeleng, "Enggak. Aku tadi berangkat naik bus."

"Yaudah. Sekalian kamu main ke rumah. Kemarin ga jadi kan? Nia udah nanyain kamu terus," ucap Shaka.

Kemarin Kala memang tidak jadi ke rumah Shaka. Karena kondisi Velly yang kemarin drop, membuat Shaka harus mengantar Velly pulang. Meskipun di awal Kala lah yang berangkat bersamanya.

"Mama akhir akhir ini sibuk banget. Maaf, karena aku belum bisa bawa kue buat bunda."

Shaka tersenyum, "Kamu nggak perlu merasa bersalah. Kamu datang aja udah bikin bunda seneng."

Kala menganggukkan kepala mengerti. Sedangkan di tempat lain tapi masih di kelas yang sama, seseorang memperhatikan mereka dalam diam. Velly menatap Kala dengan perasaan bersalah.

"Lo nggak perlu merasa bersalah buat apa yang udah terjadi."

Velly menoleh ke arah Dania yang duduk di bangku sampingnya.

"Shaka itu milik lo, Vel. Nggak ada satu pun orang yang bisa gantiin posisi lo di hati Shaka," ucap Dania

"Kami cuman sahabat. Nggak ada kata milik, buat aku maupun Shaka. Kami bebas buat menentukan perasaan masing-masing."

"Perasaan? Tanpa kalian sadari, sebenarnya salah satu dari kalian udah ada yang melibatkan perasaan. Atau bahkan bukan salah satu, tapi keduanya," ucap Dania yang berhasil membuat Velly terdiam.

" Kala itu cuman orang asing. Dia hadir di tengah-tengah kalian hanya sebagai benalu. Bukan hanya Shaka, tapi Arlan dan Anara pun, sekarang ada di pihak dia. Apa yang lo punya, telah berhasil direbut oleh asing, Velly. Segalanya."

Hati Velly tiba-tiba merasa gelisah. Membayangkan jika suatu saat nanti Shaka akan meninggalkannya.

*****

"KAKAK CANTIK"

Kala segera merendahkan tubuhnya. Merentangkan kedua tangan agar bisa menangkap gadis kecil yang berlari ke arahnya.

"Yeyy, kakak cantik main ke sini," seru Nia dengan senang.

Kala menyerang wajah Nia dengan banyaknya kecupan. Merasa gemas dengan gadis kecil yang berbau minyak bayi tersebut.

Shaka yang melihatnya tersenyum lembut. Perasaannya menghangat saat melihat adiknya nampak sangat nyaman dengan Kala.

"Eh, ada anak cantik bunda," ucap bunda Shaka yang berjalan ke arah mereka. Saat ini, mereka berada di ruang tamu rumah Shaka.

Kala segera menghampiri bunda dan mencium punggung tangan beliau.

"Selamat sore, bunda. Maaf, Kala baru bisa main sekarang."

Bunda tersenyum mendengarnya. Dia membawa Kala ke dalam pelukan. Di dalam pelukan yang hangat, Kala tiba-tiba merindukan mamanya. Dia teringat dengan kejadian kemarin. Sampai saat ini, belum ada yang tau selain dirinya dan Bi Asih, yang di minta untuk tutup mulut.

Sebagai seorang ibu, Bunda seperti merasa ada yang berbeda dengan Kala. Dia melepas pelukannya dan menatap dalam mata Kala. Namun sedetik kemudian dia kembali tersenyum.

"Shaka ke kamar dulu ya, bun," pamit Shaka yang ingin membersihkan diri.

Bunda mengangguk. Beliau menghampiri Nia yang duduk di sofa.

"Nia, boleh bunda minta tolong?"

"Minta tolong apa bunda?"

"Tolong ambilkan handphone bunda di kamar ya, sayang?"

Nia segera berdiri dari tempat duduknya, "Siap bunda," ucapnya lalu beranjak pergi.

Setelah memastikan bahwa hanya tersisa mereka berdua, bunda mendekat ke arah Kala. Memegang pundak Kala dengan lembut.

"Are you okay, nak?"

Kala tak lagi mampu menahan air matanya. Saat itu juga dia menumpahkan segalanya. Pergi ke dalam pelukan bunda, dan mengadu atas apa yang terjadi. Ketakutan, kekhawatiran, marah, sedih, kecewa, benci, semuanya menjadi satu.

Bunda menyambut semuanya dengan lapang. Mengusap punggung Kala, sebagai bentuk dalam menyalurkan semangat.

"Hey, kenapa? Apa yang terjadi?" tanya bunda hati-hati.

"Dia bawa wanita kotor itu, bunda. Dia bawa wanita itu ke rumah," ucap Kala dengan suara bergetar.

Bunda terkejut mendengarnya. Tanpa dijelaskan, beliau sudah memahaminya.

"Dia pukul Kala. Dia ninggalin Kala. Dia pergi. Dia pergi dengan wanita itu. Dia pukul Kala untuk wanita itu."

Bunda mengulum bibirnya untuk menahan agar tidak ikut menangis. Beliau terus mengusap lembut punggung Kala dan membiarkan air mata perempuan itu membasahi bajunya. Menyalurkan ketegaran dan kekuatan melalui pelukan yang hangat. Pelukan yang nantinya akan terus dia butuhkan, saat hidupnya berantakan. Pelukan yang bisa menggantikan peran mamanya untuk sementara.

*****

Sampai bertemu besok :)

Sandyakala || EndKde žijí příběhy. Začni objevovat