30. Perihal merelakan

52 4 0
                                    

Happy reading

*****

Beberapa hari berlalu. Kala masih tetap menjadi dirinya. Tak mempedulikan ucapan orang dan masih sering menyimpan lukanya sendirian.

Hubungan Kala dan Shaka yang sudah putus sejak beberapa hari lalu, membuat Kala saat ini duduk bersama Anara sedangkan Arlan pindah bersama Shaka. Bukan, bukan Kala yang pindah ke bangku Arlan. Melainkan, Shaka yang memilih untuk bertukar dengan Anara.

Jika kalian mengira mereka akan menjadi teman, maka kalian salah. Shaka mulai membatasi diri untuk tidak berhubungan lagi dengan Kala. Bahkan untuk menyapa saja, Shaka seolah enggan melakukannya.

Kala sendiri tidak keberatan dengan hal itu. Jika memang Shaka yang memilih untuk memutuskan hubungan mereka sebagai teman, maka Kala tidak melarangnya. Tapi, Kala akan tetap membuka pintu jika suatu hari Shaka ingin kembali menjadi temannya.

Pertengkaran kecil antara Arlan dan Shaka perihal Shaka yang menampar Kala saat itu, juga sudah selesai. Meski mereka sudah terlihat baik-baik saja, semua orang menyadari jika Arlan dan Anara sedikit membatasi diri dengan Shaka maupun Velly. Mereka terlihat lebih condong kepada Kala.

"Besok hari ya, Kal?"

Kala mengehentikan pergerakan tangannya yang sedang menulis. Dia menatap ke arah Anara yang duduk di sampingnya. Kala juga bisa melihat bahwa Anara sedang membaca sebuah artikel dari handphone nya.

"Iya," jawab Kala singkat.

Bel istirahat sudah berbunyi sejak tiga menit yang lalu. Ketika semua teman satu kelasnya berbondong-bondong pergi menuju kantin, Kala dan dua sahabatnya memilih untuk duduk di kelas yang hanya tersisa mereka bertiga.

"Lo datang?" tanya Arlan yang duduk di bangku depan dengan tubuh yang menghadap ke belakang.

"Aqilla minta gue datang bareng dia. Tapi gue..." Kala menghela napas panjang.

"Gue masih ada urusan lain," lanjutnya.

Arlan dan Anara saling pandang. Mereka adalah orang yang tau semua latar belakang Kala. Tentang siapa orang tuanya dan siapa saudaranya. Bahkan sekarang mereka pun tau jika Kala tengah berbohong. Dia bukan punya urusan lain. Hanya saja, Kala yang memang tidak mau menghadirinya.

Besok adalah hari persidangan perceraian orang tuanya. Sasmita sempat meminta Kala dan Aqilla untuk hadir. Aqilla sendiri juga sudah mengajak Kala untuk berangkat bersama. Tapi, Kala menolaknya dengan alasan bahwa dia mempunyai urusan penting.

"Semuanya sudah berubah, Kala. Mereka juga manusia biasa. Lo, gue, arlan, atau siapapun itu, semuanya ada masanya sendiri. Kala, jika memang sesuatu hal sudah tidak bisa lagi untuk diperbaiki, maka jangan ragu untuk melepaskannya. Gelas yang lo pegang sudah hancur, Kala. Pecahan itu bisa melukai diri lo sendiri kalau lo nggak segera melepaskannya."

Anara mengarahkan layar handphone nya di depan Kala. Memperlihatkan sebuah foto yang papa Kala ada di dalamnya.

"Gue nggak bermaksud buat lo benci sama papa lo sendiri. Tapi Kala, orang ini bukan lagi papa yang baik buat lo. Ketika dia gagal menjadi seorang suami, dia juga gagal menjadi seorang ayah buat dua putrinya."

Kala memandang lama layar handphone yang menampilkan wajah papanya yang terlihat berwibawa. Dalam foto itu, Kala melihat ada cinta dan kasih sayang dari sorot matanya.

"Kala, jika rumah lo terlihat berantakan, maka hilangkan semuanya yang bisa bikin lo terluka. Tinggalkan, siapa yang tidak menginginkan. Lepaskan, apa yang tidak bisa dipertahankan."

Anara menekan tombol power pada handphone nya. Membuat Kala mengerjap dan merasa seolah telah kehilangan. Dia menoleh saat sepasang tangan Anara memegang pundaknya. Melalui tatapan, Anara berusaha untuk meyakinkan Kala bahwa semuanya pasti akan baik-baik saja.

"Lo pantas untuk bahagia, Sandyakala. Entah untuk sekarang, besok, lusa, ataupun selamanya. Tolong, untuk menjadi Kala dengan versi bahagia dalam waktu yang panjang."

*****

Sampai bertemu besok :)

Sandyakala || EndWhere stories live. Discover now