21. Pembelaan dan Ketidakpercayaan

46 4 0
                                    

Happy reading

*****

Suasana kelas terasa menegangkan. Shaka yang mereka tau tidak pernah membela Kala dan memilih untuk diam mengabaikan, kini secara mengejutkan Shaka melawan Gabriella. Tak hanya itu, tapi mereka juga dikejutkan dengan ucapan Shaka yang menegaskan bahwa Kala adalah kekasihnya.

Sedangkan Kala masih diam di tempatnya. Bukan, Kala bukan sama terkejutnya dengan teman teman lainnya. Dia saat ini lebih memilih untuk memfokuskan pandangannya pada seseorang yang berdiri di tempat duduknya. Tanpa disadari oleh mereka, Kala melihat seseorang tersebut mengepalkan tangannya. Menatap tak suka Shaka yang berdiri di hadapan Gabriella untuk membela Kala.

Gabriela menegangkan tubuhnya saat melihat tatapan mata Shaka yang seolah ingin menghabisi nya. Namun, dia segera menyembunyikan ekspresi sebelum semua orang menyadarinya.

"Kenapa Shaka? Apa yang gue bilang itu nggak ada salahnya," ucapnya berusaha untuk tidak takut.

"Cewek lo itu, nggak cukup sama satu cowok. Lo sendiri tadi lihat kan, dia asik ngobrol sama cowok lain di depan kelas. Terlebih lagi, cowok itu adalah Kak Langit. Musuh lo!"

Shaka mengepalkan tangannya. Hal yang paling dia benci di dunia ini adalah Langit. Kakak tingkatnya yang pernah membuat namanya gagal untuk mengikuti olimpiade sains tahun lalu.

Kala berniat datang menghampiri mereka ketika menyadari bahwa Shaka sudah mulai terpancing emosi. Dia hanya tidak ingin keributan terjadi di sini. Namun, saat kakinya baru saja ingin melangkah, Velly lebih dulu menghampirinya. Menggandeng lengan Shaka, lalu membawanya kembali ke tempat duduk.

*****

"Tahun lalu, Shaka dipilih sebagai perwakilan olimpiade sains yang dimana itu adalah impian terbesar Shaka. Dia dipilih seharusnya bareng lo waktu itu. Tapi, lo nolak buat ikut karena saat itu lo lagi sakit. Jam pulang sekolah, dia di seleksi. Dia udah seneng banget dan pengen cepet-cepet pulang buat kasih kejutan itu untuk keluarganya dan juga lo yang nggak masuk hari itu. Dan akhirnya besoknya dia diumumkan kalau dia lolos seleksi."

Kala mendengarkan penjelasan Anara dengan seksama. Saat ini mereka sedang duduk di bangku paling pojok kantin. Karena ucapan Gabriella yang tadi mengatakan bahwa Kak Langit adalah musuh Shaka, membuat dia bingung dan langsung bertanya kepada Anara. Kala merasa telah melewati beberapa hal tentang Shaka.

"Tapi, di jam terakhir pelajaran, Shaka dipanggil ke ruang kepala sekolah. Di sana secara sepihak Shaka dibatalkan ikut karena katanya ada siswa yang jauh lebih baik dari dia. Shaka awalnya terima karena dia juga sadar kalau kemampuan dia mungkin masih belum cukup. Tapi saat dia tau bahwa siswa yang menggantikan dia adalah Langit, Shaka nggak terima. Satu sekolah juga tau kalau kemampuan Langit itu sangat jauh di bawah Shaka. Tapi, kenapa bisa Shaka dibatalkan ikut olimpiade dan digantikan oleh Langit?"

Kala berusaha mencerna penjelasan Anara dengan baik.

"Kenapa bisa?" gumamnya.

Anara tertawa pelan, "Semua bisa kalau ada uang, Kala. Kepala sekolah di sogok sama orang tua Langit yang saat ini sebagai donatur terbesar di SMA Britania. Mereka mau kalau olimpiade saat itu, Langit yang mewakili. Terlepas dari menang atau kalah di akhir nanti."

Kala melotot terkejut. Suap? Oh tidak.

"Tapi kenapa Kak Langit mau buat gantiin Shaka sedangkan kemampuan dia ada di bawah Shaka?"

"Bukan Langit yang minta, Kala. Dia hanya seorang anak yang dituntut untuk menuruti semua keputusan orang tuanya. Hidup Langit ada pada Mamanya. Dia nggak bisa nolak keinginan mamanya, meski dia tau kalau apa yang dia lakuin salah."

Kala menatap Anara heran, "Kok lo tau soal Kak Langit? Dan ya, kenapa dari kemarin lo manggilnya nggak pernah ada embel-embel Kak?" tanyanya

Anara mendekat ke arah Kala. Dia membisikkan sesuatu yang membuat Kala lagi-lagi terkejut.

"Langit itu sepupu gue. Dia anak dari tante gue."

"HAH?!"

*****

Bel pulang sekolah sudah berbunyi. Kala melangkahkan kaki menuju gerbang sekolah untuk pergi ke halte dan menunggu bus datang. Meski terlahir dari keluarga yang kaya, Kala tidak pernah membawa kendaraan pribadi saat berangkat sekolah. Dia bahkan menolak saat orang tuanya meminta dia untuk berangkat diantar supir. Merepotkan katanya.

"Ikut aku!"

Kala terkejut saat secara tiba-tiba seseorang menarik tangannya dan membawanya menuju parkiran.

"Shaka kamu apa apapan sih?" tanya Kala saat mereka sampai di parkiran.

"Kamu pulang bareng aku!" titah Shaka lalu berniat memasangkan helm di kepala Kala.

Namun, tanpa di duga Kala justru menepis tangan Shaka.

"Aku nggak mau" tolaknya.

Shaka terlihat sedang menahan emosinya. Dia kembali menarik tangan Kala saat melihatnya berbalik badan.

"Kamu harus pulang bareng aku!" paksanya.

Lagi dan lagi, Kala menepis tangan Shaka yang menarik tangannya.

"Aku bilang nggak mau ya nggak mau!"

"Jangan bikin aku marah, Kala"

Kala menatap bingung Shaka, "Kamu ini kenapa sih?"

"Kenapa? Aku cuman mau ngajak kamu pulang bareng."

"Tapi nggak gini caranya."

Shaka menghela napas panjang. Dia mendekat ke arah Kala dan menundukkan kepalanya.

"Maaf" ucapnya merasa bersalah.

Kala diam di tempatnya. Matanya beralih menatap Velly yang berdiri tidak jauh dari mereka.

"Aku tetep nggak mau pulang bareng kamu."

Shaka mendongak. Hendak kembali membantah, namun Kala lebih dulu memotongnya.

"Tadi pagi siapa yang berangkat bareng kamu, maka sekarang dia yang harusnya pulang bareng kamu juga," ucap Kala sambil menatap Velly.

Shaka menolehkan kepalanya dan mengikuti arah pandang Kala. Tapi, tidak seperti hari-hari sebelumnya, Shaka terlihat tak peduli. Dia tetap memaksa Kala untuk pulang bersamanya.

"Aku nggak mau lagi di bilang cewek jahat karena ini, Shaka."

Shaka mengusap wajahnya kasar. Dia mengalihkan pandanganya pada seseorang yang menatap mereka dari luar gerbang. Langit duduk di atas motornya dan membuat Shaka mengepalkan tangannya.

"Kamu nggak mau pulang bareng aku, karena mau bareng sama cowok lain?" tuduhnya pada Kala.

Kala mengernyit bingung. Dia menatap Shaka tak habis pikir. Apa maksudnya?

"Maksud kamu apa?"

Shaka tertawa pelan, "Nggak usah sok bingung gitu deh. Aku tau kamu nggak mau bareng aku, karena kamu mau bareng sama cowok itu kan?" ucapnya sambil menunjuk Langit.

Kala mengikuti arah tunjuk Shaka.

"Aku nggak ada niatan pulang bareng Kak Langit. Aku aja nggak kenal siapa dia." bantah Kala dengan jujur.

"Nggak kenal? Tadi pagi yang ngobrol asik itu apa? Itu yang namanya nggak kenal?"

"Kamu itu kenapa sih? Percaya kamu sama omongan Gabriella?"

"Aku nggak pernah percaya sama Gabriella. Tapi kali ini, ucapan dia terbukti kan?" tuduh Shaka membuat Kala terdiam.

"Kamu kalau udah bosen sama aku bilang, Kala. Nggak usah pakai cara deketin cowok lain buat bikin aku kecewa sama kamu."

*****

DOUBLE UP!!!

Sandyakala || EndWhere stories live. Discover now