8.

59 6 0
                                    

Happy reading

*****

Seorang cewek dengan rambut panjang yang dibiarkan tergerai serta kulitnya yang pucat, berjalan sendirian menuju sebuah perkampungan yang jaraknya lumayan jauh dari perkotaan. Dia berjalan dengan lambat dan membiarkan tubuhnya diserang kencangnya angin malam. Menahan rasa sakit yang secara tiba-tiba datang pada tubuhnya.

Selang beberapa menit, dia sampai di depan bangunan kecil yang dia sebut sebagai rumah. Dengan tangan yang terasa dingin, dia mulai membuka pintu dan langsung disambut dengan wanita separuh baya.

"Astaga, nak, kamu habis dari mana saja?" tanya wanita tersebut dengan khawatir. Dengan segera memeluk putrinya yang terlihat lemah.

"Kamu kenapa bisa seperti ini? Tubuh kamu itu lemah, nak. Kenapa kamu membiarkan tubuh kamu kedinginan?"

Seorang ibu. Seperti itulah responnya disaat beliau melihat putri satu-satunya terlihat sedang tidak baik-baik saja. Perasaan terluka dan khawatir langsung menyerang hatinya.

"Velly baik-baik saja, bu."

Velly tersenyum lembut dan berusaha memberitahu ibunya bahwa dia baik-baik saja. Padahal tidak bisa dipungkiri bahwa dia sedang menahan rasa sakit pada tubuhnya.

"Wajah kamu pucat. Ini pasti karena tubuh kamu terkena angin malam. Kamu kenapa bisa ceroboh gini sih? Kenapa nggak pakai jaket? Kenapa jam segini kamu baru pulang? Kamu sendirian?"

Velly menghela napas panjang, "Bu, Velly benar baik-baik saja. Velly cuman kecapekan dan butuh istirahat. Ibu nggak usah terlalu khawatir," ucapnya pelan.

"Kamu pulang sendirian?" tanya Ibunya lagi.

"Tadi bareng sama Dania," jawabnya jujur.

"Bareng Dania? Kenapa bisa sama Dania? Shaka kemana? Kenapa kamu nggak pulang bareng dia? Shaka ninggalin kamu?"

Velly menghela napas lelah. Tubuhnya benar-benar luar biasa sakit sekarang.

"Shaka ada keperluan lain, bu. Velly nggak mau ngerepotin Shaka terus."

"Ngerepotin gimana? Memastikan kamu pulang dengan selamat itu sudah kewajiban Shaka. Dia sudah janji sama ibu buat selalu jagain kamu. Sekarang malah mengingkari janjinya."

"Shaka nggak mengingkari janjinya, bu. Shaka udah jaga Velly selama di sekolah. Tadi berangkat juga Shaka udah jemput Velly. Bahkan dia sampai rela ingkar janjinya pada Kala karena permintaan ibu."

"Jadi dia lebih memilih pulang dengan pacarnya dan membiarkan kamu pulang sendirian?" tuduh ibunya yang membuat Velly tidak habis pikir.

"Udah bu, cukup. Velly capek banget sekarang. Velly butuh istirahat," ucapnya kemudian berlalu pergi meninggalkan ibunya yang masih terus memanggil namanya.

Setelah sampai di kamarnya, Velly segera menutup pintu tanpa membiarkan ibunya ikut masuk dan terus menyerangnya dengan pertanyaan yang sama.

Dari balik pintu, Velly perlahan meluruhkan tubuhnya. Memegang erat dadanya yang mulai terasa sesak. Dengan sisa tenaga, Velly berusaha bertahan sebaik mungkin. Menghembuskan napas pelan dengan air mata yang perlahan mulai runtuh.

*****

tok tok tok

"Kala, ini aku."

Sandyakala yang sedang asik dengan sebuah novel dipangkuan, mengalihkan perhatiannya pada pintu kamar yang diketuk dari luar. Terdengar suara Aqilla yang memanggilnya.

"Ada apa?" tanyanya tanpa mengubah posisi.

"Mama udah pulang. Ayo makan malam dulu," ucap Aqilla memberitahu.

Kala yang mendengarnya langsung menutup novel dan meletakkan kembali ke meja belajar miliknya. Beranjak dari kasur, dan bergegas keluar menyusul keluarganya.

ceklek

"Tumben udah pulang jam segini" tanya Kala saat dirinya dan Aqilla berjalan menuruni tangga.

"Pekerjaannya udah selesai," jawab Aqilla singkat.

Mereka akhirnya sampai di meja makan. Kala dapat melihat mamanya sudah duduk tenang di sana. Tak lupa juga dengan hidangan yang telah disajikan oleh bi Asih, pembantu di rumahnya yang sudah bekerja sejak Kala dan Aqilla masih kecil.

"Papa belum pulang?" tanya Kala saat menyadari jika papanya tidak bergabung dengan mereka.

"Belum, tadi kasih kabar kalau masih ada lembur," jawab Mama sambil menyajikan makanan untuk Aqilla.

"Makasih ma, Aqilla bisa sendiri," ucap Aqilla merasa bersalah dengan Kala.

Mama menganggukkan kepalanya dan berganti menyajikan makanan untuk dirinya sendiri. Kala yang menyadari hal tersebut hanya diam saja. Tidak perlu disajikan, Kala masih bisa melayani dirinya sendiri. Itu yang ada dalam pikirannya.

Kegiatan makan malam berjalan dengan tenang. Suara sendok yang bersentuhan dengan piring pun tidak terdengar. Dalam keluarga mereka, mereka mempunyai prinsip dimana saat makan diusahakan tidak menimbulkan suara saat sendok beradu dengan piring.

Kalau kata papa, "Suara sendok yang beradu dengan piring itu berisik. Jika kita makan di luar dan tanpa kira sadari ada orang yang benar-benar kelaparan sedang mendengarnya, sama saja kita telah membuat mereka bersedih" ucapnya pada Kala dan Aqilla saat mereka masih berumur tiga tahun.

Mereka melakukan itu juga sebagai bentuk menghormati bi Asih dan suaminya yang sedang menikmati makanannya di dapur. Sebenarnya mereka sudah seringkali diminta untuk bergabung. Namun dengan rasa terima kasih, mereka menolaknya dengan halus. Mereka hanya ingin memposisikan diri pada tempatnya agar tidak dipandang sebagai pelayan yang ngelunjak.

"Bagaimana sekolah kalian?" tanya mama saat kegiatan makan telah selesai.

"Baik ma," jawab Aqilla

"Kalau kamu?" namanya beralih menatap Kala.

"Baik juga."

"Kamu nggak bikin masalah lagi kan di sekolah?"

"Kapan Kala bikin masalah di sekolah, ma?"

"Jangan lupa beberapa hari yang lalu kamu membuat mama dipanggil hanya karena kamu protes dengan nilai yang kamu dapat."

Kala menatap mamanya heran, "Itu karena kesalahan Pak Satyo yang sengaja turunin nilai Kala. Padahal jawaban Kala udah benar tapi disalahkan, sedangkan yang lain enggak. Itu yang mama maksud?"

"Nilai kamu waktu itu juga cuman diturunkan lima poin saja kan? Enggak sampai dibawah kkm," ucap mamanya santai.

"Emang kalau waktu itu Kala biarin nilai Kala turun, mama bakal terima?"

Mamanya yang mendengar langsung diam. Begitu juga dengan Aqilla yang sedari tadi hanya duduk menyimak. Kala yang melihat mamanya terdiam tertawa pelan. Beliau marah saat Kala memprotes tentang nilai ulangan yang telah dicurangi oleh guru, sedangkan jika saat itu Kala hanya diam, mamanya juga pasti tidak terima dengan hasil nilainya. Entahlah, Kala sendiri bingung apa yang mamanya mau.

*****

Sampai bertemu besok :)

Sandyakala || EndNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ