22. Mereka yang terluka

44 4 0
                                    

Happy reading

*****

Kala berjalan lesu memasuki rumah. Kembali mengingat ucapan Shaka yang menuduhnya mendekati Kak Langit.

"Aku nggak pernah percaya sama Gabriella. Tapi kali ini, ucapan dia terbukti kan?"

"Kamu kalau udah bosen sama aku bilang, Kala. Nggak usah pakai cara deketin cowok lain buat bikin aku kecewa sama kamu."

Bosen? Jika memang perasaan Kala sedangkal itu, maka sudah dari jauh hari dia memilih untuk mengakhiri hubungan nya dengan Shaka.

Mendekati cowok lain? Kala bahkan tidak mengenal Langit sebelum kejadian di kantin tempo lalu. Obrolan yang Shaka maksud di depan kelas tadi, itupun bukan atas keinginan Kala. Kak Langit yang lebih dulu menghampirinya.

Kala menghentikan langkahnya saat melihat mobil asing terparkir di samping mobil milik papanya. Jantungnya berdetak lebih cepat. Dia segera berlari memasuki rumah dan datang menghampiri kamar orang tuanya.

Perasaan Kala hancur seketika. Saat suara asing itu, kembali dia dengar dari dalam sana. Suara menjijikkan dari seorang wanita yang bukan mamanya.

Dengan wajah yang menahan emosi, Kala menggedor pintu kamar dengan keras. Membuat dua orang yang ada di dalam sama segera menghentikan aktivitas mereka.

"KELUAR KALIAN!!" teriak Kala dengan tangan yang terus menggedor pintu.

Bi Asih yang baru pulang dari pasar, mengernyit bingung saat melihat mobil tuan nya sudah terparkir di halaman rumah. Terlebih lagi saat melihat ada mobil asing di sampingnya. Dia melonjak kaget saat mendengar suara teriakan Kala dari dalam. Saat dirinya ingin masuk ke dalam, sebuah mobil berhenti di depan gerbang. Menampilkan Aqilla yang baru saja turun dari mobil tersebut. Menyadari kehadiran Aqilla, Bi Asih segera menghampiri.

"Neng Aqilla neng Aqilla," panggilnya

Aqilla yang mendengar namanya dipanggil, menolehkan kepalanya. Menatap bingung Bi Asih yang wajahnya terlihat panik. Dengan segera dia menghampiri Bi Asih.

"Kenapa bi?" tanyanya khawatir.

"Itu neng," tunjuk bi Asih pada mobil asing yang terparkir di halaman rumah.

"Neng Kala sudah pulang. Tadi bibi dengar ada yang teriak dari dalam" lanjutnya memberitahu.

Aqilla yang melihat mobil asing tersebut mendadak perasaannya mulai gelisah. Ditambah dengan ucapan Bi Asih yang mengatakan bahwa Kala sudah pulang.

"APA APAAN KAMU KALA?!"

Aqilla segera berlari masuk saat mendengar teriakan papanya. Disusul dengan Bi Asih yang juga ikut berlari di belakang. Tanpa mereka sadari, seseorang yang sedari tadi berdiri di balik gerbang, juga ikut masuk ke dalam rumah secara diam-diam.

"PAPA YANG APA APAAN!"

"JANGAN PERNAH KAMU IKUT CAMPUR DENGAN URUSAN SAYA!"

"PAPA GILA!!!"

"KAMU YANG GILA!!!"

"JANGAN PERNAH LAGI BAWA JALANG JALANG PAPA LAGI KE DALAM RUMAH!!"

plak

"PAPA" teriak Aqilla yang baru saja datang. Dia segera berlari menuju Kala untuk memeluk adik nya yang kini tubuhnya nampak bergetar.

Aqilla menatap papanya penuh kecewa, "Bisa nggak kalau lagi marah nggak usah pakai pukul?" ucapnya

"Bilang sama adik kamu itu untuk jangan pernah ikut campur urusan saya" ucap papanya setelah itu berlalu pergi.

Aqilla beralih menatap adiknya, "kamu nggak papa kan?" tanyanya khawatir

"Dia bawa wanita itu lagi, kak"

Aqilla segera membawa Kala ke dalam pelukannya. Membiarkannya menangis untuk menumpahkan segala kesedihan dan ketakutan yang tumbuh dalam dirinya.

Aqilla menghela napas panjang. Mengarahkan wajahnya menatap langit-langit rumah, agar buliran bening tidak keluar dari pelupuk matanya. Adiknya sudah terluka.

*****

Pukul delapan malam, Sasmita sampai di rumah. Dia segera menghampiri kamar Kala untuk melihat kondisinya. Saat masuk ke dalam kamar, dia melihat putrinya sudah tertidur pulas dengan Aqilla yang menunggunya di tepi kasur.

Menyadari kehadiran mamanya, Aqilla segera berdiri. Membiarkan mamanya datang mendekat dan memberikan kecupan lembut di kening Kala.

Setelah memastikan Kala tidur dengan posisi yang tenang, mereka pergi keluar kamar.

"Istirahat yang cukup ya, kak" ucap Sasmita sambil mengelus lembut rambut panjang Aqilla.

Aqilla tersenyum mengangguk. Dia pergi menuju kamarnya yang terletak di samping kamar Kala. Ketika pintu kamar tertutup, Aqilla meluruhkan tubuhnya. Menangis tanpa suara untuk menumpahkan segala luka yang dia pendam. Aqilla juga terluka.

Memeluk lututnya dengan tubuh yang bergetar. Ketakutan besar mulai menguasai pikirannya. Bayangan tentang papanya, tangisan adiknya, juga senyuman mamanya.  Aqilla juga takut.

Berperan sebagai seorang anak perempuan pertama, Aqilla harus bisa mengesampingkan lukanya dan memeluk adiknya untuk memberikan kekuatan.  Padahal kenyataannya, Aqilla juga butuh pelukan.

Sedangkan di tempat lain, tepatnya di dalam kamar orang tuanya, Sasmita juga meluruhkan tubuhnya. Sama seperti Aqilla, Sasmita juga menangis dalam diam. Menyandarkan kepalanya pada pintu kamar dan menatap kasur di hadapannya dengan pandangan kosong.

Pakaian dalam orang asing berceceran di lantai kamarnya. Gambaran tentang pergulatan antara suami dan wanita lain kembali terputar dalam pikirannya. Teriakan teriakan yang menyakitkan juga secara otomatis terdengar di telinganya.

Sasmita terluka.

Seorang ibu yang memendam semuanya. Berpura-pura tidak tau, padahal dia telah menyaksikan semuanya. Bersikap seolah dia baik-baik saja, agar kedua putrinya tidak tau bahwa hatinya telah menyimpan banyak luka. Menghabiskan waktu dengan kesibukan yang hanya dia gunakan sebagai alasan.

Sandyakala terluka.

Aqilla terluka.

Sasmita juga terluka.

Mereka terluka. Menjadikan diam sebagai bentuk usaha menghindari kehancuran. Menyimpan rapat semua luka dalam kesendirian. Lalu berkata bahwa semua akan baik-baik saja.

Mereka semua terluka, karena pria yang mereka percaya. Pria yang dulu mengatakan bahwa dia akan melindungi keluarnya sampai kapanpun. Pria yang katanya akan selalu menjadi garda terdepan saat laki-laki lain berani menyakiti putrinya. Pria yang dulu pernah berkata bahwa dia akan menjadi seorang suami dan ayah yang membanggakan.

Pria tersebut, yang kini berhasil menghancurkan tiga hati perempuan sekaligus.

*****

Sampai bertemu besok :)

Sandyakala || EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang