56. Penghianat!

Mulai dari awal
                                    

"Pa!" panggil Orlan yang langsung mendekati Barta dan menggoyangkan tubuhnya.

"Bangun pa!" ucap Resha yang menyusul.

"Sayang, bangun. Kami sudah datang, ayo bangun!" ucap Lusi yang meneteskan air mata saat melihat keadaan suaminya.

Wajah yang lebam seperti habis dipukuli, baju yang berantakan dan tidak beraturan. Rambut yang menutupi natanya, serta rantai itu yang masih setia menempel pada tangan dan kaki Barta.

"Eungh!" lenguh Barta yang berusaha membuka kelopak matanya.

"Lusi," Panggilannya saat samar-samar melihat istrinya.

"Iya, suamiku! Aku disini," jawab Lusi.

"Kau?" ucap Barta saat melihat Orlan.

"Pa, tolong singkirkan dahulu kebencian Papa terhadapku. Sekarang yang terpenting adalah keselamatan Papa," jawab Orlan.

Barta yang masih belum bertenaga pun hanya diam.

"Hei!" panggil Adison untuk memecahkan suasana canggung diantara mereka.

"Pa-papa? Bukannya Papa sudah tiada? Apa sekarang saya sudah menyusul Papa," tanya Barta yang masih terkejut dengan kehadiran Adison.

"Ck! Saya masih hidup, anakmu juga masih hidup," tunjuk Adison pada Resha.

"Re-sha-va?" ucap Barta yang masih terbata-bata

"Hm! Aku Reshava, anakmu" jawab Resha.

"Bagaimana bisa?" tanya Barta.

"Nanti saja ceritanya, ayo kita lepaskan dulu rantai ini," ucap Lusi.

Mereka berusaha menggunakan benda yang ada disana. Namun, sialnya tidak ada yang bisa membuka rantai itu.

"Ka-kalian tinggalkan saja saya disini, te-tempat ini terlalu be-berbahaya, ukhukk!" ucap Adison yang terbatuk sembari memegangi perutnya, dengan rantai yang terikat pada tangannya.

Resha mengepalkan tangannya dengan kuat, saat melihat keadaan Barta, hingga jemarinya tampak memutih. Dero yang menyadari itu, segera mengusap punggungnya untuk menenangkan Resha.

"Gue harus bales mereka!" geram Resha.

"Tenang Cha, gue bakal selalu bantu lo," ucap Dero.

Sementara itu, terdengar suara langkah kaki yang menuju ke ruangan itu.

"Sembunyi!" perintah Adison.

Mereka semua bersembunyi di tempat yang berbeda. Adison dan Lusi bersembunyi di dalam lemari yang tak terkunci, sementara Resha, Dero dan Orlan bersembunyi dibawah kasur.

Brakk!

Bunyi pintu ditendang dengan kerasnya. Nampak beberapa orang berdiri disana dengan wajah merah padam.

"SIALAN!! SIAPA YANG BERANI MENYUSUP KE RUMAHKU!!" marah seseorang di sana.

Sementara Barta berpura-pura pingsan. Agar mereka tidak curiga.

"Kami tidak tau, Tuan" jawab salah satu diantara mereka.

"ARGHH!! BISA-BISANYA ANAK BUAHKU MAMPU DIRATAKAN OLEH MEREKA!!" kesalnya.

Orang itu langsung meminta anak buahnya untuk pergi dari ruangan itu.

Prangg!!

Prangg!

Orang itu melempar segala benda yang ada dihadapannya.

"Om, siapa yang melakukan ini?!" tanya orang itu.

"Saya tidak tahu, kan kita pergi makan tadi," jawab orang yang ditanyai oleh ya.

"Tapi tidak masalah, toh nyawa pengawal-pengawal itu tidak terlalu penting. Yang terpenting adalah tahananku ini tidak pergi!" ucap orang itu yang memegang dagu Barta dengan kasar, lalu menghempaskannya.

"Mau kau apakan dia?" tanya orang yang dipanggil 'Om' itu.

"Aku sangat membencinya, bahkan aku sudah menutupi kebencian ini selama belasan tahun. Aku ingin meluapkan semua dendamku padanya saat ini, tentunya Om Jo dan Om Roki tau tentang itu, nyawa dibalas nyawa," ucap orang itu.

Resha menggeram ditempat persembunyiannya, saat ingin keluar, ia dicegah oleh Dero dan Orlan. Ia hanya bisa menuruti kedua laki-laki itu.

Ya, penghianat yang selama ini bersama Barta adalah Jo dan Roki. Orang yang sama, saat menghukum Orlan dengan cambukan saat itu.

"Apa kau tidak lelah?" tanya Roki.

"Lelah? Aku bahkan sangat puas. Saat melihat orang ini membenci darah dagingnya sendiri, bahkan menyiksanya, hahaha" tawa orang itu menggema di ruangan itu.

"Saya juga, bahkan kami yang menyiksa anak itu," jawab Jo.

Sementara Roki hanya diam menyimak pembicaraan kedua orang itu.

"Yang lebih membuatku bahagia adalah ketika, aku memberikan obat palsu untuk istrinya. Dan membuat istrinya gila, dalam hitungan waktu, hahaha" puas orang itu.

"Hahaha!" Jo dan Roki ikut tertawa mendengar itu.

Semua itu sudah direncanakan oleh mereka, bahkan penculikan ini, pun sudah direncanakan dari jauh-jauh hari.

"Hans," panggil Barta saat mereka berhenti tertawa.

Pandangan mereka bertiga pun beralih ke arah Barta. Kini Barta menatap mereka dengan penuh kekecewaan.

"Ternyata sedari tadi tua bangka ini berpura-pura pingsan, hm?"

Plakk!

"Kau sengaja menguping pembicaraanku?" tanya Hans.

Tamparan itu Barta terima dari tangan Hans.
Ya, orang yang berkhianat padanya adalah orang-orang kepercayaannya. Hans adalah dokter muda, berusia 27 tahun yang bekerja di salah satu Rumah Sakit milik Barta. Dia juga dipercaya oleh Barta, untuk menjadi dokter pribadi keluarganya.

"Saya sudah menganggapmu sebagai anak sendiri, Hans" ucap Barta.

"Hahaha, anak? AKU TIDAK SUDI MENJADI ANAK PENJAHAT SEPERTIMU BARTA, BAHKAN KAU TIDAK PANTAS DISEBUT PAPA OLEH SIAPAPUN!!" bentak Hans

"Kenapa kau selalu menyebutku penjahat, tanpa menjelaskan apa kesalahan yang sudah saya lakukan padamu?" tanya Barta.

Hans merogoh foto kecil disakunya, lalu melemparkannya ke arah Barta.

"Apa kau lupa siapa mereka?" tanya Hans.




🦉🦉🦉

Akhirnya up lagii, ayo dong ramein.
Jangan lupa vote ya, biar semangat buat nulis part selanjutnya 🙌



_TBC_

OWL MANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang