MWiM 37

152 5 0
                                    

Farel dan Fara telah pulang dan tinggallah Ara sendirian di dalam kamar yang luas ini. Ia menghampiri Angga, mengambil kursi kemudian duduk tepat disamping ranjang Angga.

Ara menatap sayu kepada wajah yang terlelap itu. Wajah tampan yang begitu menenangkan hati Ara. Wajah yang membuat ia jatuh cinta untuk kesekian kalinya. Ia sangat merindukan mata yang menatapnya hangat, senyuman yang terukir indah hanya untuk dirinya, ia merindukan itu semua.

Ara memperhatikan tangan yang terdapat selang infus. Ia menggenggam tangan itu dan mengecupnya beberapa kali dan berkata.

"Cepatlah sembuh sayang," Ara menutup matanya dan terlelap dalam keheningan.

Keesokan paginya

Angga membuka matanya yang terasa begitu berat. Ia merasa berat disebelah kanannya kemudian memperhatikan tangannya tersebut. Ia dapat melihat wanita cantik yang tertidur lelap sambil memegang tangannya.

Ia mengangkat sebelah tangannya dan mengusap kepala sang istri dengan penuh hati-hati. Ia menatap sendu dan bersyukur bahwa istrinya baik-baik saja.

"Kenapa kamu tidur seperti itu sayang?"

Ara menggeliat tak nyaman dikala seseorang mengganggu tidurnya.

"Jangan ganggu gue. Gue masih ngantuk," Ara menepis tangan yang mengusap kepalanya dan kembali memejamkan matanya.

Beberapa detik kemudian, ia membuka matanya dan duduk dengan sigap. Ia memperhatikan pasien yang tengah menatap dirinya sambil tersenyum itu. Ara masih merasa itu semua adalah mimpi.

"Kamu baik-baik saja? Kalau masih mengantuk, kamu tidur saja lagi."

"NGGAK. Ma...maksudku nggak, kantukku sudah hilang," ucap Ara sedikit berteriak.

'oh gosh, kenapa harus teriak segala sih?'

"Tunggu! Ini beneran nyata kan? Ini bukan mimpi kan? Kamu benar-benar siuman kan?"

Pertanyaan itu dibalas senyuman oleh Angga. Melihat jawaban dari senyuman itu, Ara langsung menghambur ke pelukan sang suami tercinta.

"Ugh," rintih Angga kesakitan.

"Ops, sorry. Akh, apa yang sedang gue lakukan sekarang?" ujarnya histeris.

"Sorry mas suami, gak sengaja. Sakit banget ya?" tanyanya sedih.

"Haha, tidak terlalu sakit kok ay. Kamu gak perlu khawatir," jawab Angga dengan wajah kesakitan.

"Bohong."

Mata Ara memerah dan air mata mulai berlinang. Angga menatap istrinya dan merasa bersalah.

"Jangan nangis sayang. Kamu tau, aku tidak bisa melihat air mata yang mengalir di matamu yang indah itu. Kemarilah," titah Angga yang langsung dituruti oleh Ara.

Ara memeluk Angga dengan penuh hati-hati agar tak menyentuh luka yang ada di pinggangnya.

Ia terisak dan menangis di pundak sang suami. Ia benar-benar bersyukur bahwa Tuhan masih menyelamatkan nyawa suaminya. Dia benar-benar tak bisa berkata apa-apa lagi selain menumpahkan semuanya melalui tangisan.

Angga mengelus surai Ara dan mengecup kening istrinya lama. Kemudian beralih ke bibir sang istri, namun sebuah tangan kurus menghalangi bibirnya yang ingin singgah di rumahnya.

Angga mengerutkan dahinya, "kenapa?"

"Aku belum gosok gigi" ucapnya malu.

"Pfft, haha" Angga tertawa terbahak-bahak, dia mengira istrinya tak mau lagi dicium olehnya, tapi ia salah sangka. Itu hanyalah masalah yang sepele.

My Wife is Mine ✔Where stories live. Discover now