MWiM 29

152 7 0
                                    

"Sayang, aku dengar malam minggu ada acara pelantikan rektor baru di hotel XXX. Mereka mengundangku untuk menghadiri acara itu, kamu tau tentang hal itu, kan?," tanya Angga.

"Iya, aku juga dengar. Kami juga dapat undangan dari pihak kampus. Aku akan datang dengan teman-temanku, tidak apa-apa kan?," Ara menatap Angga menunggu jawaban dari pria itu.

Angga menganggukkan kepalanya tak masalah, ia juga akan hadir sebagai tamu VIP, yang diundang langsung oleh menteri. Pelantikan rektor dilantik langsung oleh menteri agama.

"Tapi dengan satu syarat," Ara menatap heran kepada Angga.

"Kamu tidak boleh berdandan kesana," Ara membuka mulutnya lebar, ketika mendengar perkataan ngawur dari suaminya. Bagaimana bisa dia mengatakan untuk tidak berdandan ke pesta? Hello, ini adalah pesta, pesta pelantikan. Apa yang harus ia katakan kepada semua orang, jika ia datang dengan daster rumah tanpa make up.

"Oh, c'mon darl. Are you kidding me? Itu mustahil untuk dilakukan. Masa kamu menyuruh aku untuk tidak berdandan, ini pesta loh, sayang. Ini bukanlah pasar yang bisa bebas memakai pakaian apapun. Ini acara formal my honey, bukan main-main," Ara menyolot marah kearah Angga.

"Cih," Angga memutar bola matanya malas dan mengambil buku yang ada di sampingnya.

"Cih?," Ara meniru ucapan Angga dengan nada yang tinggi.

"Heh, mas suami. Aku ini istri seorang CEO. Mau ditaruh dimana wajahku nanti, jika orang-orang melihat diriku yang tidak berdandan? Apa kata dunia mas suami? Ayo pikirkanlah hal itu. Namamu juga akan tercoreng, percayalah," ujar Ara dengan nada yang menggebu-gebu.

"Baiklah, aku kalah," Angga meletakkan buku itu kemudian berdiri dan berjalan kearah sang istri. Ia memeluk Ara dengan manja, kepala yang diketakkan di pundak Ara dan menduselkan kepalanya di leher Ara.

"Aku cemburu tau," cemberut Angga.

"Hahh, kamu mau cemburu sama siapa? Di mataku, hanya kamu saja pria tertampan di dunia ini. Tidak ada yang lain, just you darl," Ara mengecup rambut Angga gemas.

"Baiklah, kalau begitu berikan aku ciuman," ujar Angga yang memonyongkan bibirnya.

"Kamu ini," Ara menggelengkan kepalanya.

"Baiklah," Ara mulai mengecup bibir itu, hanya sekedar kecupan.

Ara ingin melepaskan tautan bibir itu, namun tengkuknya ditahan oleh Angga. Angga memperdalam ciuman mereka, hingga membuat Ara mengeluarkan sedikit desahan karena kesusahan dalam bernapas. Angga seperti hewan buas, ia benar-benar tak menyia-nyiakan sedetikpun tentang bibirnya.

Dengan hati yang tak rela, Angga melepaskan tautan bibir itu, ia mengusap bibir merah Ara yang sedikit bengkak dengan ibu jarinya.

"Mari sudahi ciuman ini, aku takut untuk menyakiti dirimu," ucapan Angga membuat darah Ara berdesir lebih cepat.

Ia tak menyangka bahwa Angga sangat menghargai dan menghormati keputusannya. Ara dibuat jatuh cinta lagi oleh Angga.

"Oh iya sayang, dua minggu lagi aku akan sempro. Do'akan aku lulus ya," ucap Ara dengan senyum yang menampakkan deretan giginya yang rapi.

"Tentu saja sayang, semoga kamu berhasil."

***
Malam minggu

"Kamu akan berangkat sekarang ya? Mau aku antar ke rumah temanmu itu?," tanya Angga dengan stelan jas yang rapi, memancarkan aura dominan dan ketampanan yang berlipat ganda di wajah Angga.

Ara menatap Angga dari atas sampai bawah, begitu juga dengan Angga. Mereka berdua meneliti dandanan masing-masing melalui mata mereka.

"Kamu jangan ganjen sama orang lain," ucapan itu terucap oleh mereka berdua dengan serentak, kemudian mereka tertawa bersama ketika menyadari hal itu.

My Wife is Mine ✔Where stories live. Discover now