MWiM 32

138 7 0
                                    

"Kalian semua, cari pergerakan dari Liam Baskara Darmawangsa, sekarang!," teriak Angga pada inteligen yang sedang bekerja di tempatnya saat ini.

Angga berbalik dan kembali duduk, mencoba untuk menghubungi istrinya kembali. Namun hasilnya tetaplah nihil, Ara tak menjawab panggilan dari Angga dan itu benar-benar membuat Angga frustasi setengah mati.

Orang tua Ara dan juga Angga telah mengetahui hal ini, mereka juga melakukan hal yang sama. Mereka meminta kepada pihak berwajib dan juga detektif ahli untuk membantu mencari keberadaan Ara.

"Pak, saya menemukan sesuatu," Ralvi menghampiri Angga dan membisikkan kata-kata itu.

Angga berdiri dengan sigap, mengikuti Ralvi ke bagian inteligen mereka.

"Kami barusan mengecek CCTV sekitar perpustakaan kota, dan kebetulan sekali ada sebuah dashcam di mobil yang terparkir di depan perpustakaan. Dan itu adalah jackpot besar untuk kita, bapak bisa melihat sendiri isinya," titah Ralvi, Angga duduk dan memperhatikan CCTV tersebut.

Dan tepat sekali, ia melihat istrinya yang sedang marah pada Liam. Dan selanjutnya, seseorang membekap mulut istrinya dan membawanya ke dalam mobil.

Angga menggebrak meja hingga menggelegar, dan membuat semua orang yang ada disana terkejut dibuatnya.

"Bangsat, cari keberadaan Liam CEPAT!," teriak Angga marah.

Angga mengambil ponselnya dan mengubungi kakeknya.

"Apa ini ulah kakek?," Angga langsung bertanya tanpa basa-basi.

"Apa maksudmu bocah?."

"Apa kakek yang memberikan perintah pada Liam untuk menculik istriku?."

"Kakek tidak mengerti apa yang kamu katakan? Siapa yang menculik siapa?."

"Jangan pura-pura bodoh kek, cucu kakek tersayang, Liam, dia telah menculik Ara. Apa ini semua ulah kakek?," Angga merendahkan suaranya hingga membuat bulu kuduk orang sekitar meremang mendengarnya.

"Kakek bersumpah, kakek tidak pernah memberikan perintah apapun padanya."

"Jika saja aku tau kalau kakek memiliki hubungan dibalik semua ini, aku tidak akan segan-segan untuk menghancurkan kakek saat itu juga," Angga mematikan sambungan teleponnya dan menggenggam erat ponsel itu.

"Pak, kami menemukan keberadaan tuan Liam," mendengar hal itu Angga langsung menghampiri inteligen nya kembali.

"Menurut titik koordinat yang ada, gps dari ponselnya terakhir di temukan di lokasi ini," tunjuk salah satu inteligen itu pada layar komputer yang ada didepannya.

"Itu dimana?," tanya Angga.

"Di dekat perumahan yang ada di kota XXX," mendengar itu Angga memberikan perintah kepada bodyguard disana.

"Kalian semua, ikut denganku," bodyguard itu mengikuti perintah Angga, dan mereka mulai pergi menuju lokasi. Angga juga sudah menghubungi orang tua mereka, dan meminta untuk datang ke lokasi yang telah di kirim.

***

Ara yang saat ini sedang berlari sejauh mungkin, kemudian melihat kebelakang sesekali.

"Argh bangsat, kenapa disini tidak ada apapun, dan gelap sekali," Ara mengumpati nasibnya dengan nada yang pelan.

Ia juga berjalan dengan penuh kehati-hatian, untungnya jalan yang ia tempuh disinari oleh cahaya rembulan malam.

Ara terlalu lelah, kemudian ia beristirahat di dekat pohon dan menyandarkan tubuhnya di pohon itu.

"Angga," satu nama itu terucap begitu saja dari bibir Ara.

"Cih, seberapa cintanya sih gue sama nih kutub satu, di keadaan genting begini malah keingat namanya doang, haha," Ara mentertawakan kebodohannya ini.

"Hahh, Angga, gue rindu lo. Kapan lo mau jemput gue? Disini gelap, dingin, dan menyeramkan," Ara memeluk tubuhnya yang mulai kedinginan dan menelungkupkan wajahnya di dalam kakinya.

"Woi, Kinara. Berhenti main sembunyinya, gue capek nyari lo. Keluar deh lo sekarang, beban banget sih hidup lo," teriak orang itu dan membuat Ara membekap mulutnya kuat-kuat.

Sial! Siapa lagi itu? Tapi, kenapa suara ini gak terdengar begitu asing ya? Ahh bodo amat deh, yang penting lari dulu.

Ara berdiri dan berlari dengan menginjitkan kakinya agar tak terdengar suara apapun. Setelah cukup jauh, ia melihat sebuah batu besar, dan cukup untuk persembunyian tubuhnya yang kecil ini.

Ia berlari dan menyembunyikan tubuhnya dibalik batu besar itu. Napasnya terengah-engah karena telah berlarian sejauh ini. Dia juga tak tau sekarang sudah jam berapa. Ponselnya hilang entah kemana, tidak ada pegangan apapun di tangannya saat ini. Ara menatap rembulan itu dan kembali meratapi nasibnya yang begitu sial hari ini.

"Sepertinya sudah larut malam. Langitnya indah ya," lirih Ara.

"Ayah, bunda, maafin Ara ya. Maaf Ara yang selalu rewel selama ini, maaf karena sering menyusahkan ayah sama bunda selama ini, pokonya Ara minta maaf deh, mana tau Ara mati duluan kan disini. Terus jasad Ara gak ditemukan oleh manusia lain, jadi Ara minta maafnya sekarang aja deh. Walaupun ayah sama bunda gak dengar, tapi semoga saja perasaan ini sampai sama kalian, Ara cinta kalian berdua. Jaga diri baik-baik ya Yah, bun. Oh iya, warisan Ara dibagikan ke panti asuhan aja ya, itupun kalau ada warisannya," ucap Ara yang mulai ngelantur.

"Untuk Angga, suami Ara tercinta. Terima kasih karena telah bersabar menghadapi Ara yang cerewet, bandel, dan juga manja ini. Padahal Ara tau kalau Angga itu kesal juga sama sifat Ara, tapi Angga gak pernah menunjukkan semua itu pada Ara. Pokoknya Ara minta maaf aja deh. Oh iya, kalau Ara beneran metong, jangan cepat-cepat nyari bini baru ya. Awas kalau itu sampai terjadi, Ara gentayangin sampai 7 hari 7 malam, biar gak ada momen kalian nanti."

"Hahh, apa sih yang gue lanturin dari tadi, haha. Padahal belum tentu mati juga, malah udah bikin salam terakhir," ujarnya tertawa dengan tingkah bodohnya.

Karena terlalu lelah, akhirnya Ara ketiduran dibalik batu besar itu dengan berselimutkan tangannya sendiri.

"Sial, kemana sih jalang bodoh itu," umpat Tasya yang setengah mati mencari keberadaan Ara.

Matanya menelusuri setiap tempat dan mencari tempat yang mencurigakan. Hingga matanya melihat sebuah batu besar.

"Hei, ayo kita jalan kesana, tapi jangan sampai berisik. Kalian dengar aku kan?," ujar Tasya setengah berbisik pada bodyguard yang mengikutinya.

Mereka berjalan mengendap-endap menghampiri batu besar itu, cukup jauh juga dari jarak mereka berdiri saat ini.

Tapi untuk menangkap kucing besar, mereka harus berjalan mengendap-endap agar tak terdengar olehnya dan kabur lagi.

Akhirnya ia sampai di depan batu besar itu, Tasya mengarahkan bodyguard nya untuk mengepung sisi kiri dan kanan, dan membuat tak ada lagi celah untuk kabur.

Dengan aba-aba, mereka melompat dan melihat di balik batu besar itu, tetapi tidak ada siapapun di balik batu itu.

"Argh sial, gue kira dia ada disini. Kemana sih jalang bodoh itu," umpat Tasya.

Mereka berbalik pergi dan kembali mencari keberadaan Ara. Dimana Ara? Sebenarnya Ara telah mendengar berisik dari suara langkah kaki yang bersentuhan dengan dedaunan kering disana. Ia segara merayap menjauhi batu itu dan mendekati pohon besar yang tak jauh disana. Ia membekap mulutnya dan menahan napasnya agar tak terdengar suara apapun dari dirinya.

Ara mengintip dan melihat kepergian orang-orang itu, ia menghela nafasnya lega.

"Sial, ternyata itu Tasya. Liam dan Tasya bekerja sama, pantas saja suaranya tak asing. Si tante bodoh itu, kenapa bisa-bisanya sih bekerja sama dengan Liam? Jangan bilang dia masih terobsesi dengan Angga lagi, arghh," Ara mengisak rambutnya kasar.

"Ternyata disini ya."

To be continue

My Wife is Mine ✔Where stories live. Discover now