MWiM 33

285 12 0
                                    

"Ternyata kamu disini ya Kelly" saut seseorang tepat didepan Ara.

Ara mengernyitkan dahinya bingung. Kelly, siapa Kelly? Padahal tidak ada siapapun disekitarnya saat ini.

"Dasar kamu, kelabang nakal" gelaknya.

Kelabang? Dimana kelabang nya? Yang benar saja, gak mungkin kelabang nya ada disekitar sini kan?

Ara mulai melihat sekelilingnya dengan bantuan sinar rembulan, matanya tak sengaja melihat sesuatu yang bergerak mendekati dirinya.

"Argh, kelabang!," teriakan Ara yang kuat membuat orang-orang yang mencarinya tadi mendengarkan suara itu.

"Sial, itu pasti suaranya. Kejar!," teriak Tasya.

Ara membekap mulutnya dan mulai berlari kembali.

Harus sejauh apa sih gue lari?

Napasnya yang tersengal, bibir yang pucat dan kering karena tak dipertemukan dengan air sejak tadi. Dadanya yang mulai sesak, karena dipaksa untuk berlarian kembali. Pandangannya sudah mulai berkunang-kunang, dan akhirnya ia jatuh pingsan.

Seseorang yang mengejarnya tadi telah sampai diposisi Ara pingsan sekarang.

"Bangsat, jalang sialan ini benar-benar membuat gue bekerja dua kali lipat malam ini" umpat Tasya sambil menarik rambut Ara.

"Kalian" tunjuk Tasya pada dua bodyguardnya.

"Angkat dia, dan kita kembali ke rumah itu" titahnya.

"Siap bos" bodyguard itu mulai mengangkat Ara dan menaruhnya di pundak besarnya itu. Gendongan ala karung beras, begitulah namanya.

***

"Liam, kami bawa princess lo kembali!," teriak Tasya hingga menggelegar diseluruh ruangan.

Liam yang mendengar teriakan Tasya langsung berlarian kebawah untuk menemui sang pujaan hati. Namun, ketika melihat kondisi calon istrinya yang begitu mengenaskan membuat wajah Liam marah.

"Gue sudah bilang, jangan sampai dia kenapa-napa. Kenapa lo gak dengar perintah gue hah?," teriak Liam tepat dihadapan Tasya.

"Jangan salahkan gue bangsat. Salahkan jalang ini, jika dia tidak--" belum habis pembicaraan Tasya, sebuah tamparan telah melayang dengan lajunya tepat di wajah cantiknya. Tamparan itu cukup membuat orang sekitar terkejut dibuatnya.

"Jangan pernah mengatakan kata-kata yang tidak pantas tentang Kinara melalui mulut kotor lo itu. Lo mengerti?," peringat Liam pada Tasya kemudian mengambil alih Ara dan menggendongnya ala bridal style menuju kamar Ara yang terkurung semula.

***

"Kalian semua, kepung tempat ini, dan berhati-hatilah. Sandera masih berada di tangan penculik. Kita tidak tau apa yang ada di tangannya saat ini" titah polisi yang bergerak bersama Angga.

Angga tidak mematuhi perintah, ia langsung mendobrak pintu itu dan berteriak memanggil nama Liam. Tapi, tidak ada satu orangpun yang menyahuti.

"Tuan Angga! Cepat susul dia kedalam" teriak polisi itu.

Tempat ini sedikit aneh, seharusnya disekitar tempat ini telah terdapat bodyguard yang menjaganya. Tapi, dari awal mereka sampai bahkan ia telah masuk ke rumah ini pun, tak ada satu orangpun didalamnya.

"Pak, kami menemukan ponsel yang dilacak tadi. Tidak ada siapapun didalam rumah ini, mungkin kita telah ditipu, pak" ujar salah seorang bawahan polisi itu.

"Sialan! Ralvi!," teriak Angga.

"Iya pak."

"Ke rumah utama Darmawangsa sekarang!," titahnya dengan nada rendah.

Tanpa banyak bertanya, Ralvi langsung siap siaga mengambil mobil dan mereka melesat ke rumah utama Darmawangsa.

***

Aura Angga saat ini dipenuhi dengan amarah. Ia langsung mendobrak pintu itu dan memasuki rumah sambil berteriak memanggil semua orang.

"Kalian, cepat keluar!," teriak Angga seperti orang gila.

"Angga, kenapa kamu berteriak tengah malam begini. Apa kamu tidak tau kalau semua orang lagi tidur? Kebodohan apa yang sedang kamu lakukan sekarang?," ujar bibinya yang menghampiri Angga. Bahkan semua anggota keluarga berkumpul karena terganggu oleh teriakan Angga.

"Bagus, sepertinya saya tidak perlu mencari-cari lagi. Katakan dimana Liam, Nyonya Harmita?," tanya Angga yang berjalan mendekati Harmita, mamanya Liam.

"Apa yang kamu katakan? Liam tidak ada disini. Dia berada di luar negeri sekarang" ujar Harmita ketakutan.

"Hahh, jangan membuat saya bertanya untuk kedua kalinya. Saya tau kalau anda mengetahui dimana keberadaan anak anda sekarang" ujar Angga menatap Harmita datar.

"Aku bersumpah, dia pamit kepadaku semalam. Dia mengatakan kalau dia pergi ke luar negeri. Dia mengurus bisnis pamanmu yang ada di China" ujar Harmita yang menatap Angga dengan sungguh-sungguh.

"Argh, bangsat!," teriak Angga kesal.

Tiba-tiba Angga terpikirkan sesuatu, "apa akhir-akhir ini Liam membeli sesuatu dengan nominal yang begitu besar?," tanya Angga pada Harmita.

"Hei nak, jangan mengintimidasi bibi mu. Apa yang bibi mu katakan itu semuanya benar. Liam berpamitan pada kami semua semalam" ujar Jaya memasuki pembicaraan.

"Sepertinya saya sudah mengatakan ini sebelumnya pada anda, bahwa Liam terlibat penculikan istri saya" ujar Angga sambil menatap Jaya.

"Hei, jangan menuduh putraku sembarangan. Bukti apa yang kamu punya hah? Berani-beraninya kamu menuduh keturunan Darmawangsa?," teriak Harmita tak terima.

"Ralvi, berikan semua bukti pada mereka" ujar Angga dan Ralvi dengan sigap melakukan perintah Angga.

"Jawab pertanyaan saya tadi Nyonya Harmita. Apa Liam akhir-akhir ini pernah membeli sesuatu dengan nominal di luar dugaan?," tanya Angga kembali.

"Se...seingatku dia membeli sebuah tanah di hutan XXX" jawab Harmita karena sudah tak tahan lagi dengan aura intimidasi yang dipancarkan oleh Angga.

"Ralvi, bergerak sekarang" mereka pergi begitu saja meninggalkan orang-orang yang mulai melihat sebuah rekaman yang diberikan oleh Ralvi.

***

Liam mengusap wajah Ara penuh kehati-hatian. Ia mulai membersihkan wajah itu menggunakan lap yang bersih serta air hangat.

"Kenapa kamu bisa menjadi seperti ini, sayang? Coba saja kamu tidak melakukan permainan kucing dan tikus itu. Pasti kamu akan baik-baik saja disini. Aku akan memperlakukanmu dengan hati-hati" ujar Liam yang masih membersihkan kotoran yang ada di wajah Ara.

"Andai saja kamu mendengarkan perkataan ku, maka kamu tidak akan berakhir seperti ini" ujarnya kembali.

Suara ketukan pintu membuyarkan haluan Liam. Liam melihat kearah pintu dengan tatapan yang tajam.

"Maaf mengganggu waktu romantis lo. Ada yang mau gue bicarakan sama lo. Lo bisa keluar sekarang kan?," ujar Tasya dengan wajah yang santai. Tasya benar-benar tak ada takut-takutnya, padahal ia sudah ditampar dengan keras oleh Liam. Namun, ia merasa tidak ada sesuatu yang terjadi.

"Keluarlah, gue tidak ingin bicara dengan siapapun sekarang. Kita akan berbicara besok pagi. Pergi dan jangan lupa tutup pintunya kembali" usir Liam yang membuat perasaan Tasya sedikit kesal dibuatnya.

"Dasar psikopat gila" umpat Tasya yang dapat didengar oleh Liam.

"Sekarang tinggal kita berdua lagi sayang" Liam kembali mengusap wajah Ara dengan penuh kelembutan.

Ara sebenarnya sudah siuman dari beberapa menit yang lalu. Dia sangat jijik ketika tangan itu menyentuh wajahnya. Namun tubuhnya sudah terlalu lelah, bahkan tangannya pun tak dapat ia gerakkan.

"Kenapa kamu bisa melupakan aku Kinara? Padahal dulu kamu sangat baik padaku" ungkapan Liam membuat Ara terheran, kapan mereka bertemu? Dia juga ingat, ketika pertama kali mereka bertemu di acara rumah utama, lelaki ini juga mengatakan hal yang sama. Apa yang telah ia lewatkan selama ini?

To be continue

My Wife is Mine ✔Where stories live. Discover now