MWiM 31

145 6 0
                                    

Pintu kamar itu terbuka, Ara yang melihat-lihat fotonya didinding mengalihkan perhatiannya ke pintu itu.

"Siapa?," teriak Ara.

"Oh? Ternyata sudah bangun ya," suara pria itu terdengar tak asing di telinga Ara.

"Selamat malam, sayang," ucapan itu membuat Ara membulatkan matanya.

Sudah berapa lama ia pingsan? Padahal tadi masih jam 2 siang.

"Apa yang lo lakukan, Liam?," tanya Ara dengan tatapan yang dingin.

"Oh ayolah, jangan bersikap dingin padaku. Aku tidak akan melakukan tindakan yang jahat padamu, selama kamu tidak melakukan perbuatan yang aku benci," ujar Liam meletakkan nampan yang berisi makanan di atas meja.

Ara tidak menghiraukan perkataan Liam, dia berjalan menuju pintu itu. Namun, langkahnya ditahan oleh Liam, lengannya di cengkram sangat kuat, dan membuat Ara meringis kesakitan.

"Lepaskan brengsek!," Ara membanting Liam, dan membuat pria itu meringis kesakitan.

Tak membuang waktu, Ara langsung berlari keluar rumah. Ternyata pelariannya itu tak semudah yang ia bayangkan, di dekat tangga terdapat dua orang pria yang berbadan besar.

"Sial, yang benar saja. Gue bukan petarung," Ara memutar otaknya dan memikirkan segala cara sambil melihat-lihat sekeliling.

Entah kebaikan apa yang ia lakukan sebelumnya, sepertinya Tuhan menyayangi dirinya. Ia melihat sebuah vas bunga kecil yang cukup dalam genggamannya.

Ia segera mengambil vas bunga itu dan memukul erat tepat di kepala belakang kedua pria berbadan besar. Mereka berdua tumbang, dan kepalanya mengeluarkan darah segar yang cukup banyak.

Untuk berjaga-jaga, Ara tetap membawa vas bunga itu di tangannya dan berjalan keluar rumah.

***

Diposisi Liam

"Argh, bangsat. Sakit banget lagi, gue lupa kalau dia sabuk hitam taekwondo," Liam mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.

"Kenapa?."

"Hei, Tasya. Kinara kabur dari rumah. Lo dimana sekarang?."

"Gue sedang menuju ke rumah itu."

"Ok, sekalian cari Kinara itu. Bodyguard gue jatuh oleh gadis itu, sepertinya dia menggunakan sesuatu, kepala mereka berdarah."

"Terus, gak lo bawa tu dua orang ke rumah sakit?."

"Buat apaan? Buang-buang duit. Gue matikan ya, pastikan gadis itu lo tangkap lagi. Dan pastikan juga tak ada luka lecet apapun di tubuhnya. Dia pasti belum jauh dari sini, karena ini sudah jam 9 malam, dan diluar sana juga gelap. Lo mungkin akan mudah menemukan suara langkah kakinya, karena tempat ini sunyi."

"Iya, cerewet lo."

Bagaimana Liam dan Tasya saling kenal antara satu sama lain? Begini ceritanya.

Beberapa bulan yang lalu

Disaat Tasya dipermalukan oleh Angga di pesta ulang tahun pernikahan orang tuanya. Liam tak sengaja melihat gadis itu yang menangis sesegukan di parkiran lantai bawah. Ia kebetulan baru sampai di acara paman dan bibinya itu.

"Argh, bangsat. Kenapa cewek gatal itu yang harus mendapatkan Angga?," Liam mendengar nama Angga dari mulut gadis itu.

Ia menghampirinya dan menyapanya, "hei, lo gak papa kan?."

Ia menengadahkan kepalanya dan menatap Liam dengan wajah memerah dan mata yang berlinang air mata.

"Gak usah sok peduli lo, pergi lo," gadis itu berdiri dan menepuk bajunya.

"Apa Angga yang lo maksud adalah Angga Darmawangsa Putra?," ucapan Liam membuat langkah gadis itu terhenti.

"Lo kenal dia?," tanyanya.

"Tentu, dia sepupu gue," jawab Liam.

"Gue akan bantu lo buat mendapatkan Angga. Tapi, lo harus bantu gue untuk mendapatkan istrinya. Lo mendapatkan suaminya, gue mendapatkan istrinya, bagaimana?," tawaran Liam begitu menggiurkan terdengar di telinga.

"Ok, gue setuju. Btw, nama gue Tasya, lo?," tanya Tasya.

"Liam," mereka berdua berjabat tangan dan tersenyum jahat.

Mereka mulai merencanakan rencana busuk mereka. Dimulai dari mencari-cari informasi tentang Ara dan juga Angga. Liam juga meletakkan alat pelacak di tas yang digunakan Ara. Liam selalu berada di sekeliling Ara, dan itu adalah kesempatan Liam untuk menempelkan alat pelacak itu.

Mereka sebenarnya sudah mencoba berulang kali untuk menculik Ara, namun kedua temannya selalu berada disekelilingnya hingga membuat mereka harus mengundur rencana itu. Hingga pada saat itulah, rencana mereka berhasil total.

Kembali ke masa sekarang

Disinilah mereka, di hutan belantara. Hutan yang telah dibangun rumah oleh Liam sejak dulu, akhirnya rumah itu bisa ia tempati sekarang. Ia akan menikahi gadis pujaannya dan tinggal di rumah ini, memiliki anak yang tertawa bersama mereka. Canda tawa anak kecil di rumah, melakukan hal-hal tak senonoh dengan gadis pujaannya, dimana saja dan kapan saja.

Pikiran Liam telah terbang kemana-mana hingga menimbulkan pemikiran yang cabul di otaknya.

"Ahh," Liam mendesah ketika membayangkan hal-hal yang menyenangkan bersama gadis pujaannya yang tak lain adalah Ara.

"Aku tidak sabar untuk segera menikahimu, Kinara sayang," ia mencium foto Ara dan menghirup foto itu seakan-akan itu adalah Ara sendiri.

***

"Kamu sudah menemukan lokasinya?," tanya seorang pria dengan nada yang datar.

"Maaf tuan, kami belum menemukan jejak nyonya muda," mendengar jawaban itu membuat Angga lebih emosi.

Ia menghempaskan gelas yang ada di mejanya, pecahan gelas kaca itu begitu nyaring dan membuat anak buahnya ketakutan.

"Apa yang kalian lakukan selama 3 jam tadi? Apa kalian bekerja dengan sungguh-sungguh?," Angga menatap anak buahnya dengan dingin yang dapat membuat bulu meremang ketakutan.

"Maaf tuan, kami akan melanjutkan kembali," mereka lari terbirit-birit dan melanjutkan pekerjaannya.

"Ralvi, apa kamu sudah menanyakan pada teman-temannya?," tanya Angga.

"Sudah pak, tidak ada satu orang pun diantara mereka yang berinteraksi langsung dengan nyonya hari ini," jawab Ralvi dengan rasa menyesal.

"Brengsek," Angga memukul meja dengan sangat kuat hingga membuat suara dentuman keras.

Beberapa jam yang lalu, Angga pulang dari kantornya dan memasuki rumah dengan perasaan yang gembira berharap sang istri cantiknya menyambut dirinya pulang.

Ia masuk dan menunggu istrinya selama 1 jam di rumah. Ia juga menghubungi sang istri beberapa kali, namun tetap tak kunjung di balas ataupun di angkat. Ia juga sudah menelpon orang tua mereka, mungkin ia singgah ke rumah mereka, namun hasilnya nihil.

Angga sudah mulai khawatir, ia langsung menghubungi informan kepercayaannya dan meminta ia untuk melacak keberadaan sang istri. Ia sudah melihat gps sang istri, namun sinyal gps itu hilang begitu saja, itulah yang membuat Angga lebih khawatir.

Dan inilah kondisinya saat ini, baju yang tak dikancing lagi tepat dua kancing atas. Rambut yang acak-acakan, rumah yang berantakan karena pecahan gelas. Ralvi menatap bosnya itu dengan prihatin. Begitu besar dampak kepergian nyonya mereka terhadap bos mereka ini.

Tiba-tiba Angga menegakkan kepalanya dan berdiri dari kursinya.

"Ralvi, saya kepikiran sesuatu. Entah ini benar atau tidak, kemungkinan besar jawabannya ada pada Liam. Coba kamu hubungi Liam, jika tidak di angkat, lacak ponsel bajingan itu," ujar Angga, kemudian Ralvi bergegas melaksanakan perintah bosnya.

"Liam, jika ini benar-benar permainan darimu, maka jangan salahkan aku untuk memusnahkan dari dunia ini," Angga menatap lurus penuh benci dan juga tajam.

To be continue

My Wife is Mine ✔Where stories live. Discover now