MWiM 39

179 5 1
                                    

Hari ini adalah hari yang paling membahagiakan bagi seorang Ara. Akhirnya, dia bisa pergi ke Swiss. Negara yang sangat ia impikan untuk datang kesana.

Mereka pergi ke bandara diantar oleh kedua orang tua mereka, berpamitan, dan tak lupa juga menitip pesan untuk dibelikan oleh-oleh.

"Hati-hati di jalan. Dan bersenang-senanglah kalian berdua disana."

"Pak, tolong jangan terlalu lama berlibur nya. Pekerjaan Bapak sudah terlalu banyak menumpuk, lama-lama saya bisa menjadi bujang tua pak," ucap Ralvi meratap nasibnya.

"Iya, iya. Setelah saya pulang nanti, saya akan memecatmu dan mencari sekretaris yang baru," jawab Angga sinis.

"Tidak pak, saya hanya bercanda. Semoga perjalanannya menyenangkan, pak," Ralvi membungkuk dan tersenyum pada Angga.

***

14 jam lamanya perjalanan menuju Swiss. Untungnya mereka memesan tiket vip, jadi setidaknya mereka nyaman didalam pesawat.

Jika ada yang menanyakan kenapa tidak menggunakan pesawat pribadi? Dia tidak sekaya itu untuk bisa membeli pesawat. Pesawat tidaklah semurah harga bangunan yang ia beli untuk istrinya. Dia memang kaya, tapi tidak sampai batas billionaire.

Hari juga sudah larut malam, mereka langsung menuju ke hotel yang telah di pesan sebelumnya.

Keesokan paginya

"Good morning Swiss," sapa Ara yang membuka tirai jendela dengan pemandangan salju. Untungnya semalam mereka berangkat tak terjadi hujan salju.

Mereka berangkat di bulan Desember awal. Karena mengingat akhir Desember Ara akan wisuda, makanya mereka berangkat di awal Desember dan bertepatan di musim dingin.

"Mas suami," panggil Ara kemudian mengecup pipi sang suami dengan tujuan untuk membangunnya.

"Selamat pagi sayang," sapa Angga yang baru saja membuka matanya.

"Selamat pagi juga."

Perjalanan mereka ke Swiss akan dimulai dari hari ini hingga 15 hari kedepan. Beberapa turis umumnya melakukan perjalanan sekitar 7-10 hari, tetapi karena ia sangat mencintai istrinya, makanya ia mengambil perjalanan selama 15 hari.

"Ayo kita jalan-jalan," ajak Ara.

"Sepagi ini?"

"Iya, kita main ski, snowboarding, treking. Masih banyak arena dan tempat-tempat lainnya yang wajib kita kunjungi. Sayang kan, sampai disini kita hanya tidur-tiduran di hotel saja."

"Tapi sayang, kita masih ada 14 hari lagi. Tidak usah terburu-buru. Kita nikmati honeymoon di kamar saja dulu seharian ini," goda Angga yang menaik turunkan alisnya.

"Apa? Tidak!" teriak Ara histeris ketika Angga menarik tangannya dan mengukungnya di atas ranjang.

***

"Akhh, papa! Tidak bisakah papa mengeluarkan aku secepatnya dari penjara busuk ini?" amuk Tasya.

Setelah kejadian penculikan itu, Tasya di penjara selama 15 tahun dengan tuntutan penculikan serta menyandera korban menggunakan senjata api.

"Seharusnya kamu tidak usah melakukan hal yang hina seperti itu! Karena ulahmu, papa menjadi bangkrut. Client papa menarik kerja sama beserta saham-sahamnya."

"Seharusnya dari awal papa harus bisa membuat Angga menjadi milikku. Jika bukan karena papa, ini semua tak akan terjadi. Pokoknya papa harus membayar polisi-polisi yang ada disini. Agar aku mendapatkan pembebasan bersyarat."

Papa Tasya menggelengkan kepalanya dan menunduk sedih akan perilaku yang ditunjukkan sang putri. Dia tak menyangka bahwa semua ini akan berakibat fatal. Jika saja sedari awal mereka tidak pernah dikenalkan, maka semua itu tak akan pernah terjadi.

"Renungkanlah perbuatan mu selama dipenjara ini. Lakukan perbuatan yang baik, agar hukuman yang kamu dapatkan bisa berkurang. Papa pergi dulu," papanya meninggalkan dirinya sendiri.

"Papa! Papa! Jangan pergi! Papa harus mengeluarkan aku dari sini, papa!" teriak Tasya seperti orang gila, hingga petugas polisi langsung menariknya keluar dari ruangan pengunjung. Ia masih memberontak seperti orang gila dan memanggil papanya dengan kuat.

Di tempat Liam, mamanya saat ini sedang menangisi keadaan putranya yang malang. Ia datang bersama ayahnya yang berarti adalah kakeknya Liam yang bernama Jaya.

Liam dihukum 20 tahun penjara. Ia dihukum lebih berat dari Tasya, karena dialah dalang dari penculikan tersebut. Bahkan ia juga sempat menikam seseorang, hingga membuat dirinya lebih lama dipenjara dibandingkan dengan Tasya.

"Ya Tuhan, sayang. Bagaimana bisa seperti ini? Kenapa kamu melakukan hal yang seperti itu?" ucap Harmita mamanya Liam meraung-raung.

"Liam, kamu tau, kakek tidak akan mengeluarkan kamu dari penjara ini. Setidaknya kamu bisa introspeksi dirimu sendiri," ucap Jaya.

"Saya tau kek. Lagipula, saya tidak menyesal dengan apa yang telah saya lakukan. Saya hanya perlu melakukan hal baik disini, dan keluar. Kemudian saya akan berusaha kembali merebut Kinara dari kak Angga," Liam menatap kakek dan mamanya, mengeluarkan smirk jahat, kemudian tertawa jahat yang membuat mama dan kakeknya merinding ketakutan.

"Lagian, kakek juga tak pernah peduli pada saya kan? Buat apa kakek repot-repot mengurus saya?" ucapnya menatap Jaya datar.

"Oh dan mama. Jika saja mama tak pernah mengatakan pada bajingan Angga itu, kalau aku membeli tanah disana, maka saat ini mama sudah memiliki seorang menantu. Tapi, sepertinya mama tidak menginginkannya," ucap Liam mengeluarkan smirk jahatnya.

Ia berdiri dan langsung menggebrak jendela penghalang antara mereka, hingga membuat bunyi dentuman yang kuat, membuat mereka berdua terkejut oleh kelakuan Liam yang tiba-tiba berubah agresif.

"Haha, kalian semua adalah manusia paling keji yang pernah gue temuin, haha. Hanya Kirana seorang yang bisa memanusiakan gue di dunia ini. Enyahlah kalian berdua dari hadapan gue, dan jangan pernah mengunjungi gue lagi. Kalian berdua bahkan lebih busuk dari sampah di jalanan," ucapnya ngaur.

Ucapan yang di katakan oleh Liam tadi benar-benar membuat mereka berdua terkejut. Kemudian, Jaya menepuk pundak Harmita.

"Ayo kita pulang. Dia sudah tak bisa kita selamatkan," ucap Jaya menggelengkan kepalanya pada mama Liam.

"Tapi ayah, dia putra ku. Dia cucu ayah, bagaimana bisa kita meninggalkan dia seorang diri didalam kelam dan kejamnya penjara itu?" teriak Harmita tak karuan hingga teriakan itu berubah menjadi isak tangis.

"Sudahlah, ayo kita kembali dulu. Lihatlah putramu itu, dia bukanlah Liam yang kita kenal dulu," ucap Jaya mengungkapkan fakta yang ada didepan matanya ini. Dia seperti tak mengenali pria yang berada di balik jendela penghalang itu. Dia...dia bagaikan iblis yang siap melahap siapapun yang ada didekatnya.

"Ya, pergilah kalian sampah dunia, haha," ucapnya kembali dan masih dengan tawa jahatnya.

"Tidak nak, apa yang kamu katakan," ucap mamanya sendu.

Jaya menarik tangan Harmita keluar, namun ia memberontak tak ingin dibawa. Tetapi, Jaya masih kekeuh menyeret lengan wanita itu untuk keluar dari sana.

"Ayah, kenapa ini bisa terjadi?" tanyanya tak percaya.

"Seharusnya ayah membantunya dulu sebelum persidangan dilakukan. Seharusnya ayah menyewa pengacara yang lebih handal, agar putraku tak memasuki penjara hina itu," teriaknya tak terima.

"Harmita!" bentak Jaya membuat Harmita takut.

"Sadarlah! Itu semua karena perbuatan putramu yang melenceng pada aturan, dia sudah melakukan kejahatan! Dia menculik istrinya Angga, bahkan sampai menusuk Angga. Kamu tau? Angga bertaruh nyawa dibuatnya!" teriak Jaya menjelaskan agar mata pikiran Harmita terbuka.

"Ya...ya, ini semua adalah ulah jalang yang tak tau diri itu! Seharusnya dia lenyap saja dari dunia ini. Jika dia tak pernah bertemu dengan putra kesayanganku, maka itu semua tak akan pernah terjadi," ucapnya bertele-tele.

Jaya hanya bisa menundukkan kepalanya malu, apa yang sudah salah sebenarnya? Kenapa keluarganya bisa hancur seperti ini? Apa awal mula permasalahan ini, sampai berakhir begini? Dia tak bisa lagi memikirkan apapun, dia tak tau bagian mana yang salah hingga memberikan akhiran seperti ini.

To be continue

My Wife is Mine ✔Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt