🍂Membekas🍂

554 68 3
                                    

Malam ini dan esok harinya ia masih tengah sibuk merapikan atau merevisi kembali skripsi yang telah ia buat

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Malam ini dan esok harinya ia masih tengah sibuk merapikan atau merevisi kembali skripsi yang telah ia buat. Setelahnya, ia kembali menemui Dosen pembimbing untuk dikoreksi kembali dan meminta pengesahan agar bisa ke tahap selanjutnya. Hingga waktu wisuda pun akan ia jalani. Ini lah yang menyebabkan ia tak bisa membantu urusan di tokonya. Ia menyerahkan semuanya kepada team kepercayaannya.

Berbaring telentang dan menyelimuti dirinya. Menatap ke atas terperangkap dalam lamunannya.
‘Aku ingin berkomitmen ke kamu kalau aku akan menjaga hati aku ini untuk kamu. Sembari aku memfokuskan diri untuk mendapatkan gelar aku sebagai Dokter. Dan aku akan menabung untuk bekalku melamarmu. Aku benar-benar mencintai kamu Aira. Kamu bisa kan juga berkomitmen ke aku?.’
Pengungkapan tulus Dafa selalu terngiang-ngiang dalam pikirannya.

Selama ini, Aira terus berusaha menghindar. Menjaga jarak dengan Dafa. Dafa terus berharap agar Aira menerimanya. Aira bingung dengan hati dan pikirannya. Semua ada sebab. Sebab kenapa ia memilih menjauh dan tak bisa menjawab. Lagi pula, Aira masih takut. Merasa takut menjalani suatu hubungan dengan siapapun lawan jenis yang berusaha mendekatinya.

Aira pernah tumbuh dengan rasa benci dan dendam dengan sosok pria yang seharusnya bertanggung jawab dalam keluarganya. Sosok Ayah tak ia temukan. Perlakuan kasar dan seenaknya terus ia dan Ibunya terima.

“Jangan ikut campur kehidupanku!!”
PLAKKK!
Sudah tak terhitung berapa kali pria tua itu menampar Ibunya. Aira terus mengamati dengan rasa geram. Aira remaja telah diuji untuk selalu memberontak dengan perlakuan Ayah kandungnya sendiri. Ia mencoba melerai dengan mendorong kuat tubuh pria itu.
“Jangan terlalu kasar dengan Ibuk!! Bapak yang salah!! Kenapa Ibuk yang Bapak salahkan?! Aira benci Bapak!! Aira benci!!!”
“Kamu dan Ibuk kamu sama saja!!!”
PLAKKK! BUGHHH!
“Mas!! Berhenti Mas! Jangan pukul Aira, jangan pukul anakku!!”

“Aku minta cerai Mas!!” Pinta desak Ibu Aira.
“Cerai kamu bilang?!”
Akhhh....! Mas, lepas Mas!! Hiksss.... Hiksss....”
Pria itu kembali menjambak kuat rambut panjang Ibu Aira. Aira yang menangis terus memukul-mukul Bapaknya yang tak punya hati.

“Aku gak akan membiarkan kamu pergi dariku!!!”
“Bapak jahat!! Bapak selalu pergi dengan perempuan lain, Bapak gak pernah memberi nafkah ke Ibuk, Bapak selalu berhutang dengan rentenir. Bapak habiskan uang hanya untuk perempuan kotor itu. Aira gak mau punya Bapak yang gak bisa diandalkan!!”

BRAKKK.......!! Lemparan kursi hampir mengenai tubuh kecil Aira.
“Tolong ajarkan anak kurang ajar ini sopan santun!! Jangan memancingku untuk berbuat kasar Aira!!!”

Kepergian Bapaknya meninggalkan rasa sesak dan hancur hati yang terus berulang Ibunya rasakan. Aira memeluk erat tubuh Ibuk dan terikut menangis meratapi kehidupan mereka yang tak lagi bahagia.

Bayangan itu terus membekas selalu dalam ingatan Aira. Semua yang terjadi selama 7 tahun lalu itu memberi dampak pada dirinya yang sangat menutup diri dari seorang pria.

“Ya Allah.... jaga dan lindungiku ya Allah. Ridhoi setiap langkahku. Aku meyakini rencana indah darimu akan ada untukku. Aku hanya ingin dikelilingi oleh orang-orang baik. Dikelilingi orang-orang beriman. Aku mohon ampun dan berserah diri atas apa yang berlaku terhadapku ya Allah. Amin yaa rabbal alamin....”
Menghapus bulir air mata dan mulai mengatupkan kelopak matanya. Terlelap dalam tidur yang sangat damai ia rasa.

💐~💐

Sudah 2 hari ini Fauzan terus menerus mengunjungi toko Aira. Tapi satu pun tak ada kesempatan untuk menemukan paras manisnya. Sebenarnya, ia ingin sekali menghubungi Aira setelah kemarin nomor itu sempat ia dapatkan dari karyawan toko. Ia ragu. Ia tak ingin terlalu lancang. Ia takut Aira akan merasa risih. Ia harus mendekatinya secara perlahan-lahan. Sepertinya Aira bukan seseorang yang mudah untuk didapatkan. Terlihat dari sikap cuek dan juteknya.
“Dari dulu pun, sikap dingin kamu membuatku semakin penasaran Aira.”

Drrtttt.... drrtttt.... Getaran handphone pertanda seseorang sedang melakukan panggilan.
“Arbani?”
Nama teman lama. Senyum terlihat sumringah.

“Hai Bro! Arbani Yazid. Sahabat lamaku!!”
“Sahabat lama? Apa posisiku sekarang sudah tak lagi sahabatmu Fauzan?”
Tertawaan Fauzan mengundang tawa lawan bicaranya.

“Aku to the point saja Zan. Aku tidak tahu lagi bagaimana cara memaksamu untuk bertemu. Weekend besok, aku mengundangmu dan lainnya untuk berkumpul seperti dulu di rumahku. Aku tahu kamu super sibuk. Seorang Businessman yang selalu susah untuk mengatur waktu.”
“Eh.... eh.... eh.... Sudahlah Arbani! Aku tahu, aku memang jarang berkumpul lagi dengan kalian. Aku minta maaf, Arbani Yazid.”
“Selalu ku maafkan. Aku bukannya manusia yang tak berhati. Kapanpun pintuku selalu terbuka untuk kalian semuanya sahabat-sahabatku.”
“Ok, My Bro!! Tapi.... I-ibuk.... juga hadir? Hmm.... aku kangen dengan Ibuk.” Alibi Fauzan.

Dalam hati, Fauzan ingin sekali menanyakan apakah Aira juga ikut menghadiri atau tidak.
“Pastilah Zan. Ibuk dan juga Aira selalu bisa ku andalkan untuk penyediaan makanan. Hahaha....”
Mereka saling tertawa dengan celetukan Arbani. Diam-diam Fauzan kegirangan dengan pengakuan Arbani.

“Oh, iya. Aku lupa mengabari kamu Zan. Aira sudah lama balik ke sini. Dia sudah lebih baik dari sebelumnya. Aku gak akan melupakan jasa-jasa kamu Zan. Kamu harus bertemu dengannya. Aku rasa Aira perlu tahu semua cerita yang sebenarnya."

Fauzan memikirkan maksud akhir perkataan Arbani. Cerita lama, peristiwa lama. Dengan cepat Fauzan menolak ide Arbani yang ia tak ingin hal itu terbongkar. Entah kenapa? Yang jelas, ia hanya ingin semua terbungkus rapi tanpa ada satu orangpun mengingatkan peristiwa itu lagi kepada Aira. Ia rasa, itu juga aib bagi Aira. Tak layak untuk diingatkan kembali.

“Jangan Arbani! Tetap simpan saja peristiwa lama itu. Aku rasa itu tidak terlalu penting. Yang terpenting, sekarang aku akan bersyukur kalau Aira benar-benar bisa melupakan pengalaman buruknya itu.”

‘Aku ingin hal itu tetap dirahasiakan. Karena aku gak mau Aira mengingat kembali masa-masa suram lamanya yang mungkin sangat membekas diingatannya. Arbani sempat mengabari, kalau dulu Aira mengalami trauma berat. Berhari-hari selalu mengurung diri dan menyendiri ketakutan. Masa lalu biarlah berlalu. Tak perlu dibahas lagi di masa yang sekarang.’

Fauzan semakin uring-uringan ingin sekali bertemu wanita pujaannya. Ia rasa, weekend besok harus ia sempatkan untuk hadir. Ia ingin sekali menatap wajah Aira.

“Baiklah Zan. Aku juga tidak mau Aira terpikir kembali hal-hal yang kelam yang pernah ia hadapi dulu.”
“Iya Arbani. Weekend akan aku pastikan datang My Bro.”
“Harus Zan! Aku rindu dengan kalian semuanya. Apalagi kamu yang sangat susah untuk ku temui.”
Panggilan itu berakhir dengan canda tawa sebagai penutupnya.

“Falling in love. Aku rasa.... aku sudah benar-benar mencintai kamu Aira. Lebih dalam dari sebelumnya. Dulu aku bingung mengartikan perasaanku. Sekarang, aku benar-benar ingin memilikimu Aira.”

Fauzan menenggak habis Wiskinya. Dan meninggalkan area Balkon. Berbaring di ranjang king sizenya.
“Huffftttt.... kapan aku bisa merasakan indahnya tidur seranjang dan hidup seatap dengan jodoh yang belum aku ketahui.”
Sepanjang malam ia terjaga. Bingung memikirkan masa depan yang belum jelas adanya.

Bersambung....

Menanti LillahWhere stories live. Discover now