🍂At Home🍂

682 68 9
                                    

Beginilah keseharian Aira kalau sudah berada di rumah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Beginilah keseharian Aira kalau sudah berada di rumah. Tempat ternyaman ialah dapur. Segala macam menu tengah ia coba buat.

"Menu baru lagi Aira?"
Sapaan sang Ibu yang memperhatikan gesitnya Aira menata indah makanan-makanan di wadah.
"Iya, Buk. Nanti Ibuk nilai ya! Kalau sekiranya Ibuk suka, Aira jadikan ini sebagai menu baru di toko Aira."
"Alhamdulillah.... Ibuk senang dengan usaha kamu ini Aira. Kamu sudah lebih fokus dengan sesuatu yang bermanfaat untuk kamu lakukan."

Aira menyudahi aktivitasnya. Meraih kedua tangan Ibu yang sudah mulai keriput. Ia menatap sendu kedua tangan itu.

"Aira bersyukur mempunyai Ibuk yang selalu gak pernah bosan ngejaga Aira, mendidik Aira dan mengenalkan Aira mana yang benar mana yang salah. Aira minta maaf berulang kali ke Ibuk sebab dulu Aira sudah sering membuat Ibuk menangis, Ibuk putus asa, menahan malu kelakuan Aira."

Ibu mengelus pipi Aira yang sudah dibasahi air matanya.
"Semua belajar dari kesalahan Aira. Ibuk juga pernah buat salah. Alhamdulillah, sampai sekarang pun kita masih dalam lindungan Allah. Sekarang, jangan berhenti berdoa mohon ampun ya Nak. Allah Maha Pengampun bagi hambanya yang benar-benar ingin bertobat."

Aira memeluk tubuh sang Ibu. Menangis tersedu dalam dekapan hangat yang selalu menjadi penguat dan pelindungnya selama ini. Pembangkit semangat yang dulu ia pernah merasa putus asa dan tak ikhlas dengan yang ia lalui.

💐~💐

"Gimana perkembangan Resort kamu Fauzan?"
"Kemarin sempat ada masalah Ma. Cuma sekarang udah clear. Fauzan minta maaf ya Ma, terlalu sibuk beberapa minggu ini. Sesekali, Fauzan sendiri yang harus turun tangan. Terlalu mengandalkan bawahan ternyata kinerja mereka berantakan."

Mengerutkan sebentar pelipisnya. Pembicaraan Fauzan terekam oleh Papa yang sejak tadi masih terdiam menikmati makan malam mereka.

"Sudah Papa berikan kamu peluang bisnis yang Papa kelola, eh, kamunya gak mau. Sekarang pusing sendiri kan. Enggak gampang Fauzan." Celetuk Papa seakan mengolok.

Fauzan mendongakkan kepalanya agar bisa menandingi kepercayaan dirinya saat berargument dengan sang Papa.
"Kalau mahir sendiri kenapa harus mengharapkan orang lain."
"Tapi percuma susah payah Papa membangun bisnis untuk keluarga kalau tetap saja tidak ada yang mau meneruskan. Umur tidak ada yang tahu Fauzan. Siapa yang akan menggantikan Papa nantinya?"
"Pa, jangan terlalu serius ngebahas umur. Lihat tuh Mama! Langsung murung dengar omongan Papa yang terlalu mendramatisir." Terkekeh di sela-sela gurauannya.

Papa tersenyum konyol berusaha membujuk istrinya. Fauzan memalingkan wajahnya sebab ia kesal jika Papa dan Mamanya sudah berperilaku seromantis itu di hadapannya. Ia seperti nyamuk di antara mereka berdua.

"Pa, Ma, udah dong! Lagi makan nih. Gak ingat umur banget."
"Iri ya? Makanya nikah!!" Amuk Mama.
Fauzan memilih kembali fokus dengan makanannya.
"Jangan sampai Papa yang turun tangan Fauzan."

Menanti LillahWhere stories live. Discover now