31. Di Antara

39 6 2
                                    

Bangku taman panti dan langit berwarna jingga suasana yang seperti pernah Mentari lalui sebelum hari ini dan masih dengan orang yang sama tapi dalam situasi yang berbeda. De Javu memang tidak enak ya rasanya? Seakan dipaksa memutar memori lama yang kemudian hanya akan menguak sesuatu yang menyesakkan.

Pada detik selanjutnya Mentari ingin kabur saja rasanya, ternyata kembali duduk bersisian dengan Rakha adalah ide buruk. Menyetujui permintaan Rakha untuk mengobrol adalah sesuatu yang mestinya ditolak saja di awal.

"Saya mau minta maaf untuk hal-hal yang terjadi belakangan ini di antara kita."

Mentari menoleh sekilas lalu meluruskan kembali pandangannya, jujur saja hari ini Mentari banyak menemukan kejutan-kejutan luar biasa, padahal bukan dia yang sedang berulang tahun dan juga ini baru beberapa jam saja, tapi kejutannya sudah luar biasa.

"Saya akui kesalahan itu berasal dari saya. Semuanya bermula karena sikap kekanak-kanakan saya," ucap Rakha tapi laki-laki itu tidak menatap pada lawan bicaranya, padahal Mentari tahu Rakha tipikal yang selalu menatap lawan bicaranya saat berkomunikasi. Tapi Mentari juga tahu Rakha akan melakukan kebalikannya ketika sedang merasa bersalah.

"Sekali lagi saya minta maaf."

Ada banyak kekesalan yang bersarang di hati Mentari pada laki-laki itu. Sampai rasanya Mentari sudah tidak punya kosa kata lagi untuk mengeluarkan seluruh amarahnya.

"Saya juga minta maaf, Kak."

Tapi pada akhirnya, permintaan maaf Rakha merobohkan semua amarahnya. Sebab ternyata dia juga turut merasa bersalah setelah itu, maka permintaan maaf juga lolos dari mulut Mentari.

"Itu kesalahan kita berdua, Kak. Kita yang kekanak-kanakan. Aku gak tahu hari itu, Kakak mungkin melewati hal-hal yang sulit tapi aku malah mempersulit semuanya."

Rakha menggeleng, sebelum sempat dia membuka mulutnya lagi, seseorang menghampiri mereka dan menyapa. Mentari sontak terkejut, melihat Ana ada di sini. Dia tidak tahu persisnya Ana ini memiliki hubungan apa dengan Rakha, tapi sepertinya hubungan mereka jauh lebih dalam dari hanya sekadar yang terlihat. Buktinya, Ana ada di sini—di panti arumi.

"Aku mau pamitan pulang, supir aku udah di depan, makasih ya buat hari ini," ucap Ana lalu memeluk Rakha erat, seakan tidak ada manusia lain lagi selain mereka berdua.

"Makasih juga udah nyempetin datang hari ini," sahut Rakha setelah mereka selesai berpelukan. "Aku antar ke depan."

"Gak perlu." Ana tersenyum sembari menepuk pelan bahu Rakha. "See you tomorrow."

Setelah itu Ana benar-benar hilang dari jarak pandang Mentari, tapi tiba-tiba saja sesak menjejak di hatinya. Kemesraan dua insan itu benar-benar menyurut api cemburu milik Mentari. Dia tidak pernah merasa lebih patah hati dari sebelum hari ini.

Mentari memaksa senyumnya untuk tetap terbit, mengatur getar suaranya agar terlihat baik-baik saja. Lagipula dia siapa? Kenapa harus cemburu? Bukannya dari awal hubungannya dan Rakha memang tidak pernah ada. Jadi sepertinya hak untuk cemburu pun tak layak hadir di hati Mentari. Lagi pula semuanya memang sudah jelas bukan, Mentari bukan siapa-siapa di hidup Rakha.

***

Sejak kejadian tempo hari di mana Hengki tiba-tiba pergi selepas mencium Mentari, setidaknya ada dua hari lamanya Hengki tidak pernah muncul lagi di hadapan Mentari. Sejujurnya Mentari sudah melupakan ciuman singkat itu, walaupun dia sempat terkejut bukan kepalang tapi setelah itu rasanya sudah biasa saja sampai tiba-tiba Hengki menemuinya di depan gerbang sekolah dan meminta maaf atas kejadian hari itu.

"Gue udah lupa padahal, pake diingetin lagi," ujar Mentari.

"I-iya udah, lupain lagi aja. Gue cuman mau minta maaf doang."

Romansa Patah HatiWhere stories live. Discover now