19. Pengharapan Paling Tulus

32 9 0
                                    

Sepanjang hari itu Mentari menghabiskan waktunya menemani Rakha. Mulai dari laki-laki itu kembali membacakannya novel Hujan yang belum selesai lalu berakhir mereka di taman rumah sakit sekarang. Ini ide Rakha, laki-laki itu sudah mulai suntuk dengan suasana dinding rumah sakit yang seharian ini dia tatap.

Omong-omong Meyda sudah berpamitan lebih dulu, katanya ada urusan yang tiba-tiba saja tidak bisa ditinggalkan. Ah, tapi Mentari tidak percaya, dia yakin gadis itu hanya melakukan trik akal-akalannya saja untuk sengaja memberikan waktu lebih banyak pada Mentari agar dihabiskan berdua saja dengan Rakha. Sejujurnya, Mentari juga senang sekali menghabiskan waktunya bersama Rakha seperti ini-duduk di kursi taman rumah sakit. Trik akal-akalannya Meyda sangat menguntungkannya. Mungkin nanti sepulang dari sini Mentari akan menghubungi Meyda dan mengucap banyak sekali terima kasih.

"Saya, tuh, gak suka rumah sakit sebetulnya," kata Rakha menghalau lamunan Mentari.

"Saya juga, Kak," sahut Mentari. "apa, ya ... rumah sakit itu selalu bawa saya ke memori paling menyakitkan."

"Segala bentuk pengharapan paling tulus muncul di sini justru," ucap Rakha tersenyum kearah Mentari. "Coba, deh, bayangin ada banyak jiwa di sini yang sedang bertaruh lalu keluarga mereka duduk gemetar menunggu hasil yang tidak tau akan seperti apa. Buat saya itu mengerikan."

"Itu saya semalam, Kak."

Rakha tertegun, dia sepertinya terkejut dengan kalimat berani Mentari padanya. Biasanya gadis yang tengah duduk di sampingnya dengan balutan rok coklat bermotif bunga yang menutupi lututnya itu, akan lebih menjaga bagaimana perasaannya berekspresi.

"Saya semalam ketakutan sekali, seperti yang Kak Rakha barusan bilang saya melakukan pengharapan paling tulus di sini, Kak. Rasanya ... dunia saya berhenti sesaat," sambungnya dengan lugas.

"Maaf ..."

"Kebalik!" sahut Mentari lebih dulu. "saya yang semestinya minta maaf. Saya penyebabnya."

Rakha dengan lembut membawa tangan mungil Mentari pada genggamannya yang cukup besar. Dia cukup lama terdiam, hanya mengelus-elus punggung tangan Mentari dan menatapnya begitu lekat.

Ada rasa khawatir yang menjalar sampai ke uluh hatinya, Mentari khawatir bertutur kata yang salah.

"Kak?" panggilnya pelan. "Kak Rakha ..."

"Ini sepertinya pertama kali dalam hidup saya ada orang yang melakukan pengharapan paling tulus. Rasanya, aneh ... tapi isi perut saya seperti akan segera meledak," ucap Rakha.

"Perutnya kenapa, Kak? Saya panggil, kan dokter, ya?" Mentari merespon dengan panik. Sepertinya gadis itu salah sangka.

Rakha sontak tertawa melihat raut panik sekaligus menggemaskan Mentari. "Kamu, tuh, lucu, ya," katanya sembari tertawa.

"Loh, kok, ketawa?"

"Saya gak apa-apa, Mentari."

"Bukannya perutnya mau meledak?" tanya Mentari polos.

Rakha masih tertawa.

"Kak, saya serius loh!"

"Kamu pikir saya berbohong?" Rakha balik bertanya sembari tertawa.

"Tapi tadi bilang-"

"Itu kiasan namanya. Kamu cari tau sendiri maknanya."

"Nyebelin! Saya panik tau, Kak."

"Saya gak ngira kamu merespon gitu," jawab Rakha.

"Lain kali kalo ngobrol sama saya yang manusiawi aja, ya, Kak. Soalnya saya ini rada tulalit."

Rakha lagi-lagi dibuat tertawa dengan tingkah Mentari.

"Kamu ini ada-ada aja."

"Serius, loh, Kak saya ini rada tulalit," ucap Mentari.

"Baru sadar ternyata kita kalo ngobrol pakai saya-kamu," ujar Rakha.

Kali ini Mentari yang terkekeh, Rakha mengkerut bingung. "Kan, saya ngikutin alur."

"Alur?"

"Dih, masa gitu aja nggak ngerti, cupu."

"Loh, kok, jadi tebak-tebakan," sahut yang laki-laki.

Mentari tertawa. Entah kenapa pusat dunia tiba-tiba berhenti pada tawanya. Ada gigi kelinci yang menghiasi sederet gigi putihnya saat tertawa, Rakha baru menyadari satu hal magis itu. Bola matanya pun semakin mengecil saat tertawa, itu lucu sekali. Rakha suka pahatan wajah Mentari saat tertawa, seakan dunia memberinya asupan energi yang begitu positif menular dari tawa gadis yang rambutnya dikuncir dengan rapih.

"Indah," celetuk Rakha.

"Kenapa, Kak?" tanya Mentari bingung.

"Hah?"

"Kak Rakha barusan bilang indah, apanya Kak?" tanya si gadis yang sudah bersemu malu.

"Kupu-kupu."

"Hah?"

"Dibelakang kamu ada kupu-kupu, indah ..."

Mentari merunduk malu, pikirannya sudah berkelana jauh, hatinya pun sudah berdebar tak karuan. Ya, begitulah manusia tidak bisa ditebak alur berpikirnya. Kadang hari ini begini besok begitu. Yang paling penting jangan terlalu bersemangat dan percaya diri sama manusia, nanti jatuhnya kalo tidak sakit, ya ... Pasti malu.

Sontak tubuh Mentari berputar sembilan puluh derajat kebelakang, lalu menemukan seekor kupu-kupu berwarna hitam kecoklatan yang tengah hinggap di kuncup bunga. Makanya jangan kepedean jadi manusia, celetuknya dalam hati.

"Ah, iya ... Indah banget ya, Kak," kata Mentari cengengesan.

"Kupu-kupu yang kita liat hari ini indah itu, hasil dari metamorfosis ulat bulu yang menjijikan." Mentari kembali berbalik lalu disuguhkan dengan Rakha yang tengah menatapnya lekat. "Keindahan yang dinikmati hari ini adalah bagian dari proses panjang yang tidak kita ketahui. Sama kayak hati kamu, saya gak tau seberapa banyak benturan yang dilewati proses kamu. Tapi kamu hari ini, terima kasih sudah ada dengan hati yang indah. Terima kasih juga telah melakukan pengharapan paling tulus kamu untuk saya."

Ini adalah kalimat terpanjang Rakha untuk pertama kalinya yang Mentari dengar setelah banyak percakapan dn pertemuan yang mereka lalui-selain membacakan buku tentunya, lain dari itu. Ini juga kalimat termanis sepanjang Mentari mengenal laki-laki dalam hidupnya. Hatinya menghangat ada debar yang berpacu lebih cepat dari biasanya. Kemudian, perutnya terasa penuh oleh sesuatu dan rasanya seperti akan ... Tunggu, apakah ini yang dimaksud Rakha? Perihal perut yang terasa akan meledak. Mentari tiba-tiba saja merasakannya secara nyata.

Bersambung ...

________________

Jangan lupa kasih vote dan komentar ya! terima kasih, love youuu!!

Follow my Tiktok account;
@tulisanmanda

Romansa Patah HatiWhere stories live. Discover now