2. Kesepakatan Sepihak

273 123 5
                                    

Seharian ini suasana hati Mentari up and down. Mulai dari pagi hari dia merasa alam raya akan berpihak padanya sebab dia bangun tepat waktu dan tidak terlambat datang ke sekolah seperti biasanya, menjelang siang sedikit dia harus menanggung malu sebab bertemu dengan Rakha, yang ini betul-betul tidak pernah ada dalam skenario hidup yang dia buat. Dan rasa malunya masih terasa hingga bel pulang sekolah dua menit lalu telah berbunyi.

Akibat rasa malunya yang masih tertahan, akhirnya Mentari juga memutuskan menahan dirinya di dalam kelas hingga seluruh penghuni kelas satu persatu meninggalkan ruang. Sehingga yang tersisa hanya dia dan Meyda yang sedari tadi menggerutu.

"Tar, ayo pulang! Mau sampai kapan lo mendekam di kelas?" tanya Meyda sembari menggoyangkan lengan Mentari yang sedari tadi terlihat tak bersemangat di sampingnya.

"Tunggu sampai kak Rakha gak berkeliaran di sekolah."

"BOCAH GILA!! Kalo dia gak balik-balik lo mau tetap di sini sama kuntilanak dan kawan-kawannya apa? Gue, sih, ogah!"

Mentari praktis menutup telinganya saat suara nyaring Meyda menembus gendang telinganya. "Mey, gue gak budek, ya, gak usah teriak-teriak."

"Yaudah makanya balik!"

Helaan napas panjang terdengar keluar begitu saja, sebetulnya Mentari juga ingin segera cepat pulang seperti Meyda. Hari ini energinya benar-benar sudah terkuras habis, tapi jika dia terburu-buru keluar dari kelas dan tidak sengaja berpapasan dengan Rakha di koridor bagaimana? Mentari tidak ingin mengulang malu yang kedua kalinya. Sudah cukup sekali saja.

"Iyaaa, ayo."

Meski setengah hati, Mentari akhirnya bangkit dari duduknya dan mulai berjalan gontai. Meyda terkekeh sesat melihat bagaimana temannya itu begitu loyo, lalu menyusul kemudian.

Tak sampai lima langkah kakinya berjalan keluar dari dalam kelas sosok yang dikhawatirkan Mentari muncul dari arah tangga yang menghubungkan dengan lantai dua, kelas dua belas MIPA berada.

"Hai, Kak!!" Meyda anak sialan itu tiba-tiba saja menyapa Rakha yang baru saja turun dari tangga. Jelas, laki-laki itu menoleh kala namanya dipanggil.

"Oh, hai ... Kalian," sapa Rakha seraya tersenyum kearah mereka berdua.

Demi Tuhan! Mentari benar-benar ingin memukul kepala Meyda. Dia tahu Meyda pasti sengaja melakukan itu.

"Baru bubar, ya, kak?" tanya Meyda retoris. Padahal Mentari sudah tak tahan ingin segera pergi, tapi Meyda malah dengan sengaja bertanya yang tidak penting.

Kepala Rakha terlihat mengangguk, bentuk spontanitas. lalu menyahut, "Iya, nih, kebetulan hari ini mapel pak Ahmad. Tau, lah ...."

Pak Ahmad ini, beliau guru mata pelajaran fisika. Dan seluruh anak IPA sudah tahu kalo beliau mengajar pasti akan lebih lama dari waktu yang sudah ditentukan di jadwal. Makanya malas sekali kalo ada pelajaran pak Ahmad diletakkan sebelum bel istirahat ataupun pulang sekolah. Ya, ini. Mencuri waktu murid. Ini namanya korupsi waktu kan, ya?

Meyda tertawa, lalu mengangguk paham. "Kita juga ada Kak mata pelajaran pak Ahmad. Jam ketiga lagi sebelum istirahat, hari Senin lagi yang bikin keselnya," jelas Meyda menggebu-gebu, meskipun sebetulnya Rakha tidak meminta gadis itu menjelaskan bahwa apakah di kelasnya ada mata pelajaran pak Ahmad atau tidak.

Mentari yang sedari tadi berdiri di samping gadis itu dan memberi kode pada Meyda untuk segera mengakhiri perbincangannya dengan Rakha yang terlihat sok asyik padahal Mentari tahu mereka baru sekali berinteraksi pada saat di kantin tadi dan kedua kalinya sekarang. Tapi Meyda berlaga sok asyik dan bertingkah bak kawan akrab.

"Oh, iya, kah?"

Meyda mengangguk membenarkan.

Dari tangga terdengar suara berat laki-laki memanggil nama Rakha di tengah perbincangannya dan itu sontak membuat Rakha, Meyda dan tak terkecuali Mentari menoleh bersamaan kearah tangga. Lalu menemukan laki-laki berambut keribo yang Mentari pernah lihat di kantin bersama Rakha siang tadi. Yang kata Meyda namanya; Gama. Iya, Gama.

Laki-laki itu berjalan tidak sendiri, dia beriringan dengan gadis berparas cantik yang Mentari kenali. Pepi, anak kelas 12 MIPA 4 sekaligus ketua tim paduan suara SMA Mutiara. Kebetulan Mentari adalah salah satu anggota dari tim paduan suara.

"Lho, Mentari? Lagi ngapain di sini?" tanya Pepi seraya tersenyum ramah, namun air mukanya terlihat bingung, saat melihat ada adik kelasnya bersama Rakha tengah berbincang.

Pepi saja bingung, apalagi Mentari. Dia tidak tahu mesti menjawab apa. Sebab, dia saja dijebak berada di sini oleh teman sialannya.

"A-anu ... Kak, g-gak apa." Mentari mengakhirinya dengan cengir kuda.

Dan itu berhasil menarik atensi Rakha untuk mengulum senyum, mengetahui bahwa gadis itu bertingkah gelagapan.

Dahi Pepi mengkerut, gadis itu sepertinya semakin dibuat kebingungan dan tidak mengerti dengan jawaban Mentari. Saat Pepi hendak membuka mulutnya, Rakha tiba-tiba menyela. "Dia ada urusan sama gue."

Bola mata Mentari membulat sempurna. Ada urusan apalagi? Perasaan urusan mereka sudah berakhir. Kartu pelajar Mentari juga sudah kembali padanya.

Tiba-tiba saja jantungnya bertalu-talu, firasatnya mengatakan akan ada bencana. Iya, ini terdengar hiperbola.

Pepi hanya tersenyum, saat mendapat jawaban yang alih-alih dari Mentari. Malah dia dapati dari Rakha yang tak ditanya.

"Nanti malam jadi gak, nih, main futsal?" Gama lalu bertanya.

"Gue mah ayo," sahut Rakha. "Lo, tuh, pacaran mulu," lanjutnya menggoda.

"Oke! Jam delapan."

"Ajak Mentari juga, biar gue ada temennya," timpal Pepi sembari tersenyum jahil.

"Hah!" Tari sontak terperanjat.

"Oke!"

Tak disangka Rakha memberikan jawaban sepakat tanpa bertanya lebih dulu pada pihak yang diberatkan.

"Hah!"

Bersambung ...


_______

Tinggalkan vote dan komentar, ya!
Terima kasih banyak<33

Follow my Tiktok account;
@tulisanmanda

Romansa Patah HatiWhere stories live. Discover now