17. Salah Sangka

36 12 0
                                    

Tiba-tiba pagi itu di hari Minggu yang cerah pukul setengah sepuluh, seseorang mendatangi warkop untuk pertama kalinya. Hengki terkejut.

"Ki, ada cewek nyariin lo di luar," ujar Ben sembari mencomot pisang goreng.

"Siapa?"

Mulut Ben masih mengunyah pisang goreng, lalu setelahnya menjawab. "Kagak tau, rambutnya panjang dikuncir terusss-"

"Pakai rok motif bunga-bunga?" Hengki lebih dulu menebak.

"Nah, kok, tau?"

Tanpa basa-basi Hengki beranjak, berjalan resah menuju keluar.

"Tari," gumamnya. "Ngapain di sini?"

Alih-alih menjawab satu tamparan tiba-tiba saja melayang menghantam pipi kanan Hengki. Semua atensi berpusat pada mereka berdua, warkop yang kecil dengan anak-anak yang nongkrong lebih banyak membuat Hengki dan Mentari menjadi tontonan sesaat.

Hengki menyentuh pipinya yang terasa perih. "Lo kenapa?"

"Lo yang kenapa?!" seru Mentari.

Ada sesuatu yang tidak beres yang Hengki pastikan dia tidak tahu itu apa, melihat emosi Mentari yang tidak biasanya Hengki pikir ini sesuatu yang serius. Maka perlahan, Hengki meraih pergelangan tangan Mentari dan menarik gadis itu untuk menjauh setidaknya sampai mereka tidak menjadi bahan tontonan anak-anak di warkop.

"Lepasin gue!" Mentari memberontak, membuatnya berhasil lolos dari cengkraman Hengki.

"Oke, sekarang pelan-pelan. Kenapa lo bisa ada di sini dan dari mana lo tau tempat ini?" Hengki menurunkan egonya, berbicara pelan dan lembut pada sahabatnya yang terbelenggu emosi.

"Bukan urusan lo!"

"Ini sekarang jelas urusan gue, karena lo tiba-tiba datang ketempat tongkrongan gue tanpa sepengetahuan gue dan nampar gue tanpa alasan," ujar Hengki.

"Tanpa alasan?" Mentari tersenyum sinis. Hengki justru meringis melihatnya. "Amnesia lo?!"

"Hah?" Hengki kebingungan. "Ah, ini karena gue kabur dari rumah lo jadi marah-marah gak jelas, kan?" tebak Hengki begitu menyadari ini mungkin akan menjadi alasan kuat sahabatnya itu marah.

"Lo semalam hampir bunuh anak orang Hengki!"

Bumi seakan berhenti berputar pada porosnya, lalu setelahnya Hengki tertawa takut-takut.

"Bunuh gimana? Orang semalam gue di warkop."

"Bisa-bisanya lo ngelak, gue liat pakai mata kepala gue sendiri lo sengaja nabrak kak Rakha." Lalu tiba-tiba air mata mengalir dari pelupuk mata Mentari. Hengki berusaha meraih tangan Mentari namun lebih dulu ditepis si empunya.

"Tar, demi Tuhan gue gak ngelakuin itu."

"Lo, tuh, salah nggak usah bawa-bawa nama Tuhan."

"Gue gak salah, lo cuman salah sangka."

Mentari menyeka air matanya, lalu tertawa sini. "Salah sangka?"

"Iya lo salah sangka, Tar. Gue gak kemana-mana dari semalam," kata Hengki berusaha meyakinkan sahabatnya.

"Udah jelas-jelas itu lo! Motor lo, helm lo bahkan jaketnya pun yang sekarang lagi lo pakai dan semalam lo kabur gitu aja. Bajingan!"

Hengki terdiam. Dia kehilangan akal untuk berpikir. Dia mendadak tak berdaya untuk memproses kata, semuanya mengabur. Bagaimana bisa dia semalam berdiam diri di warkop hingga pagi hari lalu tiba-tiba dituduh hampir membunuh anak orang, kocak sekali Tuhan.

"Tar, lo salah sangka."

"Gue benci sama lo!"

Hengki tidak menahan saat Mentari berlalu pergi begitu saja, dia tidak akan menahan sesuatu yang bahkan tidak mempercayai dirinya.

***

"BANGSAAAT!!" teriak Hengki.

Malik menghampiri. "Kenapa, Ki?"

Alih-alih menjawab Hengki justru kembali mengamuk dengan melempar secangkir kopi hitam yang tergeletak di meja. Semua anak-anak di warkop diam membisu, hari itu warkop sedang ramai-ramainya dipakai nongkrong.

"SIAPA ANJING DI SINI YANG UDAH NABRAK ANAK MUTIARA PAKAI IDENTITAS GUE?!" Hengki lagi-lagi berteriak kalian ini telunjuknya mengarah keseluruhan orang di warkop tak terkecuali Malik dan Ben yang tak berkutik melihat teman karibnya tiba-tiba kehilangan kendali atas dirinya.

"TOLOL LO SEMUA! JAWAB GUE!"

"Ki, calm down. Kita bisa obrolin ini pakai kepala dingin biar jelas," sahut Malik ditengah-tengah emosi Hengki yang meledak-ledak.

"Pakai identitas gue buat bunuh orang, lo suruh gue tenaga. Goblok lo!"

Ben di pojok sudah ketar-ketir sendiri melihatnya. Sedangkan Malik, nampaknya sudah lebih terbiasa menyikapi emosi Hengki.

"Bukan gitu, Ki. Kita juga gak tau kronologinya kayak apa, biar enak ngobrolnya pakai kepala dingin."

Hengki kemudian duduk, semua orang akhirnya dapat bernapas lega. Hari ini Malik jadi pahlawan super.

Meski begitu, Malik masih mencoba menenangkan Hengki dengan menyodorkan sebungkus rokok padanya. Malik membiarkan Hengki menyesap rokoknya dan mengepulkan seluruh emosinya pada kepulan asap rokok yang keluar dari mulutnya.

Di sisi lain, pikiran Hengki terus-menerus memikirkan perkataan Mentari bak kaset kusut yang merusak isi kepalanya. Dia berpikir siapa yang melakukan pemalsuan identitas dirinya begitu mirip sampai-sampai Mentari mengenali jelas itu sebagai dirinya.

"Sampai gue tau siapa yang pura-pura jadi gue, gue abisin, tuh, orang!" Jemarinya mengepal erat. Malik menepuk pelan bahunya.

"Gue bantu cari."

Bersambung ...

________________

Jangan lupa vote dan komentar ya semuanya! love u more<3

btw selamat hari raya idul Adha untuk semua yang merayakan 🐐

Follow my Tiktok account;
@tulisanmanda

Romansa Patah HatiWhere stories live. Discover now