(d) Roller Coaster Night

1.9K 237 34
                                    

[Ayo, ayo. Bagian (e) yang plus plus nya secara lengkap ada di Karyakarsa kataromchick, ya. Cari aja special chapter roller coaster night. Terus juga yang udah baca akses cepat boleh mampir ke extra part 2, ya. Happy reading 😍]

Ciuman ini memang hanya tindakan impulsif yang Nova lakukan karena melihat scene di drama Korea yang ditontonnya saja. Iya, cuma gerak impulsif gue aja! Berulang kali Nova berusaha untuk menyangkalnya, tapi nyatanya dia tetap merapatkan bibirnya dengan Teija seolah tidak ada hari esok saja untuk melakukannya. Bagian bawah tubuh Nova berdenyut, ada sesuatu yang dirinya inginkan secara fisik. Bohong jika hasrat perempuan lebih kuat, nyatanya Nova malah lebih dulu berdesir sebelum mendapati Teija yang menghentikan ciuman mereka dan menatap ke antara kaki pria itu.

"Va, ini bahaya."

Nova juga tahu ini bahaya. Namun, dia tidak peduli dengan tanda bahaya yang sedang dikibarkan oleh kepala perempuan itu.

"Bahaya kenapa?" bisik Nova di bibir Teija.

Nova sedang menerjang badai dengan menciptakan badai lainnya. Tahu bahwa ini akan menjadi salah satu hal yang pasti akan disesalinya, tapi gue nggak mau nyesel karena hal ini. Perubahan emosi yang begitu cepat memang tidaklah mudah untuk Nova kendalikan. Masih ada pro dan kontra yang terus berhimpitan antara fakta di kepala dan rasa di hati. Namun, yang sedang mendominasi sekarang adalah gairah yang menguasai kendali fisiknya.

"Kamu tahu bahaya yang aku maksud," balas Teija yang merapatkan kening mereka untuk tetap memberi jarak, meski mustahil.

Tangan Nova bergerak untuk menekan tombol space dengan tujuan menjeda drama Korea yang tadi ditontonnya. Lalu, dengan lihai dia menutup layar laptopnya dan menggeser benda itu ke pinggir ranjang. Dalam kondisi seperti ini, Nova tidak peduli jika nantinya laptop miliknya terjatuh ke lantai. Semoga aja jatohnya masih kena karpet bulu gue.

"Ja, aku tahu kamu nggak sempurna sebagai suami aku selama ini. Tapi aku juga nggak sebegitu sempurnanya buat kamu. Aku masih melakukan kesalahan, dan harusnya aku sadar itu. Manusia melakukan kesalahan, terlebih lagi kita yang masih muda banget ini."

"Dan ... kamu sedang membicarakan apa sebenernya, Va?"

"Nggak tahu. Aku lagi melantur, Ja. Aku ... seneng dengan ucapan cinta kamu. Tapi aku juga masih ragu."

Nova masih bisa merasakan embusan napas gusar Teija. Pria itu cemas, tapi berusaha tidak menunjukkannya pada Nova saat ini.

"Nggak apa-apa, aku paham. Pasti sulit buat kamu bisa menaruh rasa percaya dengan ungkapan perasaanku. Maaf karena aku nggak bisa menyadari perasaanku sendiri lebih awal. Kalo aja aku bisa lebih cerdas menyadari perasaanku, kita pasti bisa—"

Nova mencium bibir pria itu lagi, menghentikan apa pun yang akan keluar dari bibir Teija. Bosan mendengar kata maaf berulang kali yang tidak bisa Nova simpulkan dengan benar. Kepala perempuan itu sudah melalang buana kemana-mana, tapi Teija malah sibuk meminta maaf saja.

"Aku nggak tahu kalo kamu termasuk laki-laki yang bisa insecure, Ja."

"Aku bisa. Aku sangat insecure. Apalagi semenjak kamu meminta pisah. Aku merasa nggak guna jadi laki-laki. Aku merasa banyak kekurangan sampe nggak bisa mendapatkan maaf kamu."

Nova mengelus pipi hingga rahan pria itu dengan pelan. Dia tersenyum dan mencium ujung bibir Teija. "Tapi aku udah kasih kamu kesempatan buat tidur di sini. Kamu berhasil meluluhkan aku sedikit demi sedikit. Sebanyak apa pun kekurangan kamu, nyatanya kamu selalu berhasil bikin aku lemah."

Teija mengeratkan rahangnya, menahan diri untuk tidak menerkam Nova meski itu keinginan kuatnya saat ini. Terlebih lagi Nova yang sengaja menggoda dengan sentuhannya berulang kali, membuat bulu kuduk pria itu merinding.

"Va, stop. Aku nggak mau kamu nyesel atau malah ngusir aku besok pagi."

Nova tak suka dengan Teija yang menghentikan gerakan tangan perempuan itu. Dia ingin terus melakukannya hingga Teija tidak sanggup menahan dirinya sendiri.

"Kamu nggak bisa nahan diri pas pertama kali aku izinin tidur bareng lagi. Sampe kamu ke kamar mandi buat nuntasin sendiri. Terus kenapa sekarang kamu malah nahan? Aku kasih kesempatan kamu untuk bisa melepaskan hasrat yang udah berbulan-bulan kamu tahan."

Teija menggelengkan kepalanya dengan kuat, berharap prinsipnya tetap teguh.

"Aku nggak mau melukai kamu dengan membuat kamu berpikir aku hanya mau jadiin kamu partner seks halal doang. Kamu harus tahu kalo aku nyaman melakukan apa pun sama kamu, termasuk hubungan intim. Aku nggak memanfaatkan kamu—"

"Kalo gitu tunjukin ke aku. Kamu nggak cuma menganggap aku begitu," sela Nova.

"Ya, aku akan tunjukin dengan nggak nyentuh kamu."

"No! Bukan dengan itu, Ja!"

"Terus dengan apa?"

"Sentuh aku seperti apa yang kamu nyatakan tadi. Sentuh aku dengan cinta yang kamu sadari kamu punya untukku."

The Baby's Contract✓Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz