(a) Teija Cupu!

3.3K 405 56
                                    

[Aloha! Aku update bahkan sebelum komen prolog mencapai 100, ya. Ini aku kasih bab pertama bagian (a). Jadi cerita ini aku tulis mulai dari 600-800 kata. Kalo dijadiin satu, kalian bacanya juga kepanjangan, sih. Jadi, biar penasaran aku bagi-bagi, ya. Dan target bab ini masih komen 100, ya. Kalo bab pembuka komennya udah 100 aku bakalan double update, deh! Komennya yang bikin aku semangat, yes! Biar rajin update buat kalian. 😍]

“Hmpttt! Tejaaa—”

Nova tidak dibiarkan lepas dari kungkungan lelaki itu. Memang Teija selalu mampu mengacaukan kegiatan Nova. Buktinya sekarang. Teija mencium bibir gadis itu dengan cara yang tak ada kesan romantisnya sama sekali! Bagaimana Nova bisa menikmati jika ciuman yang Teija berikan tak berkesan?

“Masih mau bilang cupu?” ucap Teija.

Nova mengusap bibirnya dengan punggung tangan. “Jijik!! Lagian lo emang cupu, kok! Buktinya ciuman lo nggak kayak drakor yang gue tonton!”

“Anjir, nih, anak! Lo emang nantangin gue apa minta disosor, sih, Va? Nggak kapok gue cium begini?”

“Cium apanya? Ini namanya bekam bibir! Lo pernah pake alat bekam nggak? Kalo lo nggak tahu, nanti gue tunjukin punya ibu gue. Cara kerjanya sama kayak bibir lo itu. Nyedot-nyedot doang tapi nggak bikin gue terkesan!”

Teija menyugar rambutnya, merasa semakin kesal.

“Omongan lo dijaga, Nova! Gue gini-gini jago ciuman, kok! Jangan sembarangan ngomong!”

Nova memicing ketika mendengar kalimat tak sesuai faktanya itu. Ada sesuatu yang Nova curigai di sini.

“Lo ... sama aja kayak gue, kan?! Ngaku, Teja! Lo juga nggak punya pengalaman ciuman sama siapa pun. Iya, kan??”

“Gue pernah!”

“Sama siapa?”

Teija menatap sekeliling kamar Nova, menghindari tatapan gadis itu. Mengenal selama lima tahun dan bisa dikatakan sebagai tetangga yang bersahabat, Nova bisa membaca gestur laki-laki itu.

“Ngaku, ajalah, Ja! Lagian kalo lo ngaku kita bisa cari pengalaman bareng. Nggak usah malu gitu. Walaupun lo cupu, kita bisa jadi pro.”

“Lo ngatain gue cupu melulu, emangnya lo apa, Va? Lo sama aja!”

“Ih, kalo gue, sih amatir. Gue pernah ciuman, tapi agak malu-maluin. Makanya gue minta ajarin sama lo. Eh, taunya lo cupu. Percuma. Gara-gara kecupuan lo ini kita jadi dinikahin begini.”

Teija tak suka disalahkan oleh Nova, maka dari itu dia membalas Nova dengan kalimat yang pedas juga.

“Lo cewek aneh! Dateng ke kamar cowok buat minta diajarin ciuman segala! Bilang aja lo pengen ngerasain bibir gue, Va.”

Sebenarnya mereka berdua tidak ada bedanya. Hanya saja Nova lebih nekat ketimbang Teija. Nyali Nova lebih tinggi dibanding Teija yang paling mentok menonton video esek-esek saja. Memang, sih, Teija pernah ketahuan onani oleh Nova, itu sebabnya Nova mengira bahwa pengalaman Teija lebih banyak. Padahal nol besar.

“... Ja? Teja!”

“Hah? Apa?”

“Lo bengong?”

“Nggak.”

“Tadi gue ngomong apa?”

“Nggak tahu.”

Nova yang kesal langsung melemparkan bantal ke wajah Teija. Dia pukuli tubuh lelaki itu hingga meringkuk di ranjang Nova.

“Sakit, Va!”

Setelah dirasa puas memukuli Teija, gadis itu mengulang kembali ucapannya yang tidak didengarkan oleh lelaki itu tadi.

“Kita bisa latihan bareng, mumpung udah ada status sah juga.”

“Apaan—”

“Sssttt, dengerin gue dulu!” sela Nova dengan menutup bibir lelaki itu dengan telapak tangannya.

“Kita saling belajar soal ciuman, atau seks-lah, ya. Tapi sebelum itu kita bikin kontraknya dulu kayak yang gue bilang diawal. Terus, kita belajar juga soal pencegahan kehamilan. Supaya nggak kejadian married by accident gitu.”

“Kita udah married, apanya yang accident? Kalo lo hamil, ya, wajar.”

Nova menggeleng dengan dramatis. “No, no, no, no, no!

Teija memutar bola matanya karena bosan dengan kata-kata ‘no’ yang diulang berkali-kali oleh gadis sinting itu.

“Gue masih harus ikut ujian negara, abis itu daftar kuliah, seneng-seneng, bersosialisasi, dan tetep menikmati masa muda. Nggak boleh ada kehamilan, karena itu cuma merugikan gue sebagai pihak perempuan. Nikah atau nggak, kita masih bocil, Teja. Gue nggak siap ngurus bayi yang cuma bisa nangis, nyusu, sama boker doang. Lo juga nggak mau gue templokin taik bayi dalam situasi tak terduga, kan?”

Teija melongo dengan kalimat panjang Nova itu. “Lo ... kedengeran dewasa kalo ngomong gini. Padahal biasanya sinting minta ajarin yang aneh-aneh.”

Nova memukuli wajah Teija dengan bantal. “Akh!”

“Cepet jawab, lo setuju atau nggak sama ide gue?”

“Emang gue bisa nolak?” sahut Teija yang disambut senyuman ala Chucky milik Nova. “Serem anjir senyum lo!”

“Hahaha. Kalo gitu gue ketik dulu poin-poin kontraknya. Lo kebagian jatah beli materainya, ya.”

Teija hanya bisa menggelengkan kepala. Sungguh dia tidak tahu kemana arah hubungan ini jika ditambah dengan kontrak sinting Nova.

The Baby's Contract✓Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora