(c) Perasaan Bingung

1.1K 270 33
                                    

Makan siang di rumah itu masih sama ramainya. Diisi oleh adik-adik Nova, ayah, dan ibunya. Ayah Nova yang bekerja mengurus kebun bunganya selalu pulang ketika jam makan siang. Iya, benar. Kebun bunga. Pria itu menjadi penyuplai bunga cukup terkenal di Jakarta. Bunga yang dirawatnya biasanya dikirim kepada produsen papan bunga yang biasa dibeli oleh kalangan pengusaha kepada rekan bisnisnya, bahkan untuk acara pernikahan. Kelihatannya memang sepele dan aneh, seorang mengurus kebun bunga. Namun, ayah Nova pengecualian. Kebun bunganya adalah ladang uang. Belum lagi beberapa kontrakan yang dimiliki di daerah Jakarta dengan rate harga yang tidak murah. Itulah mengapa ayah Nova mampu mengurus lima anak yang jatah makan dan sekolahnya tidak sedikit.

Memang keluarga Nova tidak terlihat kaya, karena mereka sangat sederhana. Namun, jelas penghasilan orangtua Nova melebihi orangtua Teija. Mengingat jumlah keluarga dan segala kebutuhannya yang jauh dari kata biasa saja.

“Jadi, ceritanya ngambek?” tanya Arsaki pada putrinya.

Nova memilih duduk di seberang Teija, menggunakan kursi yang biasanya di tempati oleh anak pertama keluarga itu. Sudah pasti sengaja menjauh dari Teija yang duduk dekat dengan dua adik Nova.

“Nggak ngambek, cuma males lihat mukanya Teija.”

“Teija, Teija! Kamu ini udah jadi istrinya, loh, Nov. Yang bener kalo panggil suami.”

“Biasanya manggilnya sayang, kok, Bu. Tapi karena anakku lagi nggak suka sama dia, jadi panggil nama aja. Kalo dipaksa, nanti aku mual-mual, muntah di sini. Mau coba, Bu?” balas Nova dengan tegas.

Tidak ada yang berani mencoba. Kedua adik Nova mengernyit jijik hanya dengan membayangkan. Jadi, Samila dan Arsaki tidak mencoba memaksa.

Teija yang melihat itu merasa tak berguna sama sekali. Nova jelas mampu mengatakan banyak hal yang diluar perkiraan tapi masuk akal untuk bisa dijadikan alasan menghindari Teija. Alasan yang digunakan Nova juga tampaknya berhasil membuat orangtua perempuan itu tak meraba masalah yang terjadi pada rumah tangga mereka.

“Habis ini ikut ayah. Ngomong di atas.”

Seperti yang biasa dilakukan oleh Arsaki, mengajak bicara anak-anaknya di balkon atas untuk hal serius. Jika sudah begini Nova dan Teija tidak bisa lari lagi.

***

“Jadi, kamu hamil.” Arsaki memulai.

Nova mengiyakan dengan anggukan, sedangkan Teija gugup membayangkan pertanyaan apa yang akan mertuanya itu sampaikan.

“Karena udah kebobolan begini, kalian mau mengambil tindakan apa?” tanya pria dewasa itu lagi.

Arsaki bisa begitu serius meski tampak santai. Justru yang seperti ini yang membuat Nova tidak berani bicara macam-macam. Jika saja Samila yang bicara, Nova masih bisa membalas ucapan ibunya dengan bebas. Namun, Nova tidak melakukannya ketika berhadapan dengan ayahnya. Teija tidak tahu apakah harus bersyukur atau tidak dengan bagian ini. Di satu sisi, Teija tenang karena Nova tidak akan mengeluarkan kalimat asal lainnya untuk menghindari Teija semakin jauh. Namun, di sisi lain Teija juga takut jika Arsaki akan menekankan pertanyaan hingga mengetahui apa yang terjadi.

“Ya, kuliah. Jalanin kehidupan kayak biasanya, Yah. Emang mau apa lagi?”

“Kamu ini enteng banget kalo ngomong. Kamu ini pihak perempuan, Nova. Kamu yang akan kesulitan kalo kamu hamil dalam kondisi kuliah.”

“Aku, kan, udah punya surat nikah. Kenapa ribet, sih, Yah? Lagian kalo nanti menjelang lahiran, aku bakalan urus cuti dulu, supaya nggak ngulang SKS segala. Mubadzir duitnya nanti.”

Arsaki menghela napasnya. Lalu menatap Teija yang diam saja. “Kamu, Ja? Mau bagaimana? Ini sebentar lagi tanggung jawabmu tambah. Berarti kamu nggak bisa cuma santai-santai kuliah, dan kerja sampingan. Kamu harus ada kerjaan tetap. Mau nggak mau itu harus dijalani. Karena kalian udah nikah.”

Teija belum memikirkan hingga ke sana. Jujur, dia masih bingung dengan pernikahannya yang berada di ujung tanduk. Namun, Nova tidak terlihat mau membantu untuk menjawab bagian ini. Perempuan itu bahkan enggan menatap Teija dan malah memeriksa kukunya yang tidak kenapa-napa. Mengabaikan kegundahan Teija sebagai seorang suami dan menantu di sini.

“Ehm ... saya akan mulai mencari pekerjaan, Yah. Yang sesuai dengan jadwal kelas saya juga tentunya.”

“Bagus.” Lalu, Arsaki kembali kepada putrinya. “Kamu mau di sini berapa lama? Nggak mungkin kamu bisa ninggalin suamimu terlalu lama di sini. Bagaimana pun kalian sudah menikah.”

“Kita lihat nanti aja, Yah. Aku nggak mau stres selama hamil ini, jadi jangan terlalu paksa aku untuk balik kontrakan. Aku maunya di sini, aku nyaman di rumah ini.”

“Tapi kamu, kan, sudah jadi istri. Kamu harusnya bisa memutuskan hal berdasarkan logika, Nova. Bukan karena menuruti perasaan saja.”

“Ayah nggak akan ngerti rasanya jadi perempuan hamil. Kalo ayah yang jalanin, ayah pasti udah ngeluh.”

“Kok, malah jadi bahas ayah? Ya, memang ayah laki-laki, nggak bisa hamil. Itu kodratnya perempuan —”

“Oh, iya! Bener! Hanya perempuan yang nggak boleh milih. Hanya perempuan yang harus terima kodratnya. Hanya perempuan yang nggak boleh ngeluh. Pokoknya yang boleh dingertiin cuma laki-laki! Gitu, kan, maksud Ayah!?”

Arsaki menatap putrinya dengan bingung. “Kamu ini kenapa, Nova?”

“Aku nggak kenapa-napa, Ayah yang kenapa maksa aku pergi dari rumah ini!? Kalo aku pergi Ayah puas, kan, udah lepas dari tanggung jawab ngurusin satu anak. Iya, kan!?”

Teija mencoba menghentikan Nova, tapi perempuan itu langsung menepis apa pun yang pria itu lakukan.

“Diem lo! Gue jijik sama tangan lo, jangan pegang-pegang!”

“Nova!!” tegur Arsaki.

Mendapati nada tinggi ayahnya, Nova semakin geram. Emosinya campur aduk saat ini, dan keinginan menangis menjadi begitu besar.

“Nova benci Ayah ... Nova benci sama laki-laki nggak tahu diri yang cuma bisa bikin sakit hatiii!”

Setelah meneriakan kalimat itu, Nova pergi dan langsung mengunci diri di kamar. Tinggalah Arsaki dan Teija yang saling menatap. Sepertinya Nova tidak mau menutupi segalanya lebih jauh, karena Arsaki langsung bertanya pada Teija.

“Kenapa dia bilang begitu? Kamu tahu Nova sakit hati kenapa?”

The Baby's Contract✓Where stories live. Discover now