(d) Malam Pertama

2.2K 292 46
                                    

[ Uhhh, yang masih penganten baru. Masih manis bgt ya. Belum ada kerikil atau duri tajamnya. Ya, beberapa waktu lagi kayaknya sih bisa kali ya dibikin baper versi meringis ngilu. Eh, tapi bukan meringis ngilu kayak si Nova yang baru jebol, ya🤭. Yuk, mari kasih semangat lagi biar besok up nya double.]

Nova terlihat tak tenang sejak selesai bicara dengan orang tuanya. Teija bisa melihat kecemasan yang ditunjukkan melalui sikap perempuan itu yang menggigit kukunya dan menggerakan kakinya dalam tempo yang cepat. Kebiasaan Nova yang seperti ini jarang terjadi, dan biasanya hanya muncul ketika diminta guru tampil dalam kegiatan sekolah yang membuatnya jadi pusat perhatian.

Teija tidak langsung mengajak bicara Nova yang seperti ini. Dia mengambil kaus di dalam tas ransel berisi pakaiannya sejak ijab terlaksana. Dia bahkan masuk ke kamar mandi untuk cuci muka, sikat gigi, dan menggunakan pelembab milik Nova karena merasa kulitnya sangat kering sehabis mencucinya. Teija banyak belajar dari Nova yang selalu cerewet mengenai kebersihan wajah. Menurut perempuan itu, baik laki-laki atau wanita merawat tubuh dan wajah adalah kewajiban. Teija setuju dengan itu, tapi dia terlalu sayang mengeluarkan uang untuk membeli skincare selayaknya Nova. Jadi, lelaki itu seringnya memakai pelembab Nova atau bahkan mamanya jika merasa perlu disaat kulitnya kering.

Selesai dengan semua agenda sebelum tidur, Teija menyentuh lutut Nova dan menghentikan gerakan kakinya.

“Ngapain, sih, Ja?” protes Nova.

“Lo yang ngapain? Bukannya bersihin badan, mau tidur. Malah bengong sambil overthinking.”

Nova berdecak, dia membiarkan Teija menaiki ranjang di sampingnya. Lelaki itu duduk bersandar kepala ranjang sama seperti Nova.

“Ibu sama ayah kayaknya sengaja mau usir kita dari rumah, deh, Ja.”

Kening Teija langsung bertumpuk. Ucapan Nova yang datangnya dari rasa curiga tak jelas membuat lelaki itu menghela napasnya lebih dulu.

“Kumat, deh, ngaconya!”

“Ih, serius, Ja! Masa kita dikasih kontrakan sama ayah? Dikasih perabotan segala. Kayaknya kita disuruh hidup mandiri sebagai pasangan, deh. Tapi kita, kan, belum kerja! Kita juga baru mau lulus SMA. Kita masih butuh biaya kuliah. Kalo kita tinggal sendiri, makan apa kita, Ja??”

Teija menggelengkan kepalanya tak habis pikir dengan sikap Nova ini. Memang, sih, kecemasan tersebut sangat realistis. Namun, Teija sendiri tidak mendengar adanya keinginan orang tua Nova yang lepas tanggung jawab soal biaya pendidikan anaknya saat tadi bicara.

“Kontrakan itu buat basecamp kita aja, Va. Ayah lo tadi cuma nyinggung hitung-hitung kita belajar tinggal terpisah. Nggak ada pembahasan lo nggak bisa kuliah setelah lulus nanti. Stop overthinking, Nova Arsaki!”

Basecamp apaan kalo buat ena ena sama belajar tinggal terpisah?! Itu bahasanya ayah aja yang secara nggak langsung nyuruh buat kita hidup sendiri!”

Teija menggaruk kepalanya dan tidak ingin melanjutkan perdebatan ini. Nova akan semakin menjadi-jadi jika diladeni.

“Udahlah, Va. Lo nggak pegel ngoceh terus? Mending tidur, besok kita balik sekolah lagi buat prepare ujian. Jangan sampe kita nggak masuk gara-gara lo begadang karena sibuk ngoceh.”

Teija sudah berniat merebahkan tubuhnya, tapi Nova menahan lelaki itu.

“Kok, lo egois, sih?!” amuk Nova lagi.

“Hah? Egois apaan?”

“Lo mau ninggalin gue tidur gitu aja? Oh, karena udah ngerasain malam pertama makanya lo nggak peduli gue mau bersihin muka sendiri atau nggak, gitu, ya!”

Teija yang tadinya akan membalas, kini mengembuskan napas perlahan. Dia ingat bahwa Nova masih nyeri untuk berjalan.

“Buka baju lo,” ucap Teija.

Nova langsung memasang wajah terkejut. “Apaan!? Gue nggak mau!”

“Buka baju lo di sini, nanti biar baju kotornya gue masukin ke keranjang pakaian. Terus gue gendong lo ke kamar mandi. Masih mikir gue mau macem-macem?” balas Teija dengan dongkol.

Tak lagi berkata apa-apa, semua kebutuhan Nova dilayani oleh Teija cukup baik. Lelaki itu bahkan mengambilkan pakaian untuk Nova dan bolak balik menggendongnya hingga kembali di ranjang dengan selamat.

“Bisa encok gue kalo keseringan gendong lo!” keluh Teija yang mematikan lampu utama kamar tersebut.

Begitu Teija sudah memasang posisi telentang, Nova kembali protes. “Tangan lo jangan nutupin muka gitu, dong, Ja!”

“Apaan lagi, sih, Va?”

“Lebarin tangan lo!”

Teija menuruti saja perintah Nova itu. Dia melebarkan tangan kirinya dan Nova masuk ke sela lengannya. Kini, Teija paham bahwa perempuan itu ingin tidur dipelukannya.

“Manja,” ucap Teija.

Meski begitu, Teija tidak mendorong pergi Nova. Dia memeluk Nova dengan memiringkan tubuh menghadap perempuan itu. Mereka akhirnya bisa tidur lelap tanpa drama lagi. Walau esok pasti akan tetap ada saja drama yang terjadi.

The Baby's Contract✓Where stories live. Discover now