(b) UN- Ujian Nova

1.5K 268 46
                                    

[Ih, ditunggu komennya sampe 50 masih nggak nyampe juga😩. Nih, aku kasih update, tapi jangan lupa vote dan komennya, ya.]

Selama masa ujian, tidak ada izin bagi Nova untuk bisa menemui Teija. Sebenarnya itu bentuk larangan yang paling dasar. Mengingat seluruh saudara Nova juga akan dilarang ini dan itu jika dalam masa ujian. Namun, jika kasusnya Nova tak boleh bermain ponsel, itu lebih mudah diterima bagi anak perempuan pertama keluarga Arsaki tersebut. Sayangnya, larangan itu adalah tak bertemu Teija. Bayangin loh! Nggak ketemu Teija! Padahal sejak menjadi tetangga, hampir tak ada satu waktu pun bagi Nova untuk tak mengetuk pintu rumah keluarga Jamal itu. Nova selalu punya waktu jika itu berkaitan dengan Teija Nero. Menjauhi ponsel lebih mudah ketimbang menjauhi Teija.

Karena ujian tak menghabiskan waktu selayaknya hari biasa, maka seluruh anak kelas tiga selalu pulang lebih cepat. Ini adalah saat yang ditunggu oleh mayoritas teman Nova, lagi-lagi perempuan itu berbeda! Dia tak suka pulang lebih cepat, karena berada di rumah lebih cepat membuatnya bisa lebih sering teringat Teija. Dia tak suka suasana sepi tanpa berdebat dengan lelaki itu. Apalagi tatapan ibunya ketika Nova berusaha mengendap-endap keluar rumah dan ingin masuk ke rumah Teija melalui pintu belakang. Entah kenapa radar seorang ibu begitu kuatnya.

"Nov, lo udah dijemput?"

Niki, si anak kelas yang selalu tengil kepada Nova datang bertanya. Gayanya yang sok keren itu ditunjukkan melalui jaket jeans, motor gede, dan helm yang menurut Nova terlalu berat dan besar melebihi isi kepala Niki yang kosong.

"Ngapain nanya-nanya? Lagian, mata lo buta, Nik? Kalo gue masih nunggu di sini, itu tandanya gue belum ada yang jemput!"

"Judes banget, sih. Kenapa setiap kalo lo ngomong sama gue beda banget kalo ngomong sama Teija. Lo suka sama dia?"

Nova menatap teman sekelasnya itu dengan sengit, tak suka sekali terhadap tingkat kepo Niki yang berlebihan.

"Apa urusannya sama lo!? Sekali lagi, ya, Nik. Lo ngapain, sih, nanya-nanya? Gue nggak hutang jawaban ke lo. Soal sikap gue yang judes sama lo, itu karena lo yang kurang ajar. Dateng minta contekan, nanti kalo nggak dikasih malah ngomong yang nggak-nggak, terus lo sekarang mau kepo soal perasaan gue? Ngaca, Nik! Lo bukan siapa-siapa di hidup gue!"

"Emangnya Teija siapa di hidup lo? Sampe lo kasih perhatian yang beda."

Nova kesal sekali dengan pertanyaan Niki tersebut. Sudah dikatakan semua itu bukan urusan cowok tengil tersebut, eh malah semakin menjerumus saja pertanyaan yang dilayangkan.

"Bukan urusan lo!"

Niki berniat kembali membalas ucapan Nova, tapi bunyi klakson mobil ke arah Nova menunjukkan bahwa perempuan itu sudah dijemput.

Nova bahkan tak berbasa-basi untuk pulang meski Niki menatapnya hingga mobil yang menjemputnya pergi menjauh.

"Gue bakalan cari tahu soal Teija di hidup lo, Nov!"

***

"Siapa tadi?" tanya Agus.

Kali ini bukan Janu yang menjemput Nova, jika sudah begitu, berarti Janu memiliki urusan yang lebih penting.

"Temen sekelas, tapi nggak jelas."

"Lo deket sama dia?"

"Ngapain deket sama cowok mulut bawel dan suka nyontek begitu!?"

"Tapi dia keliatan pengen deket sama lo."

Kali ini Nova menatap kakak keduanya dengan tak percaya. Pernyataan macam apa yang sedang Agus sampaikan ini?

"Dia resek, kepoan, dan yang paling penting dia suka cari gara-gara sama Teja! Sebel banget gue sama dia!"

Agus tidak terlihat ingin bercanda kali ini. Nova tidak mengerti kenapa kakaknya itu menjadi sangat serius membahas Niki.

"Hati-hati. Katanya benci bisa jadi cinta. Lo sama Teija juga belum cinta, kan? Kemungkinan besar kalian bisa ketemu cinta setelah makin dewasa."

Nova menjadi sangat tak nyaman diantar dan jemput oleh kedua kakaknya secara bergantian. Entah ada aura apa di dalam mobil hingga mereka selalu membicarakan hal yang serius.

"Apaan, sih? Lo nggak tahu perasaan gue, ya, Kak Gus. Nggak usah sok nebak gitu!"

"Oh, jadi lo udah cinta sama Teija? Tapi nggak mau ngaku? Pantes masih diperlakukan kayak temen biasa."

Nova langsung menatap kakaknya yang sibuk menatap ke depan. Ada sesuatu yang tak suka untuk Nova dengar.

"Kak Gus bilang apa? Masih diperlakukan kayak temen biasa? Gue nggak bilang soal Teja yang nyentuh gue melebihi temen, bukan berarti Teja anggap gue temen seterusnya. Jangan kebanyakan nebak aneh-aneh, deh!"

Agus menghela napasnya, begitu lelah untuk menyampaikan kalimat yang disampaikan dengan pertimbangan masak.

"Gue nggak nebak aneh-aneh. Tapi lo juga harus belajar dewasa. Cinta itu nggak indah, dan nggak selamanya ada. Lo sama Teija sekarang mungkin masih bisa santai, tapi kalo kalian masuk dunia kuliah, bakalan beda cerita. Gue cuma kasih nasehat aja, siapa tahu hati kalian bergetar sama lawan jenis yang bukan pasangan resmi kalian. Gue nggak mau jadi saksi drama sinetron kalian berdua, kalo salah satu diantara lo dan Teija ngerasa ketemu cinta sejati di sosok lain setelah kenal dunia yang lebih luas."

The Baby's Contract✓Where stories live. Discover now