Pembuka

7.5K 610 101
                                    

“Saudara Teija Nero bin Sujamal Agung, saya nikahkan dan saya kawinkan Anda dengan anak perempuan saya Nova Saki dengan mas kawin uang tiga puluh juta rupiah dibayar tunai.”

“Saya terima nikah dan kawinnya Nova Saki binti Arsaki Endah dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.”

Suara yang semula hanya didominasi oleh Teija dan ayah Nova itu sekarang sudah terisi oleh lantunan kata ‘sah’ dan ‘alhamdulillah’ di ruangan tersebut. Tidak banyak yang menjadi saksi pernikahan itu. Namun, keluarga Nova yang memiliki total enam orang anak membuatnya menjadi ramai.

Jelas saja ramai, kedua kakak Nova, dan tiga adik gadis itu memang selalu berisik jika ada acara apa pun di rumah. Lebih berisik lagi disaat seperti ini, ketika pernikahan untuk pertama kalinya dilakukan di rumah keluarga tersebut.

Teija dan Nova saling menatap, bukan jenis tatapan romantis. Mereka justru saling menunjukkan raut datar dan cuek.

“Nova, ayo cium tangan suami kamu!” bisik Samila pada putrinya. Tentu saja diiringi dengan cubitan di paha gadis itu.

Nova berdecak setelah menahan rasa sakit karena cubitan ibunya. Dia terpaksa mencium punggung tangan Teija di bibir, karena ibunya lagi-lagi memberi perintah demikian.

Semua orang sudah mendesah lega dan mulai sibuk dengan urusan masing-masing. Teija dan Nova langsung menyingkirkan kain yang digunakan menutupi kepala hingga punggung mereka.  

“Aku mau ganti baju. Gerah!” ucap Nova tanpa menunggu respon keluarganya lagi.

“Teija juga mau pulang, ganti baju—”

“Eh, eh, Teija. Hmmm, jangan keluar rumah ya. Takut ada tetangga yang lihat. Baju kamu udah dibawa sama mama kamu di tas, di kamarnya Nova. Kamu ikut aja sama Nova, ya.” Samila memberikan penjelasan.

Teija hanya bisa berdecak dan mengiyakan. Dia tak mau lebih lama berada di ruangan itu dan mendapati tatapan menggoda dari kakak kedua Nova, Agus.

“Selamat malam pertama adik ipar!” celetuk Agus akhirnya.

Sepertinya Teija harus punya stok rasa sabar untuk menghadapi kakak iparnya yang satu itu.

***

“Kita nggak bisa diem aja, Teja!” ucap Nova yang sedang menghapus riasan akad nikahnya.

“Terus mau apa? Kita udah sah juga.”

“Gue nggak mau masa muda ini sia-sia!”

“Ya, terus apa???” balas Teija dengan malas.

Let's make a deal. No, no, no! Bukan kesepakatan biasa. Kita harus bikin kontrak di atas materai! Selama kita masih pengen seneng-seneng di masa muda, no babies included in this marriage!

“Terus kalo mama kita repot minta cucu?”

“Kita masukin ke poin kontraknya, babies included near our divorce!

WHAAATTT!? Lo gila, ya, Va? Lo udah punya rencana mau cerai?”

Nova tidak terlihat terusik dengan keterkejutan Teija itu. Yang ada malah Nova menaikkan bahu tak peduli.

“Emang lo mau hidup selamanya sama gue? Kan, lo sendiri yang sering bilang nggak sudi pacaran sama cewek tengil kayak gue. Sampe gue minta lo ajarin ciuman aja nggak berhasil, malah yang ada ketauan sama mama lo dan kita dinikahin begini.”

Teija mengusap wajahnya dengan frustrasi. “Terserah lo aja, Va! Gue pusing ngadepin cewek kayak lo. Padahal kondisi kita sekarang gara-gara lo yang minta ajarin ciuman segala! Permintaan aneh lo yang bikin kita begini.”

“Ih, kok gue!? Justru karena lo nggak buru-buru cium gue makanya kelamaan! Coba kalo lo nggak cupu, kita pasti cuma bakalan keluar kamar agak canggung doang!”

“Lo bilang apa? Cupu? Siapa yang cupu?”

“Lo! Teija Nero! Lo cupu banget soal cium—hmpt!”

Teija bisa bersabar dengan kondisi pernikahan dadakan ini, tapi dia tak bisa sabar jika ditantang dengan kalimat ‘cupu’ dari cewek yang sudah menjadi tetangganya sejak lima tahun lalu itu. Lihat saja, Teija akan membuat Nova menelan status ‘cupu’ itu untuk diri gadis itu sendiri.

[Suka? Mari vote dan komen yang semangat, yes. Aku up bab pertama kalo komennya udh 100. Wkwk.]

The Baby's Contract✓Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz