"Ngobrol sendiri, udah gila ya?!"

"Isshhh apa si ganggu orang aja!"

Brakk!

Zara menendang pintu, Cit pun mengisi gelas dengan air.

"Woy!"

"Apa? Mau aku siram?"

"Kamu mau bareng enggak?"

"Dih kesambet apa, tumben banget ngajak bareng."

"Udah cepet, mumpung aku belum berubah pikiran."

"Ada apa ni, aku kok jadi takut ya kalau Kaka punya niat buruk?"

Zara menoyor kepala Citra.
"Lambemu tak kuncir!"

"Eleh lambemu, lambemu mentang-mentang mau nikah sama mas-mas Jawa."

Wajah Zara bersemu merah, namun seketika ia mengatur kembali ekspresinya agar tetap terlihat cuek.
"Udah cepat, pokoknyo lima menit lagi kamu udah turun!"

Cit mengedikkan bahu setelah Zara pergi lalu bergegas menggosok gigi dan bersiap-siap kembali lagi ke sekolah setelah libur beberapa hari.

Cit memperhatikan makeup tipis di wajah Zara, juga setelan tweed merah muda yang senada dengan rok selutut yang memamerkan pinggang kecilnya seperti seorang Miss Grand. Sejak mobil keluar dari gerbang rumah, tak satu pun di antara dua saudari itu bersuara, hingga mereka terhenti di lampu merah.

"Kenapa si ngeliatin mulu?"

Zara melirik wajahnya yang cantik di kaca lalu mengibaskan rambut dengan centil.
"Cantik ya?"

"Biasa aja," jawab Cit acuh.

Zara menutup bibir Cit dengan telunjuknya.
"Hihh pendusta."

Zara menggeleng dan melambaikan tangan tanda penolakan pada remaja jalanan yang membersihkan mobil dengan kemoceng lusuh di tangannya.

Zara mendengus melihat remaja yang tampak bugar itu tetap saja mengusap kaca mobilnya tanpa mempedulikan isyarat penolakan yang mereka lakukan.
"Ngeyel banget si ni orang."

"Eh eh jangan jangan tuh kan tambah buram kacanya ih!"

Zara membuka kaca mobilnya.
"De gak usah, makasih ya," Zara tersenyum dengan mata yang mendelik tajam hingga sang remaja kemoceng merasa segan. Cit merogoh saku kemejanya dan mengeluarkan uang lima ribuan, baru saja Cit membuka kaca, remaja jalanan itu secepat kilat merebut uang di tangan Cit lalu pergi begitu saja tanpa alas kaki dan kata terimakasih.

Zara menggeser rem tangan ketika lampu hijau menyala.
"Tuh kan enggak bilang makasih, langsung selonong aja pergi."

"Udahlah Ka, cuma recehan juga."

"Kamu tu enggak tahu, makin sering kamu kasih anak jalanan duit, mereka makin malas sekolah, akhirnya sampai tua di jalanan."

Cit diam dan berpikir, Zara pun tak tahan tak mengomeli adiknya meski ia sudah berjanji pada Mama dan Papa akan berusaha mengubah sikapnya menjadi lebih baik pada Citra.
"Kamu enggak tahu aja, Kaka abis duit sampe berapa juta gara-gara mobil kakak diberetin pake cutter lipat sama tukang kemoceng kayak tadi."

"Eh kok gitu?"

"Nah, kamu enggak tahu kan kalo mereka itu bawa pisau lipat, mereka itu usil tahu. Lagian kok bisa-bisanya kamu kasihan sama mereka, padahal pemerintah mati-matian ngasih sekolah gratis, kartu-kartu dan bantuan sosial supaya mereka enggak jadi gelandangan terus kayak gitu."

PETERCANWhere stories live. Discover now