43. Fuck Everyone It's Just You in the End

23.8K 1.4K 227
                                    

Aswari berjalan dari parkiran menuju gedung rumah sakit. Tujuannya saat ini adalah menemui Bian secepat mungkin. Lorong panjang yang terasa tak berujung membawanya ke deretan kamar inap VVIP.

Tadi Aswari sudah menghubungi Evan, menanyakan di rumah sakit mana Bian dirawat. Evan tentu dengan senang hati memberitahu Aswari. Bahkan menyebutkan dengan sangat detail berserta nomor kamar. Kini Evan tengah menunggu kedatangan sosok sang penyihir untuk bersua kembali dengan bos besarnya. Reuni pasangan paling meresahkan seplanet bumi.

"Van, Bian di mana?" Yang tengah ditunggu-tunggu akhirnya datang. Aswari bertanya di mana suaminya kini berada.

"Bian nggak kenapa-kenapa kan, Van?" timpal Aswari lagi. "Katanya kondisi suami gue parah? Enggak kan, Van? Nggak mungkin kan, Van?" Evan dihujani beberapa pertanyaan sekaligus.

Evan menenangkan perempuan di depannya. Menyuruhnya mengatur napas dengan benar. "Bian udah baik-baik aja, lo bisa tenang," jawab Evan.

"Gimana bisa tenang? Di mana suami gue sekarang? Kamarnya kok kosong, Van? Bian kenapa-kenapa ya?! Jangan bohongin gue lo!" Aswari menerobos masuk ke dalam ruang inap Bian. Kamar itu kosong tak berpenghuni. Ke mana suaminya?

"Bian udah naik ke atas," ujar Evan.

"Hah? Ngomong yang bener deh, lo! Udah naik ke atas gimana? Pa—pangkuan Tuhan?" Aswari seketika panik sendiri.

Evan menepuk jidatnya. "Bukan itu. Maksudnya, Bian naik ke atas, ke atap."

"Ngapain?"

"Paling juga dia mau nye—"

"Nyerah sama hidupnya???!" Aswari memotong ucapan Evan. Bertingkah sok paling dramatis. "Kenapa lo biarin Bian pergi sendirian sih, Van! Gimana kalo Bian kenapa-kenapa?!"

Evan menahan diri agar tidak menyumpal mulut Aswari dengan sandal. Bisa tidak dengarkan ucapannya sampai selesai?!

"Bian nggak akan kenapa-kena—"

"Lo keterlaluan, Van. Lo harusnya jagain Bian dua puluh empat jam sehari. Kalo Bian kenapa-kenapa gimana? Lo mau tanggung jawab? Udah, biar gue aja yang nyusul Bian. Lo, minggir, Van!" Aswari menuju lift dan menekan lantai tertinggi rumah sakit.

Evan mendesah geram. Dengan perasaan dongkol pemuda itu menyaksikan sosok Aswari yang menghilang di balik lift.

"BIAN CUMA MAU NYEBAT YA ANJING!" teriak pemuda paling menderita itu dengan menenggelamkan kepalanya pada bantal.

***

Hari ini masih sama, Bian tengah memandangi langit luas. Tugasnya sebagai ahli ramal cuaca yang tidak dibayar, sama sekali tidak membantu petugas BMKG. Kepulan asap keluar dari mulutnya. Dua linting tembakau sudah habis menemani kehampaannya. Hidupnya menyedihkan.

Pria itu menyandar pembatas atap gedung rumah sakit. Jika seseorang memergokinya tengah merokok, bisa kena denda 50 juta dia.

Getar dari dalam sakunya. Evan mengirimkan pesan. Tidak hanya satu. Tapi ada tujuh. Bian dengan satu tangan membuka layar ponsel. Belum sempat membaca, tangannya yang berkeringat membuat benda tipis persegi panjang itu meluncur jatuh. Bian mengumpat, ponselnya jatuh di luar pagar pembatas, di saluran air yang jaraknya setengah meter darinya.

Pria itu berjongkok, mengulurkan tangan sepanjang mungkin agar bisa menjangkau ponselnya. Tidak bisa, terlalu jauh. Satu-satunya cara yang terpikir di benaknya hanya naik ke atas pagar, lalu mengambil ponselnya dengan hati-hati, kemudian kembali lagi dengan selamat. Salah-salah resikonya terjun bebas dari lantai delapan.

Baru saja Bian menaikkan satu kakinya ke atas pagar, seruan seseorang memanggil namanya terdengar melengking.

"BIANNN! JANGAN! MESKI HIDUP INI SUSAH MENGAKHIRI HIDUP BUKAN JAWABANNYA! KAMU BILANG SENDIRI KE AKU BUAT NGGAK MAIN-MAIN SAMA NYAWA KAN?! BIAN PLEASE URUNGKAN NIAT KAMU! BIAN! KITA BISA BICARAKAN BAIK-BAIK!! BIANNNN!"

THE WITCH OF MINE [TAMAT-LENGKAP]Where stories live. Discover now