13. His Old Man

9.7K 858 17
                                    

Devi kalang kabut di depan kantor pimpinannya. Tadi pagi setelah seenak jidat membatalkan seluruh jadwal hari ini dan meminta untuk dijadwalkan ulang dengan alasan bosnya itu hendak bermain golf di Noblesse Senayan, dalam hati Devi mengumpat. Memang sudah tugasnya mengatur jadwal direktur perusahaan karena itu pekerjaannya sebagai sekretaris yang digaji, tapi kalau semendadak ini Devi yang jungkir balik menghubungi klien satu-satu.

Belum selesai urusan itu dan belum kembali bosnya itu dari Senayan, bosnya dari para bos alias pemilik SW Grup, Kusuma Sastrowardoyo ayah dari Bian datang ke kantor. Dari wajahnya yang tidak ramah ingin bertemu dengan putranya segera menandakan ada sesuatu yang serius. Devi panik karena Bian tidak ada di kantor. Evan pun yang biasanya menangani para petinggi ini ikut pergi bersama Bian ke Senayan. Hari ini memang harinya Devi untuk menikmati indahnya tekanan dalam bekerja.

"Pak Kusuma udah menunggu sejak dua jam lalu. Saya harus gimana lagi? Mas Evan mending suruh Pak Bian buat cepet-cepet balik ke kantor sebelum ruangan direktur ancur lebur. Tolong banget ini mah." Devi menelepon Evan yang ke tiga kalinya.

"Ini udah mau balik kok. Nggak nyampe setengah jam ke kantor. Tenang aja, Pak Kusuma mukanya doang yang garang. Nggak bakal gigit kok, apalagi nyakar kayak Adul." Evan masih sempat-sempatnya bercanda di situasi yang menurut Devi sangat genting ini.

"Serius, Mas!"

"Beneran mau diseriusin?"

"Plis jangan bercanda mulu. Ngeri banget tau liat Pak Kusuma. Pokoknya Pak Bian harus segera ke kantor. Bye." Devi menutup sambungan telepon. Ia mengintip ke dalam ruangan direktur kembali. Pak Kusuma masih duduk dengan posisi yang sama. Bahkan minuman yang Devi buatkan belum tersentuh sama sekali di atas meja. Padahal itu kopi mahal yang belinya saja di Brasil.

Ketar-ketir menunggu selama hampir setengah jam, yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Devi hampir sujud syukur melihat wajah atasannya datang bersama Evan sepulang dari Senayan. Devi langsung berlari menghampiri.

"Di dalam sudah ada Pak Kusuma, beliau ingin bertemu dengan Pak Bian. Katanya ada hal penting yang perlu dibicarakan." Devi cekatan berjalan bersisian dengan Bian sambil melaporkan situasi.

"Oke, thanks Dev. Kamu belum makan siang kan?" Bian bertanya tanpa melihat pada Devi. "Evan, ajak Devi makan siang. Percakapan saya dengan Pak Kusuma akan lama. Gunakan waktu itu untuk kalian berdua istirahat." Bian masuk ke dalam ruangan miliknya setelah mengucapkan itu kepada dua sekretarisnya.

Terlihat amat jelas, Devi sudah lega sekali. Bebannya terangkat sudah.

"Yuk, Dev, makan siang dulu? Gue yang traktir." Evan mengajak. Ia tahu sudah bekerja keras seperti apa Devi hari ini. Perempuan itu layak ia traktir sebagai hadiah.

"Yuk, udah laper banget nih. Mau pingsan malah."

Keduanya menuruti Bian untuk pergi mengistirahatkan diri.

***

Di dalam ruangan direktur, Bian disambut tatapan mematikan dari ayahnya. Kusuma Sastrowardoyo terkenal sangat keras mendidik anak-anaknya. Tidak ada yang diperlakukan lembut bahkan untuk Bunga yang merupakan anak perempuan satu-satunya.

Bian santai duduk di seberang ayahnya. Sudah terbiasa ditatap dengan penuh intimidasi. Ia tidak heran. Karena di rumah pun ia terlatih dengan tatapan mengintimidasi dari istrinya. Bisa dibilang Aswari lebih menakutkan dibandingkan ayahnya. Ayahnya tidak bermain-main dengan perasaannya, tapi Aswari, perempuan itu mengintimidasinya, mempermainkan perasaannya, menyakitinya berkali-kali, membuatnya bahagia sejenak lalu dijatuhkan kembali. Perempuan satu itu luar biasa dibandingkan Kusuma.

"Kamu sudah gila?!" Pertanyaan itu yang menyambut pendengaran Bian begitu sedetik pantatnya mendarat duduk.

"Foody Doo kamu anggap remeh?! Kamu tau berapa besar pendapatan yang kita dapatkan dari iklan mereka?! Dengan tidak becusnya kamu black list mereka dari TV kita?! Kamu sudah hilang akal?!"

THE WITCH OF MINE [TAMAT-LENGKAP]Where stories live. Discover now