39. Clever as the Devil and Twice as Pretty

10.3K 1.1K 146
                                    

Icarus falls. Pater Pan losing Wendy. Robbie can't come home to Cecilia. Jo let Laurie go. Romeo and Juliet die. Hayam Wuruk and Dyah Pitaloka, their love was a tragedy.

Bian mengulas senyum miring di sudut bibirnya. Sinis. Kisah cintanya dengan Aswari akan menambah daftar panjang para pasangan di atas. Kisah yang berakhir tidak bahagia.

"Congratulations, Bian. Well done."

Pria itu memandangi layar ponselnya. Tidak ada unggahan baru di akun media sosial Aswari. Tidak ada juga notifikasi dari transaksi kartu kreditnya. Padahal dia sedang sangat merindukan penyihir kesayangannya itu. Ada perasaan aneh saat Bian melihat foto istrinya. Dulu sedekat nadi, sekarang sejauh matahari. 

"Aswari...," sebut Bian bersamaan dengan kepulan asap yang keluar dari mulutnya. Nama yang semakin lama disebut semakin terasa asing.

Menyesal? Jangan ditanya. Itu sudah hal yang pasti. Andai waktu dapat diulang. Andai Bian tidak sebodoh itu. Penyesalan pasti tidak akan menggerogoti relung batinnya.

Merangkak kembali kepada Aswari belum tentu Bian akan diterima. Aswari pasti muak sekali dengannya. Bian layak dibuang selamanya dari kehidupan perempuan itu. Bian layak menderita.

Ada asa untuk menggapai kembali, namun rasa tak sampai.

Bian melempar ponselnya sembarang. Mengabaikan bilah notifikasi yang sempat dilihatnya sekilas. Puluhan pemberitahuan bertengger di sana, memberitahukan padanya catatan panggilan dan pesan yang sengaja ia lewatkan.

Ada dua panggilan tidak terjawab dari Bunga. Tujuh panggilan tidak terjawab dari Samara Irawan. Satu panggilan tidak terjawab dari Bagas. Empat panggilan tidak terjawab dari Bagus. Tiga puluh enam panggilan tidak terjawab dari nomor tak dikenal. Dan lima ratus tujuh puluh empat pesan masuk belum terbaca.

Merepotkan.

Mau apa mereka? Memakinya karena bertingkah? Memarahinya karena akan bercerai? Atau malah hendak memberinya ucapan selamat karena hidupnya hancur?

Keluarga dan teman-temannya sama saja. Berlagak peduli karena penasaran. Ingin tahu se-memprihatinkan apa kondisi Bian. Seberapa menderita Bian agar bisa ditertawakan bersama-sama saat nongkrong nanti. Menyenangkan bukan melihat orang lain kesusahan?

Bian tidak perlu ambil pusing. Saat berada di titik paling rendah dalam hidupnya inilah dia bisa tahu, mana orang yang benar-benar peduli padanya dan mana yang hanya pura-pura belaka. Hitung-hitung seleksi alam. Membuang orang-orang yang tidak berguna dalam hidupnya.

"Bian!"

Dari dalam rumah terdengar suara perempuan memanggilnya.

"Bian, buka pintunya! Bian!"

Bian melongok ke arah pintu. Belum beranjak dari duduknya. Hanya menajamkan pendengarannya menerka siapa pemilik suara tadi. Aswari? Tidak mungkin.

"Bian! Aku mohon buka pintunya! Bian kita perlu bicara! Aku mohon Bian buka pintunya!"

Shit.

Cantika Maharani menggedor pintu apartemennya malam-malam.

Bian berniat mengabaikan. Dia harus mengambil sikap tegas. Belajar dari kesalahannya yang lalu, keputusannya yang tidak becus membawa petaka. Pernikahannya menjadi korban atas sikap tidak berpendiriannya.

"Bian! Buka pintunya! Aku perlu ketemu kamu! Aku tau kamu di dalam! Bian aku mohon!"

Di dalam rumah Bian memejamkan mata. Menenangkan gejolak dalam jiwanya. Menunggu perempuan yang kini amat dibencinya pergi dari depan pintu apartemennya.

THE WITCH OF MINE [TAMAT-LENGKAP]Where stories live. Discover now