28. Rule Number 1: Never Be Number 2

8.4K 872 84
                                    

Pagi hari datang masih dengan ingatan pertengkaran hebat Aswari dan Bian semalam. Di pinggir kolam renang Aswari memangku Moa si kucing ningrat sambil menjemur seluruh koleksi tas branded miliknya. Jangan tanya kenapa alasannya, karena itu hanya akan membuat Aswari semakin tidak bisa memaafkan Bian.

Semalam setelah Waltz No. 2 Dimitri Shostakovich selesai terputar, Bian mengunci Aswari di dalam kamarnya dari luar. Bian meninggalkan istrinya berada di dalam kamar miliknya yang telah porak poranda dihancurkan penyihir itu. Sembari Aswari meneriakkan nama Bian mengutuk suaminya karena telah mengurungnya, Bian pergi ke kamar Aswari. Pria itu mengeluarkan seluruh koleksi tas mahal bermerek milik istrinya dari dalam lemari kaca dan melemparkan semuanya ke dalam kolam renang. Belum sampai koleksi sepatu istrinya Bian sentuh, Aswari sudah bisa meloloskan diri dari kamarnya dengan menghancurkan pintu dari dalam. Perempuan itu menggunakan stik golf untuk melubangi muka pintu dan keluar dari sana.

Aswari berteriak histeris melihat seluruh koleksi tas miliknya terapung di permukaan kolam. Sebelum Aswari bertindak lebih gila lagi, Bian mengangkat tubuh perempuan itu di pundaknya dan turut melempar si penyihir ke dalam kolam. Malam itu Aswari berenang bersama dengan koleksi tas miliknya dengan Bian tersenyum puas.

Jika selama ini Aswari berpikir Bian tidak bisa bertindak segila dirinya, perempuan itu salah. Bian bisa bertindak jauh lebih gila darinya.

Kesempatan untuk membicarakan masalah mereka dengan cara baik-baik telah leyap. Bagi keduanya, bertindak brutal dan saling menyakiti satu sama lain lebih mudah dilakukan. Pertanyaannya, setelah ini bagaimana mereka berdua akan menyikapi hubungan mereka yang sudah tidak bisa diperbaiki lagi?

Moa melompat dari pangkuan Aswari. Kucing itu berlari ke dalam rumah menghampiri Bian yang sedang berjalan di tengah ruangan. Bian berjongkok dan menggendong Moa, membawa buntelan bulu itu naik ke lantai dua.

Perempuan itu sesekali menengok ke dalam rumah. Bi Suti dan Pak Agus sibuk membantu Bian membereskan kamarnya. Kedua pekerja rumahnya itu tidak bertanya sama sekali kenapa kamar tuannya bisa luluh lantak, mungkin sudah bisa menebak sendiri alasannya. Mengingat majikan mereka sangat di luar nalar.

Aswari memandangi tas-tas kepunyaannya. Hatinya lebih sedih melihat kondisi tas miliknya sekarang dibandingkan saat melihat Bian berciuman dengan perempuan lain setahun lalu. Huhuhu. Koleksinya. Bayi-bayinya yang ia sayangi.

Ratna baru saja menelepon. Menanyakan mengapa Aswari belum datang ke kantor padahal biasanya dia datang lebih pagi dari satpam penjaga gedung. Aswari menjelaskan situasinya kepada Ratna. Bahkan mobilnya pun belum ada di rumah, sepertinya Bian sungguh-sungguh saat mengucapkan akan membuang mobilnya semalam. Berakhir lah Aswari tidak bisa pergi ke mana-mana. Dia terjebak di dalam rumah. Ia sendiri sudah memutuskan tidak akan menghadiri makan malam keluarga di rumah besar nanti. Peduli setan keluarga Bian membencinya. Bian sendiri pun sudah amat membencinya. Jadi untuk apa dia berusaha terlihat baik? Tidak berguna.

Evan datang ke rumah saat matahari mulai beranjak tinggi. Bian memberikan laptop miliknya kepada sekretarisnya meminta tolong untuk semua data pada laptonya di-back up terlebih dahulu sebelum membelikan Bian laptop yang baru. Aswari mencuri-curi pandang. Haruskah ia patahkan salah satu kaki Evan? Mengingat pemuda itu lah yang telah mengadukannya pada Bian. Aswari melihat rubah kecil itu di antara kerumunan orang saat Bian menyeretnya pergi dari kelab malam. Aswari jadi bimbang, mana yang harus dipilihnya, kaki kanan atau kaki kiri milik Evan yang harus ia patahkan.

"Enaknya tukang ngadu diapain ya?" Aswari muncul tiba-tiba, bertanya menakut-nakuti.

Evan terperanjat. Lima meter jauhnya Aswari berdiri melipat tangan di depan dada siap menghakimi. Bian menghela napas, memutar bola matanya malas.

THE WITCH OF MINE [TAMAT-LENGKAP]Where stories live. Discover now