19. Don't Worry, You Look Miserable Enough

9.7K 917 55
                                    

Keesokan harinya Bian sudah bisa berangkat kerja. Virus dalam tubuhnya sudah pergi. Manjur sekali obat yang diminumnya kemarin.

Sialnya segudang pekerjaan telah menanti. Libur satu hari menjadi momok baginya, terlebih pertemuan dan rapat yang kemarin ditunda telah dijadwalkan ulang untuk hari ini. Bian harus siap menghadapi jadwal padatnya.

Dalam perjalanan kembali ke kantor setelah meeting dengan sponsor barunya di Heritage, Evan yang menggantikan Pak Agus mengambil alih kemudi menjadi sasaran empuk Bian untuk menjadi tong sampah curhatannya. Curhat masalah apa lagi, tentu saja masalah pernikahannya.

"Van," panggil Bian dengan nada santai. Pria itu duduk manis dengan sebuah tablet di tangannya.

"Iya, kenapa?" Evan menyahut, masih sibuk dengan kemudinya.

"Istri gue," lanjut Bian menggantung. Pria itu menggaruk ujung alisnya yang tidak gatal.

Dalam hati Evan mendesah pelan, here we go again. Telinganya harus menampung lebih banyak lagi cerita huru hara rumah tangga bosnya ini yang tidak ada habisnya.

"Aswari? Kenapa lagi?" Evan mengalihkan sejenak perhatiannya kepada Bian lalu kembali menatap jalan raya.

"Istri gue, Van, Aswari kok bisa tau gue ngapain aja di luar rumah ya?"

"Termasuk lo yang kadang nyewa PSK?"

"Mulut lo kalo ngomong asal jeplak aja tanpa mikir." Bian menghardik. "Gue yang bayar iya, tapi lo sama anak-anak yang make. Brengsek."

Evan terkekeh pelan. Bian jadi gampang marah akhir-akhir ini. "Ya kan tetep atas nama lo yang nyewa haha," ucap Evan kemudian. Bian mendengus, Evan jadi ikut-ikutan menyebalkan seperti Aswari.

"Van," panggil Bian lagi, menghentikan tawa pelan dari mulut Evan.

"Apa apa apa? Gimana, Pak Bos?" Evan kembali menyahut, kesabarannya untuk Bian lebih panjang dari usus duabelas jari.

Bian menatap ke luar jendela, mengamati jalanan yang padat kendaraan. "Tapi malem itu di Cloud 9...."

Evan paham kalimat menggantung Bian hendak mengarah ke mana. "Gue narik lo balik setelah Mona nerima duit dari lo, aman." Evan menjelaskan lebih dulu.

Bian menatap dengan mata melebar, "Sumpah?" Ada sorot kelegaan di matanya.

"Iya! Buset dah percaya kek ke gue."

Bian terkekeh pelan. Jujur ia tidak ingat sama sekali kejadian saat ia mabuk malam itu. Bahkan ia sama sekali tidak tahu bagaimana ia bisa pulang.

"Lo tau Van, malem itu gue tidur di lantai ruang tamu. Aswari dalang di balik gue jatuh sakit keesokan harinya." Bian menceritakan kepada Evan kejadian pahit yang ia alami setelah pulang tidak sadarkan diri malam itu.

"Wah, istri lo emang final boss yang susah ditembus ya? Ngeri, tapi gue dukung istri lo si, haha."

"Kampret lo."

"Bercanda gue, gue selalu ada di pihak lo apapun yang terjadi."

"Nggak lucu."

"Sensi banget buset."

Bian menjatuhkan punggungnya pada sandaran. Sungguh, kehidupan pernikahannya lebih rumit dari labirin Maze Runner. Tangan kanan Bian memijit pelipis. Hidupnya tiada hari tanpa sakit kepala. Kalau tidak sakit kepala dia pasti sakit hati. Wah, Bian menikahi manusia atau penyakit.

"Van, satu lagi," ucap Bian menambahkan selagi ia ingat. "Apartemen di Tower Palace, tolong diubah jadi atas nama Aswari."

Evan yang sedang mengemudi sedikit terkejut. Tapi ia segan menanyakan alasannya kenapa, sudah bukan ranahnya untuk ia ikut campur. Meski sebenarnya ia penasaran setengah mati apa alasannya. Bian sendiri yang menyuruhnya secara langsung membeli apartemen itu secara diam-diam dengan uang pribadinya. Evan pikir apartemen itu akan menjadi rumah pelarian Bian saat nantinya hubungannya dengan sang istri tidak berhasil. Tetapi mengapa Bian malah memberikan apartemen itu untuk Aswari?

THE WITCH OF MINE [TAMAT-LENGKAP]Where stories live. Discover now