01. Bad Choices Make Good Stories

32.3K 1.7K 60
                                    

Warning!
18+ and harsh words

➳༻❀✿❀༺➳

Cinta itu omong kosong. Kesimpulan itu Bian dapatkan setelah dua tahun menikah. Bayangan akan pernikahan yang penuh cinta juga kasih sayang lenyap. Bukan karena dia seorang bajingan, tapi dia yang menikahi seorang penyihir.

Lihat saja, perempuan penyihir itu baru pulang setelah jam menunjuk pukul satu lewat seperempat dini hari. Bian berdiri menyandar sofa. Diam mengamati meski dalam hati ingin sekali mencerca macam-macam istrinya. Perempuan itu masih santai melepas sepatu bersol merah keluaran Christian Louboutin. Seakan apa yang perempuan itu lakukan sekarang adalah hal wajar.

Selama ini Bian sudah cukup sabar. Namun satu tahun belakangan tingkah istrinya makin jadi. Salah satunya ini, pulang lewat tengah malam tanpa memberi tahu Bian lebih dulu.

Tadi selama menunggu istrinya pulang Bian berpikir, mungkin sudah saatnya dia tidak perlu lagi bersabar dan memberi istrinya pengertian. Penyihir ini pasti menganggapnya enteng karena membiarkan semua tingkahnya selama ini. Meski Bian adalah suaminya, rasa hormat tak pernah ia dapatkan dari perempuan satu ini. Bian tidak dihargai sama sekali. Bian lelah direndahkan. Mulai sekarang Bian putuskan untuk tidak akan bersabar lagi.

"Masih inget rumah?" tegur Bian menukik.

Aswarina Priambudi, istrinya.

Perempuan itu menatap suaminya datar. Memperbaiki letak anak rambutnya yang melewati dahi. Menyambar Chanel Classic Handbag yang tergeletak di lantai sehabis berjongkok melepas sepatu.

"Masih, kan aku yang beli."

Dengar sendiri kan, tidak ada rasa bersalah meski pulang selarut ini tanpa ijin suami. Malah mengucapkan kalimat yang mematik emosi Bian.

"Hari ini mangkal di mana lagi?" Bian mengikuti gerak Aswari yang berpindah ke dapur dengan ekor mata.

"Bukan urusan kamu," balas perempuan itu enteng sambil mengambil botol air mineral di dalam kulkas.

"Ijin aku dulu bisa kan?"

"Apa sih? Kamu lebay banget tau nggak. Masih jam satu, kalo aku nggak pulang baru kamu boleh marah."

"Lebay? Aku suami kamu. Aku berhak marah. Masih jam satu? Ini udah lewat tengah malam." Laki-laki itu menunjukkan rasa tidak sukanya.

"Bi," panggil Aswari. "Aku capek. Besok aja kalo kamu mau marah-marah."

"Capek? Aku lebih capek. Capek banget sama tingkah kamu." Bian meledak. Langkah kaki Aswari yang sudah setengah jalan menuju kamar miliknya terhenti.

Benar. Bian dan Aswari pisah ranjang sejak setahun lalu. Alasannya Aswari tidak suka mendengar suara dengkuran Bian saat tidur. Padahal Bian mendengkur saja tidak.

"Terus mau kamu apa?" Aswari menantang suaminya. Emosinya sama-sama tinggi. "Kamu mau aku tunduk sama kamu? Ngikutin semua mau kamu? Mau diatur kamu? Bi, aku berhak melakukan semua yang aku mau."

"Tapi kamu itu punya suami. Kamu itu udah jadi istri aku. Kamu bukan cuma milik kamu sendiri, tapi milik aku juga." Bian sebisa mungkin menekan ledakan amarahnya. Berbicara baik-baik dengan istrinya memang mustahil.

Perempuan itu tersenyum sinis. "Aku tetap jadi milik aku sendiri. Aku berhak atas aku sepenuhnya."

Bian mengepalkan tangannya kuat-kuat. Emosinya tertahan. Rasanya ingin sekali melayangkan tinju ke wajah congkak istrinya. Aswari tidak pernah sadar di mana letak kesalahannya.

"Terus aku apa? Aku di hidup kamu itu apa?" Bian merasa tidak memiliki arti di hidup Aswari.

"Pake tanya? Kamu suami aku lah."

THE WITCH OF MINE [TAMAT-LENGKAP]Where stories live. Discover now