30. I SCREAM

Mulai dari awal
                                    

"Enak kan?"

Zara menoleh, dilihatnya Matt telah berdiri dengan kemeja hitam dan senyum jahilnya yang bagi Zara sangat menyebalkan. Zara menampik tangan Matt di bahunya dengan kasar.
"Kok kamu bisa masuk ke sini?"

Matt melirik tangannya yang telah ditolak Zara, lalu merebahkan diri di atas kasur tanpa melepas sepatunya, hingga urat-urat kepala Zara mengencang. Zara sontak bangkit dari meja belajarnya lalu berkacak pinggang.

"Jangan lancang ya masuk-masuk kamar gadis tanpa izin!"

Matt memiringkan tubuhnya dan menyangga kepala dengan tangan.
"Bentar lagi juga udah enggak gadis lagi."

"Ha?"

"Ha ho ha ho, heran deh Zar. Katanya kamu tu pintar, tapi kebanyakan hah hoh hah hoh tahu enggak."

Zara menarik tangan Matt sekuat tenaga.
"Heh aku bukannya enggak ngerti ya, cuma aku enggak terbiasa ngadepin cowo cabul kayak kamu. Selama ini enggak pernah ada cowo yang berani macam-macam sama aku tahu!"

Matt mengeraskan tubuhnya hingga tak bergerak sedikit pun dari ranjang, meskipun Zara telah mengeluarkan seluruh tenaganya.
"Tahu! Kan aku udah minta orang selidikin kamu."

Zara melepaskan tangan Matt dan kembali berkacak pinggang.
"Selidikin aku?!"

"Iya, bukan aku si tapi Papa. Pergaulan kamu bagus, meskipun kamu sering gonta ganti cowo. Tapi kamu belum pernah sekalipun disentuh sama mereka kan?"

Emosi Zara meledak-ledak di atas kepalanya yang nyaris meletus. Zara menarik bantal dan membekap wajah Matt penuh emosi.
"Kamu cari tahu sampai ke mana, sampai ke siapa si!"

Matt berpura-pura panik dan menggelepar, membiarkan Zara puas membekap wajahnya.
"Zar, Zar aku enggak bisa nafas ni!"

"Bodo amat!"

"Zar ini, ini sesak banget!"

"Kamu pikir kamu enggak buat aku sesak nafas apa?"

"Kamu tu udah kelewatan tahu enggak, kamu enggak boleh lidik-lidik aku enggak jelas kayak pelaku kriminal gitu!"

"Zar aku, aku.. aku."

Matt berhenti memberontak, lalu terpejam dan lemas. Zara pun perlahan-lahan berhenti membekapnya, Zara menggeser bantal dan melempar bantalnya ke lantai.

"Matt? Are you okay?"

Zara menepuk-nepuk pipi Matt dan mengguncang- guncang tubuhnya, namun Matt tak bergeming.

"Oh my God, is he really dead? I don't want to end up in jail. Did I really kill him? Damn, why did he die so easily? I'm just a weak woman, yet now he's dead. What should I do, what do I have to do?"

Zara menjambak rambutnya, ia menatap kedua telapak tangannya dengan penuh rasa bersalah seperti seorang pendosa, lalu melirik Matt yang terbujur di atas ranjangnya.

Zara berkata lirih sambil mengguncang bahu Matt.
"Matt, buka mata."

Zara merangkak mendekati Matt, namun ketika ia hendak mengecek nafas di hidung Matt, Matt segera menangkap pinggangnya dan secepat setan menarik selimut hingga Zara tertelungkup di atas tubuhnya di balik selimut.

"Matt!"

Matt mendekap Zara ke dalam pelukannya sambil memejamkan mata. Zara terdiam dan terpaku, setelah tersadar jika ia telah dikerjai oleh Matt yang berpura-pura mati, Zara mencoba keluar dari pelukan Matt, namun Matt mendekapnya begitu kuat.

"Matt, lepas kalau gini aku yang bisa mati kehabisan nafas."

Matt merenggangkan pelukannya, lalu Zara hendak melayangkan tamparannya yang sigap ditangkap oleh Matt.
"Matt!"

Matt mendorong kepala Zara ke dadanya.
"Udah deh nikmatin aja, hangat kan?"

Zara merasakan hangatnya tubuh Matt.
"Kamu kok bisa masuk ke kamarku? Memangnya Papa ngebolehin?"

"Mamamu yang suruh aku manggil kamu ke bawah kok."

Zara pun berusaha melepaskan pelukan Matt.
"Matt jangan gila, semua orang di bawah pasti lagi nungguin kita."

"Terus?"

"Ya kalau sampai mereka... "

Cklekkk!

Pintu kamar Zara terbuka, Zara dan Matt terlonjak dan membeku ketika Pak Muh, Radindra serta kedua mama mereka telah berdiri di ambang pintu. Kumis Pak Muh naik mendekati hidung, urat-urat kepalanya mengencang nyaris ingin berlari dan membanting Matt hingga pingsan ke lantai. Namun Mama justru menahannya.Hal yang berbalik, justru Radindra tertawa dan merangkul bahu sahabatnya dengan hangat.[]

PETERCANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang