"Enak?"

"Enak, kamu bisa masak juga ternyata."

"Aku cuma liat apa yang dilakukan dalam video."

"Luka kamu gak diobatin?" Beberapa luka bekas perkelahian di bar dan di rumah Randi masih terlihat nyata.

Musa menekan pipinya yang lebam, "Udah gak sakit."

"Segala sesuatu gak bisa di selesaikan dengan berantem, bisa baik-baik."

"Kamu cium cowok lain, menurut kamu aku harus selesain masalah itu dengan musyawarah?" Hardik Musa mengingat momen itu.

"Aku juga liat kamu cium cewek lain, aku gak marah," sindir Sephia.

"Nggak marah, tapi minta putus." Musa terlihat kesal sambil mengaduk nasi dengan lauknya.

Hening sejenak sampai makanan disana sudah tak tersisa, Sephia meringis beberapa kali setiap kakinya digerakan.

"Kenapa?"

"Kaki ku sakit, keram. Semenjak kamu ikat begini dari kemarin," jawab Sephia ketus.

Musa beranjak mencari benda tajam, melepaskan ikatan kakinya untuk mengecek seberapa parah bekas tali itu.

"Yaampun, maafin aku, sayang." Musa mengusap lembut kedua tumit kaki itu yang memerah akibat peredaran darah yang tidak bergerak.

Gegas, Musa mengompresnya dengan es batu. Membuat Sephia melihat pemandangan punggung lebar yang kini tengah mengobatinya, Musa sukses membuat perasaannya naik turun.

Momen itu lenyap ketika tiba-tiba suara langkahan heells yang tergesa-gesa berhenti di depan kost Sephia, menekan bel beberapa kali.

"Sephia! ini gue Joly!"

"Lo di dalem? atau udah pulang!"

"Sephia!"

Pergerakan keduanya begitu cepat untuk mencuri kesempatan, kaki Sephia menendang wajah Musa membuat pria itu tersungkur beberapa saat.

"Joly, gue di dalem!"

Cengkraman Musa sangat kuat menekan tangannya, ditambah tangannya yang belum sempat dilepaskan membuat Sephia semakin kesusahan. Ia nekad untuk menggigit bahu Musa dengan sangat keras, sampai pria itu menggelinjang kesakitan dan tanpa sadar melepaskan genggamannya.

"Sephia! Lo di dalem gak!" teriak Joly lagi memastikan sebelum pergi.

Sephia bergegas lagi menuju pintu karena percuma dia berteriak sekencang apapun, karena kost itu di desain kedap suara. Sephia menekan digit kata sandinya, namun salah.

"Kenapa ini!"

"Ayo, gue mohon,"racaunya saat suara Joly sudah tak terdengar lagi, ditambah pintunya tak mau terbuka.

Musa bangkit sambil menyentuh bahunya yang berdarah, senyumnya terukir disana. Sephia belum mengetahui bahwa kata sandi kost nya sudah di atur ulang oleh Musa, pria itu mengulurkan tangannya.

"Kembali ke tempat."

"Kamu gak bakal bisa kemana-mana, opsinya cuma satu. Kamu loncat dari jendela."

"Sini, sayang." Uluran tangan itu tak digubris Sephia, membuat ia murka dan menyeret Sephia untuk kembali ke Sofanya.

Sephia begitu ketakutan, berharap Joly menyadari bahwa dirinya hilang dan kembali lagi sambil membawa polisi. Memang patut diacungi jempol bahwa semua rencana Musa begitu rapi dan berkelas, ia benar-benar berfikir untuk jangka panjang atas kemungkinan yang akan terjadi.

Tanpa terpikir di benak Sephia, Musa memperlihatkan sebuah senjata api yang baru saja ia keluarkan dari saku belakang celananya. Pria itu mencengkram erat pistol sambil dimasukan ke mulut Sephia, rahangnya mengeras dan panahan matanya begitu tajam menusuk pandangan Sephia yang ciut.

 Pria itu mencengkram erat pistol sambil dimasukan ke mulut Sephia, rahangnya mengeras dan panahan matanya begitu tajam menusuk pandangan Sephia yang ciut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sephia mengangkat lehernya dengan sebuah benda berbahaya menyapa mulutnya, nafasnya tak karuan. Lelehan air mata itu terjatuh tanpa suara, ia hanya berfikir bahwa detik itu ia akan benar-benar mati di tangan Musa.

"Jangan buat aku marah, SEPHIA!!"

Sephia menggeleng, sambil air matanya terus saja jatuh tanpa ia bisa berkata apapun.

"Kalo Lo gak nurut, gue bakal bener-bener bunuh Lo. Dan kita Mati bersama disini!"

Sephia tak ingin semuanya selesai dengan darah, ia tidak mau kekasihnya menjadi pembunuh. Dengan menyibakan semua ketakutan, Sephia dengan cepat mendorong senjata itu hingga terjatuh. Lalu menenggelamkan tubuhnya pada dada bidang Musa. Berharap hati pria itu akan sedikit meleleh, "jangan lakuin itu, tolong."

Musa mendorong tubuh Sephia, mengikat kembali kaki Sephia penuh tekanan, gadis itu menangis merasakan ngilu dan perih secara bersamaan.

"Sakit, Sa."

"Kamu tahu apa yang paling menyakitkan, Sephia?"

"Saat merasa dikhianati oleh orang terkasih!" Musa mengakhiri simpul ikatan itu dengan kuat.

Ia bangkit dan mencengkram rahang Sephia, "aku lebih baik kita mati sama-sama daripada aku lihat kamu Kabur dari aku."

Musa membopong Sephia menuju kamar, dilemparnya dengan kencang keatas ranjang dan mengunci pintunya. Saat itu ia benar-benar emosi, ia tidak mau semakin menyakiti Sephia jika gadis itu masih berada di dekatnya.

Di dalam sana, Sephia terus saja berteriak agar dilepaskan. Memohon untuk dibebaskan, suaranya terjeda karena Isak tangis yang tak dapat ditahan.

"Musa! kamu bilang hal paling menyakitkan adalah dikhianati orang terkasih kan! Lalu bagaimana dengan aku!"

"Aku disakiti orang yang paling aku cintai, menurut aku itu adalah hal paling menyakitkan tiada tanding!"

Musa memukul pintu kamar itu dengan kencang berulang-ulang agar Sephia berhenti dengan ocehannya, sebenarnya ia juga tak ingin semua ini terjadi. Andai saja Sephia mau berganti pakaian beberapa hari lalu, menurut atas apa yang diperintahkan. Mungkin mereka tidak akan bertengkar dan Musa tidak akan pergi ke bar bersama Sabai yang berbuntut pada kejadian hari ini.

"Semua, Lo yang salah!" Teriak Musa.

Sebagian chapter aku hapus untuk keprluan penerbitann, bisa dibeli di playstore untuk baca hingga akhir. Link pembelian ada di bio profil wattpad ku. Dengan tata bahasa lebih rapi, dan ada detail tambahan, jangan khawatir harganya murah kok. Thank u 🤍

Jika Saja Ku Tolak Cintanya [End] BAGIAN ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang