11

3.3K 260 15
                                    

Hari-hari setelahnya, Musa sesekali kembali sambil membawa hidangan untuk mereka makan bersama saat istirahat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari-hari setelahnya, Musa sesekali kembali sambil membawa hidangan untuk mereka makan bersama saat istirahat. Perjuangan pria itu semakin terlihat jelas saat detik-detik perjanjian dua bulan mereka akan usai, namun dari sudut pandang Sephia belum lah terlihat pertanda gadis itu meresponnya. Selama ini Sephia hanyalah terlihat sekadar menerima pemberian apapun dalam bentuk apapun, tapi tidak pernah menunjukan sikap bahwa dia membalas perasaan Musa dengan melakukan timbal balik misalnya.

Joly keluar gerbang dengan keheranan saat melihat Musa begitu gelisah sambil sering menyibakan rambut birunya itu, Joly menepuknya kencang membuat pria itu terkejut karena tidak mengetahui sejak kapan Joly berada Disana.

"Sephia udah jalan ke halte, tumben Lo masih disini." Joly berkacak pinggang dengan raut wajah heran.

"Joly.."

"Apa?"

"Besok rencananya gue mau nembak Sephia, menurut Lo gimana?" Musa menunjukan sikap canggung dengan mengalihkan pandangan ke segala arah.

"Serius?"

"Iya, Karena perjanjian gue sama Sephia cuma dua bulan untuk kasih gue kesempatan menunjukan rasa cinta gue ke dia."

"Udah dua bulan? gak kerasa ya."

"Sephia pernah kepoin gue atau curhatin gue gitu sama Lo ga?" Musa bertanya dengan sangat perlahan karena takut dengan apa jawaban Joly.

"Sephia itu gak pernah menunjukan sekali pun rasa tertarik sama Lo, dia gak pernah kepo perihal Lo. Sebodo amat itu dia sama Lo."

"Sekali-kali nya dia ngeliatin Lo saat Lo makan sendirian di kantin, dan itu juga kayaknya tatapan kasihan deh. Yakin Lo mau nembak dia besok?"

Tubuh Musa mendadak layu membungkuk, jawaban Joly membuatnya semakin resah. Sirine kematiannya seperti baru saja berbunyi menandakan untuk bersiap, setakut itu ia jika harus kehilangan Sephia.

"Gue yakin, meskipun kemungkinan ditolaknya tujuh puluh persen." Musa mengatur nafas untuk merencanakan strategi.

"Bukan tujuh puluh persen," ucap Joly.

"Berapa? enam puluh?"

"Sembilan puluh lima hahahah," koreksi Joly dengan gelak tawa renyah yang menusuk hati Musa.

"Setan!"

"Kemungkinan Lo diterima itu cuma lima persen, mending nyerah deh daripada malu."

"Siapa yang malu?" tanya Randi Yang entah sejak kapan sudah tiba menyalip pembicaraan keduanya.

"Tuh temen kamu," ucap Joly sedikit tertawa.

"Gak bantu sama sekali Lo!" Musa menimpali dengan nada tinggi.

"Kenapa sih?" tanya Randi lagi.

"Ran, doain gue ya."

"Sephia ya?" tebak Randi.

Jika Saja Ku Tolak Cintanya [End] BAGIAN ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang