20.

3.1K 227 27
                                    

Bener gak sih kata orang, untuk keluar dari toxic relationship itu susah banget? Kira-kira kenapa ya?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bener gak sih kata orang, untuk keluar dari toxic relationship itu susah banget? Kira-kira kenapa ya?
.
.

"Jaket gue ilang!" Sephia mengecek sekali lagi ke dalam tasnya mencari keberadaan jaket kesayangannya.

"Di rumah kali." Joly menerka.

"Tadi sebelum olahraga, gue gantung di kursi. Mana bisa jaket pulang sendiri."

"Minta beliin lagi aja sama Musa."

"Musa pengangguran."

"Kan pake duit orang tuanya."

Sephia memukul kepala Joly menggunakan pensil kayu, "ngajarin gak bener Lo."

Sementara itu dari luar muncul Dinda, teman sekelas mereka, "Sephia ada yang nyariin."

"Siapa?"

"Ya pasti Musa lah," tebak Joly.

"Bukan."

"Terus?"

"Gak tahu, dari sekolah lain. Dia nunggu di depan gerbang." Dinda hanya menjawab secukupnya, lalu kembali keluar kelas karena jam istirahat belum berakhir.

Keduanya langsung menuju gerbang sesuai arahan Dinda tadi, lalu secara tiba-tiba jantung Sephia terasa meletup dan seluruh tulangnya bergetar ingat kejadian beberapa Minggu lalu yang membuat dirinya masuk ke rumah sakit, "Ernon?"

"Heh kalian ngapain kesini! gue aduin Musa ya!" teriak Joly sambil menunjuk-nunjuk tanda pengancaman.

Seketika keduanya terdiam melihat respon dari ketiga siswa itu saat ini, Ernon beserta kedua temannya langsung bersimpuh sujud di kaki Sephia sambil menangkupkan tangan mereka masing-masing untuk pengampunan.

"Kalian ngapain?"

"Sephia maafin kita, tolong bujuk Musa supaya gak DO kita dari sekolah."

"Gue gak apa-apa dihajar habis-habisan atau dipalakin, tapi kalo dikeluarin dari sekolah. Gue bener-bener mati, Sephia." Ernon menyuarakan kegundahannya atas cara balas dendam Musa.

"Musa ngebuat kalian di DO?"

Sephia pikir insiden tentang Ernon sudah terlupakan, dan Musa menyerah mencari keberadaan teman-teman Ernon. Rupanya semua masih berlanjut dan tak segan-segan Musa membuat ketiga siswa itu di blacklist dari sekolah manapun.

"Iya, karena kita gak bisa dipenjara gara-gara di bawah umur. Musa ngehukum kita dengan cara itu."

"Ampun Sephia, tolong kita. Bantu bujuk Musa," lirih teman Ernon yang satunya.

"Kalian tahu Musa punya banyak kuasa, dan kalian malah cari gara-gara sama dia." Joly menyesali perbuatan ketiganya.

"Karena kita pikir selama ini Musa selalu diem aja," ujar Ernon.

"Beda situasi, yang kalian ganggu pawangnya soalnya."

"Diem! Lo gak ngebantu sama sekali!"

"Ngapain kesini?" suara tak asing yang membuat ketiga siswa itu bangkit.

"Kamu DO mereka dari sekolah?" tanya Sephia.

"Apa perlu gue cabik-cabik mulut kalian supaya selain gak bisa sekolah, juga gak bisa ngomong?" Tegas Musa pada Ernon.

"Sa, itu kelewatan." Sephia mencoba membujuk.

"Karena permainan mereka juga udah kelewatan."

"Kamu tahu bahasa setimpal gak? nyawa dibalas nyawa, cedera harusnya dibalas cedera juga. Kalo cara balas dendam kamu kayak gitu, kamu bisa bener-bener menghancurkan hidup mere_"

"SEPHIA!"

Semua orang Disana sama takutnya atas kemarahan yang sedang diperlihatkan Musa.

"Ini semua gara-gara kalian, gue jadi ribut sama dia!" Musa mencoba ingin memukuli Ernon kembali, namun Sephia langsung memeluknya erat dari belakang sambil memejamkan mata.

"Sa, ini sekolah."

"Mending kalian pergi deh," titah Joly segera sebelu Musa kembali Murka.

Ketiga murid itu langsung lari terhuyung menyelamatkan dirinya sendiri dari Musa yang lebih terlihat seperti monster.

Musa langsung memeluk Sephia kuat, dalam pelukan itu Musa membisikan Sesuatu pada Sephia, "selain jadi pacar, aku bisa menjadi algojo kamu. Jadi mulai sekarang jangan sakit lagi, karena aku bisa menyakiti semua yang membuat kamu sakit."

Sephia refleks menjauhkan tubuh Musa darinya, jika dilihat secara acak. Mungkin terdengar sebuah janji atau rayuan, tapi entah mengapa detik itu ia merasa seperti Musa sedang mengancamnya. Dengan halus.

"Kenapa, Phia?" tanya Joly melihat getaran dalam tubuh Sephia.

"Ajak dia ke kelas," perintah Musa setelahnya.

****

"Nak, gimana punggungnya? masih sakit?" Martin menanyakan hal yang sama setiap hari pada Sephia.

"Baik, Pah."

"Gimana kabar Musa? sehat?" tanyanya lagi.

"Musa sehat kok, Pah. Dia udah buat tiga orang pelaku itu sujud di kaki aku."

"Hebat dia rupanya."

"Musa itu saking hebat dan tangguhnya, terkadang membuat Sephia juga takut, Pah."

"Ya mangkanya kamu gak boleh buat kesalahan sama dia, harus terus akur, dan rukun ya." Martin mengusap helaian rambut Sephia.

"Nih, Papa masak nasi goreng tentakel cumi kesukaan kamu."

"Wah mana, Pah."

Martin mendekatkan piring berisi nasi goreng juga lengkap dengan air putih juga perkedel kornet sebagai pelengkap ke hadapan Sephia.

"Itu apa, Pah?" tanya Sephia saat melihat Papanya masih sibuk di area penggorengan.

"Papa lagi buat corndog."

"Buat camilan?"

"Iya, nanti malam ada pertandingan bulu tangkis. Kamu mau temani Papa nonton?"

"Mau banget dong, Pa. Besok kan hari Minggu," gumamnya dengan semangat sambil menguapkan nasi goreng.

Disisi lain, Sebuah lampu tidur menerangi dengan cahaya seadanya, memperlihatkan Kamar Musa yang begitu terisolasi dan redup. Disana, Musa tengah berbaring dengan santai di ranjangnya sambil menciumi sebuah jaket berwarna toska milik Sephia yang tadi siang dicarinya. Musa tampak begitu mendalami menghirup aroma Sephia yang masih menempel di jaket kesayangannya itu,  sambil matanya tak pernah teralihkan dari layar ponsel yang menampilkan titik keberadaan Sephia. Karena pada saat ia meminjam ponsel Sephia tempo hari, diam-diam Musa juga mengaktifkan sebuah GPS Sephia yang terhubung ke ponselnya. Dan semenjak itu, Musa selalu memperhatikan letak keberadaan Sephia dan memantaunya selama 24 jam.

Lalu ia bangkit, dan menyimpan jaket Sephia ke dalam lemari yang selalu dikunci.

"Kamu disini sama yang lain ya."

Makasih yang udah baca sampe chapter ini, tetep stay ya karena akan banyak banget tragedi di realtionshipnya Sephia. Ini baru permulaan guys, jangan sampe skip satu chapter pun oke

Jika Saja Ku Tolak Cintanya [End] BAGIAN IWhere stories live. Discover now