41. Permintaan Maaf

2.2K 103 18
                                    

Mungkin di part ini kalian sama sekali ga ngerasa feel, kalian ga akan Kebawa suasana. Maaf ya saya nulis, tanpa aturan gini

Happy reading.

“Nia? Kenapa gelap?” lirih Revan, Vania menangis dalam diam, bagaimana ia bisa menjelaskan pada suaminya perihal mata suaminya?

“Mas, hiks”

Revan meraba perban yang ada dimatanya, “Nia? Mata aku kenapa? Terus Alva gimana? Dia baik-baik aja kan?” tanya Revan, beruntun.

“Alva udah sadar mas. Soal mata kamu....” Vania menjedanya, menghirup nafasnya dalam dalam, tidak bisa menjelaskan apa yang terjadi.

Seorang suster membawa nampan berisi bubur dan air putih pun memasuki ruangan tersebut, seolah mengerti Vania tidak sanggup menjelaskan perihal yang ditanyakan, maka ia memutuskan untuk membuka suara. “Mata bapak terkena pecehan kaca mobil pasca kecelakaan, dan menyebabkan mata bapak mengalami kebutaan. Maaf bubur dan air minumnya saya taruh sini bu, saya pamit.” ucapnya, ia pun pergi.

“ENGGA INI GA MUNGKIN! Nia suster tadi bohong kan? Dia bohong kan?” Revan tidak bisa menerima kenyataan, Vania menangis dalam diam, “Nia kenapa kamu diam saja?” Lirih Revan.

“Ini pasti hukuman yang tuhan kasih untuk saya.” ucap Revan dengan menangis.

“Engga kamu jangan ngomong gitu, aku udah minta tolong ke kak Arkan untuk cari donor mata buat kamu.” ucap Vania.

“Kenapa orang sebaik kamu dan Alana malah hidup bersanding dengan saya yang buta dan brengsek ini”  sesal Revan dengan kepala menunduk.

“Ini semua salah saya, saya terlalu menuruti ego saya sendiri, saya juga ayah yang buruk bagi anak-anak. Saya brengsek, saya tidak pantas mendapatkan maaf dari Alvaro.”

“Kamu tidak bisa menyalahkan takdir mas, kamu itu baik, dan engga sebrengsek yang kamu kira, buktinya kamu selalu memenuhi kebutuhan aku dan anak-anakku. Alvaro pasti memaafkan kamu, bagaimanapun kamu adalah ayahnya.”

“Kamu benar, saya tidak bisa menyalahkan takdir yang telah merebut penglihatan ku. Nia bisakah kamu antarkan saya pada Alvaro, aku ingin bertemu dengannya.”

Ceklek

Vanya membukakan pintu, “Tidak perlu, Al sudah disini Pah” ucap Alvaro yang datang menggunakan kursi roda, didorong Rena dan di ikuti oleh Elvano.

Bibir Revan bergetar mendengar suara Alvaro, “V-varo mendekatlah”  ucapnya dengan gugup

Rena pun segera mendorong kursi tersebut kearah Revan. “Papa udah mendingan?” tanya Alvaro berbasa-basi.

“Sudah” setelah itu, mereka terdiam cukup lama, bingung apa yang akan diucapkan selanjutnya.

Canggung.

Itu adalah kata yang cocok untuk situasi seperti ini. Elvano dan Vanya saling menatap, Vanya menggaruk rambut yang tak gatal.

“Varo, papa tau papa tidak berhak mendapatkan maaf darimu nak, tapi papa akan tetap minta maaf padamu atas kelakuan papa kepadamu selama ini.” ucapnya rupanya dibalik perban mata Revan keluar air mata dari kelopaknya.

“S-siapa bilang, Alvaro udah maafin papa jauh jauh hari kok, lagian papa ngasih Alva hukuman juga punya alasan bukan? Walaupun papa suka jahat sama Alva, suka mukul Alva, cambuk Alva, nampar Alva, papa tetap orang tua Alva. Hiks... Alva engga pernah marah atau benci sama papa, Alva sayang papa... hiks... ” ucap Alvaro dengan sedikit terisak., semua netra mata tertuju padanya. Tatapan sendu dari ketiga orang disana, tidak termasuk Revan.

ALVARO (Revisi)Where stories live. Discover now