3G; Si Asep

75 16 3
                                    

Suara ayam kesayangan Gilang berkokok, membangunkan orang rumah di subuh hari kecuali Gilang sendiri. Dia masih ngorok di dalam selimutnya. Enak banget ya, udara dingin diselimuti selimut mimpi indah, nyenyak tidurnya. Surga dunia mana tak diinginkan. Bahkan, Gilang harus bertemu Gandra pada jam 09.00 untuk membantu menghantarkan katering. Dan juga bertemu dengan Cantika.

1 jam kemudian ...

Jam menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Gilang pun akhirnya bangun dari mimpi indahnya itu. Rambutnya yang acak-acakan serta bajunya yang kusut, muka khas bangun tidur. Gilang mengambil hp di atas nakas dekat kasurnya. Melihat jam sudah setengah delapan lebih. Gilang melotot, menyibak selimut ke udara dan beranjak dari kasurnya.

“Telat ieu mah, mana kudu ka sawah bantu si Abah. Di carekan ieu mah!” ucapnya sambil merapihkan kasurnya itu.

(Telat ini mah, mana harus ke sawah bantu si Abah. Di marahin pasti!)

Gilang bergegas pergi ke kamar mandi untuk bersihkan diri. Karena hari ini mau bertemu dengan Cantika. Ya, sekedar mengobrol biasa dan mencari tau letak ketidaksukaan Sunarti terhadap keluarga Cantika. Sampai tidak merestuinya dengan gadis cantik yang selalu dikepang dua rambutnya. Gilang terus membayangkan ucapan Gandra saat di masjid, apa dia putuskan saja Sunarti demi membahagiakan Mamahnya. Gilang pun harus mulai fokus mencari pekerjaan untuk menyicil hutang Bapaknya.

“Bang, cepet ya!” seru Siti di luar. Selalu ganggu kalau Gilang lagi mandi.

“BANG!”

°°°°

Gilang sudah siap dengan pakaiannya yang sederhana serta wajah tampannya yang sangat manis untuk dilihat. Rambutnya yang begitu rapih, padahal cuma mau ke sawah tapi gayanya sangat luar biasa. Bahkan, wangi aroma parfum Gilang menembus sudut-sudut rumah.

“Mah, Gilang ka Abahnya!” ucap Gilang pamitan. Cuma, Sunarti tak menggubris. Dia hanya fokus memotong sayuran di dapur.

Gilang meneguk sekilas, lalu pergi keluar rumahnya. Memakai sandal dan pergi menemui Cantika. Pasti Cantika sudah menunggunya. Hanya bermodalkan jalan kaki, Gilang tak mau telat untuk menemui gadis itu. Apalagi takut juga jika dimarahi Abah karena telat membantunya di sawah.

Saat sudah sampai di saung di mana Abah berada. Tidak terlihat keberadaan Cantika di sana. Hanya ada Abah yang sedang memberi makan Ameer—kerbau kesayangan Gilang dan tentunya kesayangan Abahnya juga. Gilang pun menghampiri Abahnya.

“Bah, aya temen Gilang kadieu teu? Awewe?” tanya Gilang sambil berjalan menghampiri.

(Bah, ada teman Gilang ke sini gak? Cewe?)

“Teu,” jawabnya singkat padat dan jelas.

(Gak)

“Kamana ceunah Cantika teh, geus jam dalapan!” gumamnya kesal, duduk di saung lalu menelpon Cantika. Beberapa kali di telpon tidak diangkat juga. Kirim pesan pun tidak di balas, malahan ceklis dua terus.

(Ke mana si Cantika teh, udah jam delapan!)

Gilang mendengus sebal, baru kali ini Cantika tidak tepat waktu. Apa dia sibuk? Atau hal lainnya. Gilang terus berpikiran positif untuk tidak mengacaukan semuanya. Gilang hanya termenung melihat pemandangan desa yang sangat asri.

3G [Gebran, Gandra, Gilang]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang