3G; Risiko yang harus di tanggung

91 24 4
                                    

“Jadi, kamu sebagai seorang anak harus bertanggung jawab atas apa yang telah Bapakmu perbuat. Kamu harus mengganti rugi uang Bapakmu itu kalau tidak kamu akan mendapatkan risiko yang sangat besar,” perkataan itu membuat Gilang melamun karena harus memikirkan lebih keras dari mana ia akan mendapatkan uang sebanyak itu.

Gandra merasa kasihan kepada Gilang dari raut wajahnya, merasa ini harus menjadi beban terbesar Gilang untuk membayar hutang bank Bapaknya yang sangat besar. Uang dari mana untuk menggantikan semuanya.

“Bapak kau itu sudah keterlaluan, Lang.” celetuk Asep yang membuat Gilang menoleh cepat dan memolototinya.

“Berani kau!” ucap Gilang memekik, tatapan tajam bak pedang samurai milik raja terpancar ke arah Asep. Berdesis untuk meminta agar Asep bungkam dan tak ikut campur dalam urusannya saat ini.

Gebran menghela kecil, tiba-tiba tangannya menggebrak meja kotak kecil di depan. Cukup keras suara yang ditimbulkan membuat kedua sahabatnya itu terkesiap saat bunyi itu keluar begitu saja saat suasana tengah hening-heningnya.

“Tolong jangan menekan sahabat saya,” cicit Gebran kedua bola matanya naik ke atas menatap tajam Eko. “Jika Gilang tidak punya uang, kenapa harus ditagih sama Gilang? Orang Gilang gak tau apa-apa kok.”

Gilang mengangkat sebelah alisnya, merasa tindakan Gebran itu sangat salah besar.

“Pak, tolong tagih aja ke pemakaman Bapak Gilang.” Gebran menoleh, “Atau gak ikhlaskan.”

Gandra terbelalak dengan omongan Gebran yang tak benar, itu salah. Ini semakin membuat Gilang menuju jeruji penjara jika terus ada alasannya dan menunda-nunda untuk membayar hutang. Tentu, uang senilai 30 juta itu tidak sedikit melainkan banyak. Apalagi Gilang dari keluarga pas-pasan.

“Kalau Abah tahu soal hal ini, pasti syok berat,” gumam Gilang. Merasa sebagai anak pertama di keluarga harus menjadi penanggung semuanya yang harus Gilang jalani selama hidupnya. Tentu itu tidak mudah jika selama ini ia hanya menjadi pengangguran semata karena belum ada pekerjaan yang ia dapatkan.

Gilang harus berpikir keras bagaimana caranya supaya mendapatkan uang yang sangat banyak. Bahkan Gilang hampir melakukan hal maksiat yang terlarang, yaitu mencuri. Karena depresi selalu memikirkan semua biaya yang ia tanggung untuk hidup, Gilang nekat melakukan ini.

Sampai juga, Gilang pernah marah-marah karena emang sesusah itu untuk mencari sebuah pekerjaan dengan gaji yang lumayan cukup untuk memenuhi kebutuhan. Rasanya, hidup ini tidak berarti di dunia hanya ada kepahitan, kesusahan dan juga risiko yang di tanggung begitu besar. Gilang pernah berkata dulu kepada Bapaknya saat masih hidup, penuh dengan rasa kesedihan mendalam saat Bapaknya mengatakan ...

“Lang, kalau Bapak gak bisa kuliahin kamu nanti kamu terima gak?” ucap Galang yang berusaha menahan air matanya karena tidak mau membuat putranya itu ikutan sedih.

Gilang menghela napas panjang, berusaha menerima apa adanya karena ia tahu jika keluarga tengah mengalami masa kesulitan.

“Gapapa Bapak, Gilang gak perlu kuliah,” balasnya dengan berat hati namun ia harus sebisa mungkin mengikhlasnya.

Galang mengusap kepala Gilang seraya tersenyum tipis kepada putranya itu, dengan susah hati ia pun sangat ingin menguliahkan Gilang namun ekonomi tidak memadai. Gilang pun ikut tersenyum juga karena tidak mau memberatkan perasaan Bapaknya.

Tidak lama, Galang berubah pikiran.

“Lang, kalau kamu pengen kuliah Bapak usahain buat kuliahin kamu.”

Gilang langsung menoleh kepada Galang, ucapannya itu sangat menusuk walaupun dengan kata-kata sederhana.

“Alim ah, udah aja we,” Gilang pun segera memalingkan pandangannya. Sebenarnya juga ia ingin kuliah karena cita-citanya ingin menjadi CEO yang kaya raya supaya bisa membanggakan kedua orang tuannya.

3G [Gebran, Gandra, Gilang]Where stories live. Discover now