"Kok bisa kenal sama dia?" Bisik Shila namun dapat terdengar oleh Kelvin.

"Kenal dong. Erika kan pacar gue."

"Lah? Sejak kapan?" Balas Shila terkejut. Setahunya, Erika tak pernah dekat dengan laki-laki di kampus. Erika selalu cuek jika menyangkut lelaki karena sahabatnya itu lebih memilih cowok fiksi daripada cowok nyata.

"Sejak kemarin."

"Kok bisa?" Shila masih saja penasaran. Merasa mustahil sahabatnya mendapat pacar secara tiba-tiba. Apalagi Kelvin sangat terkenal di kampus dan menjadi incaran para mahasiswi.

"Apa sih yang gak bisa di dunia ini." Sahut Kelvin kalem.

****

Baru hari kedua kuliah, Erika sudah dibuat pusing oleh banyaknya tugas.

Mulai dari membuat laporan bacaan mata kuliah Metode Penelitian Kesusastraan, laporan bacaan Pengajaran Mikro, tugas menganalisis dua jurnal terindeks Sinta 1-6, serta menyiapkan materi presentasi kelompok berupa makalah dan PPT untuk mata kuliah Menulis Karya Ilmiah.

Deadlinenya Kamis dan jum'at. Sementara hari ini sudah Selasa. Hanya ada satu hari waktu mengerjakannya. Benar-benar gawat. Erika tak tahu harus bagaimana menghadapi semua tugasnya.

"Parah banget semester enam ini. Awal perkuliahan aja udah disuguhi banyak tugas, apalagi udah memasuki materi perkuliahan seutuhnya. Bisa mampus kita woi." Keluh Erika.

Kana terbahak melihat wajah nelangsa Erika. "Dijalani aja kali. Jangan terlalu dipikirin susah atau gaknya."

"Gimana gue gak mikirin kalau di awal udah diberitahu kenyataan yang berat ini?" Balas Erika risau.

"Daripada galau gak jelas. Mending kita ke perpus aja yuk. Sekalian temenin gue nemuin Bu Amel." Ajak Shila.

"Kenapa nemuin Bu Amel? Ada perlu apa memangnya?" Heran Erika.

"Nanyain kenapa nilai gue D."

"Hah?! Nilai Analisis Kesalahan Berbahasa Lo D?!" Jerit Erika dan Kana syok.

Biasanya, di kampus mereka itu minimal nilainya B asalkan selalu mengikuti perkuliahan, mengumpulkan tugas, dan kehadiran penuh. Dan Shila, selalu memenuhi ketiga persyaratan tersebut.

"Iya. Emang nilai kalian berapa?" Ringisnya.

"Gue B." Sahut Kana.

"Kalau gue sih A." Tandas Erika cengengesan.

Kana dan Shila melongo kaget mendengar hal tersebut karena semua nilai anak kelas mereka B.

Alasannya? Semua nilai UAS mereka kurang dari 40.

Parah 'kan?

Tetapi wajar saja mengingat mata kuliah Analisis Kesalahan Berbahasa sangat susah. Butuh kejelian dan pengetahuan tingkat tinggi.

"Ah, lo mah enak. Dapat konversi nilai dari Kampus Mengajar." Celetuk Shila, teringat pesan Bu Amel di grup kelas yang meminta nilai anak Kampus Mengajar.

Erika tersenyum geli. "Woiya jelas dong! Beruntung banget kan gue. Padahal awalnya nilai gue B, tapi bisa naik ke A gara-gara dikonversi. Ada untungnya juga semester empat kemarin ikut kampus mengajar walaupun awalnya kesusahan karena sok-sok an ikut tuh program."

"Sayang banget gue gak lolos tesnya walaupun sudah ikut dua kali." Desah Kana pelan.

Erika ikut kepikiran mengingat Kana lebih pintar darinya, tapi malah tidak lolos seleksi.

Kana itu ibaratnya perpustakaan berjalan. Selalu tahu jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan dosen.

"Anda belum beruntung. Silahkan mencoba lagi." guyon Erika. Lantas, mengalihkan topik pembicaraan. Tak mau membuat Kana bersedih. "Btw, kok bisa ya nilai Lo D? Lo 'kan selalu masuk kelas dan ngumpulin tugas tepat waktu."

Shila memijit keningnya frustasi. "Itu dia yang buat gue bingung."

"Mungkin tugas Lo ada yang terlewatkan sama ibu." Celetuk Kana.

"Bisa jadi." Imbuh Erika.

"Makanya temenin gue ke ruangan ibu dong. Biar semuanya jelas."

"Yuklah. Sekalian nyari referensi tugas kelompok kita." Sahut Erika bersemangat.

Ketiga perempuan itu pun bergegas menuju ke perpustakaan. Tempat yang sangat jarang mereka kunjungi.

Bahkan, lucunya, kehadiran mereka di perpustakaan dapat dihitung menggunakan jari.

Mungkin baru empat kali mereka ke sana semenjak menginjak semester 1 hingga semester 6 ini.

Setiba di perpustakaan, mereka berpencar. Shila menemui Bu Amel sedangkan Erika dan Kana mencari buku.

"Sayang.." bisik seseorang di telinga Erika. Mengagetkan gadis itu serta refleks berbalik.

"Lagi cari apa? Mau gue bantu gak?" Bisik Kelvin sembari mengurung tubuh Erika di rak buku. Kian membuat Erika menegang kaku.

"Bisa menjauh dikit gak? Ini di perpus loh. Nanti ibu negur kita." Lirihnya.

"Tenang aja, sayang. Ibu gak akan lihat kok karena tempat kita ini gak tersorot CCTV." Sahut Kelvin penuh senyuman.

Senyuman yang tampak sangat menakutkan di mata Erika.

Bersambung...

firza532

Kelvin: Possesive BoyOn viuen les histories. Descobreix ara