Bab 27. Rian Yang Kejam.

440 22 0
                                    

Nisa langsung jatuh terduduk disamping ruang Lab. Biologi sehabis mendengar rentetan kalimat sang suami. Gadis dengan rambut bersurai panjang yang dibiarkan tergerai indah itu, duduk lunglai dengan wajah yang dibasahi air mata.

Ia memegang dada. Rasa sakit di dalam sana membuatnya merasakan sesak napas dan lemas tak bertenanga. Entalah? Yang jelas begitulah rasanya.

Bibirnya bergetar. Kelopak mata sedari tadi memanas. Menimbulkan air mata yang tak henti-hentinya berderai. Nisa menggigit kuat bibir bawah, berusaha mengontrol suara yang hendak lolos dari mulutnya.

"Sakit....Kenapa hatiku mendadak harus sesakit ini?" Nisa berkata bingung. Ia menunduk lemah seraya memegang dadanya. Memang benar. Akhir-akhir ini semenjak diketahui bahwa dirinya hamil. Nisa mendadak semakin sensitif. Setiap kali ada kesalahan sekecil apapun; baik berupa ucapan maupun tindakan ia langsung saja menangis. Ini jelas bukan Nisa. Dirinya adalah gadis yang tergolong kuat. Bukannya lemah seperti ini.

Beberapa saat kemudian perasaan aneh mulai datang menguasai tubuhnya. Buru-buru kedua tangan memegang perut. Menahan rasa sakit didalam sana. Dahi Nisa berkerut manakala rasa sakit itu seakan menjungkirbalikan dirinya. Sakit.....

"Ada apa ini? Kenapa lagi dengan tubuhku? Kenapa sekarang justru perutku yang sakit?" Nisa masih setia memegangi perutnya. Ia sengaja menekan kuat disana. Berharap hal itu bisa meredam sebentar rasa sakit yang dirasa. Tapi percuma. Masih sakit. Bahkan jauh lebih sakit dari sebelumnya.

"Auwww...." Erang Nisa tertahan. Ia menggigit bibirnya kuat hingga berdarah.

Nisa duduk berselonjor. Tidak perduli ada yang melihatnya dalam posisi ini. Untung di sini sepi jadi tidak ada yang bisa melihat Nisa dalam kondisi ini.

Nisa membalikan badan. Kepala langsung ia tempelkan pada dinding lalu ditariknya kedua kaki keatas. Pegangan tangan pada perut semakin kuat. Nisa memejamkan mata sejenak. Wajah yang menyiratkan beribu kesakitan tampak mendominasi. Wajah Nisa pucat pasi. Bibirnya memutih, jangan lupakan keringat dingin yang telah membasahi tubuhnya. Nisa menggigil untuk beberapa saat.

"Nisa?" Nisa langsung menengok. Dari belakang tampak Dimas yang kian mendekat. Raut kecemasan mendominasi wajahnya. Lelaki itu melangkah tergesa kearah sang gadis. Sedang, Nisa menarik napas lega. Tubuhnya segera bergerak menyongsong arah datangnya lelaki yang kelihatan panik.

Tidak menunggu waktu lama Nisa mengulur kedua tangan keatas dan dengan cepat Dimas menerima uluran tangan tersebut. Dipeluknya tubuh Nisa. Tubuh cewek itu hilang sepenuhnya dalam dekapan tubuh pria jangkun itu.

Nisa menenggelamkan wajah pada ceruk leher Dimas. Matanya terpejam cukup lama dengan tangan yang memeluk erat tubuh lelaki itu.

"Kamu kenapa? Kamu sakit?" Dimas panik. Bagaimana ia tak panik kalau saja tubuh Nisa begitu dingin. Dimas mengelus surai hitam Nisa. Kemudian didekapnya jauh lebih dalam tubuh sang gadis.

"Perutku sakit. Sakit sekali. Aku tidak tahu apa masalahnya?" Sahut Nisa parau.

"Kita harus kerumah sakit, Nisa!" Usul Dimas yang langsung menggedong tubuh kecil Nisa tanpa perduli apa tanggapannya. Nisa tidak menolak. Ada baiknya dia diperiksa. Takutnya ada hal buruk dengan janinnya.

Nisa mengangguk cepat. Tangannya langsung melingkar dan terkalung dilehar lelaki itu.

*****

Rian memukul setir mobil berkali-kali tak lupa caci maki terus ia layangkan manakala mengetahui bahwa Nisa telah pergi dari sini, kampus. Padahal secara jelas dan tegas ia berpesan agar gadis itu menunggu disana. Tapi apa? Nyatanya Nisa pergi. Dia tidak mengindahkan perkataan Rian. Gadis itu sepertinya ingin bermain-main dengan kemarahan nya.

Cinta Tanpa Batas [END]Where stories live. Discover now