Bab 21. Rencana Seorang Rian

486 28 2
                                    

Lepas dari Ranti. Kini aku harus di hadapkan dengan Nisa. Gadis itu sedang menungguku. Wajah serta tatapan matanya menunjukan aura tak bersahabat. Matanya terus memantauku sampai akhirnya aku duduk di depannya.

Aku membuka dasi yang mencekik leher. Melepaskan dan membuang sembarangan ke samping tempat di mana aku duduk. Aku sudah banyak tercekik oleh masalah asmara, jadi jangan jadikan dasi ini sebagai salah satu masalah tambahan yang terus menerus melukaiku. Aku sudah cukup sengsara.

Aku menarik napas lelah. Menopang kedua siku pada paha sementara kedua tangan meraup wajah gelisah. Apalagi Nisa memang sedang berada dalam kondisi yang tidak bersahabat. Parahnya Nisa terus berada dalam mode diam, seakan sedang menunggu penjelasan dariku.

Titahku memecah keheningan. Aku kehabisan akal "Kamu boleh bilang apapun yang kamu mau, asalkan jangan harap aku bakal dengari ucapan kamu jika itu berkaitan tentang perceraian. Tidak akan ada kata cerai di antara kita sampai kapanpun. Paham." Sebelum Nisa mengeluarkan unek-uneknya aku duluan memberi batasan mana yang pantas di bahas dan mana yang di larang. Aku pusing harus membahas soal perceraian. Mengingat Diamas lelaki yang Nisa cintai telah kembali. Dan itu sungguh melukai mentalku.

Nisa diam. Banyak hal yang sementara ia pikirkan. Mungkin sedang merangkai kalimat.

Gadis itu sesekali menarik napas panjang lalu melirikku sekilas bersama wajah yang sudah jelas menyimpan amarah.

"Dimas sudah kembali. Dan kamu punya Ranti" Dia mencoba memberitahu.

Ya, aku tahu meski tidak di beritahu. Bahkan tadi aku melihatnya. Lantas apa maksud dari perkataannya? Aku butuh penjelasan.

Mataku membulat selaras dengan dahiku yang berkerut. Sedang satu tangan berada pada paha dan satunya lagi menyapu lembut daguku. Aku menatap Nisa intens. Membuatnya beberapa kali menjatuhkan tatapan ke bawa ubin lantai. Dalam keadaan seperti ini, terutama jika itu tentang asmara yang menguras emosi, sisi intimidasiku pada lawan selalu dominan. Sebab pada dasarnya aku tidak suka di bantah.

"Ada baiknya kita pisah. Kamu sama Ranti dan aku sama Dimas."

"Hhaaa" Aku terkekeh garing. Menggeleng, menolak permintaan konyolnya.

Senyumku seketika raib dan aku mendongak marah menatap langit-langit ruang tamu.

Aku membetulkan posisi. Mencodongkan tubuh kedepan dengan kedua siku menopang berat tubuh. Sorot mata lebih aku tajamkan.

"Sudah ku duga kamu murah, Nisa. Baru beberapa hari kamu menyerahkan keperawanan kamu sama aku lalu kali ini kamu berniat memberikan tubuhmu pada lelaki lain, begitu?" Aku tersenyum meremehkan. Wajah Nisa langsung memerah ketika ucapanku di tangkap pendengarannya. Sedikit lagi gadis ini akan menangis namun sebisa mungkin di tahan.

"Jangan buat aku untuk terus memandang rendah kamu, Nisa. Tetaplah jadi Nisanya Rian sampai kapanpun. Jadilah istri yang baik"

Nisa berdiri. Tatapan matanya begitu tak bersahabat. Tubuhnya tampak bergetar. Bibirnya tak kalah bergetar ketika ia berbicara. Aku tahu ucapanku terlalu keras dan kasar, namun inilah aku. Inilah kemarahan yang tidak bisa aku kontrol jika lagi dan lagi Nisa menyeret nama lelaki brengsek seperti Dimas dalam konflik rumah tangga kami.

"Kamu anjing Rian. Aku benci kamu yang dengan gampang bilang aku murah. Padahal niatku baik. Aku hanya sedang mengajukan sebuah tawaran sama kamu apabila memang kamu memiliki maksud yang sama seperti pikiranku maka tidak ada salahnya kita pisah. Namun seandainya pikiran kita tidak sejalan setidaknya jangan hina aku. Aku, Nisa yang kamu sebut murah adalah istri kamu. Seharusnya kamu tahu itu. Ak-.....Aku sakit hati saat di bilang murah sama suami sendiri"

"Sendainya kamu memang tidak ingin berpisah, setidaknya kata padaku. Jangan rendahkan aku seperti ini. Aku tahu batasan Rian. Aku masih berstatus sebagai seorang istri. Dimas yang walau sekalipun adalah lelaki yang paling aku cintai, namun aku membatasi diri untuk tidak berbuat jauh dengannya karena aku ingat bahwa saat ini aku sedang menjadi menantu seseorang, istri dari seseorang yang artinya aku tidak boleh berbuat macam-macam di belakang kamu yang bisa mencoreng repurtasi keluarga"

Cinta Tanpa Batas.Donde viven las historias. Descúbrelo ahora