Bab 11. Lagi-lagi Nama Itu.

595 41 0
                                    

"Siapa Dimas?" Seingatku nama Dimas perna ditanyakan. Mengapa sekarang Rian kembali menanyakan hal itu? Apa ada yang salah dengan nama Dimas?

Aku mengerutkan kening. Jelas aku bingung. Bagaimana mungkin Rian membahas Dimas disaat amarah sedang melandah dirinya. Apa sekarang Rian sudah sedikit tenang? Apa Rian tidak lagi marah padaku? Dan jawabanya ya, sebab raut wajah Rian kembali berubah tenang seperti biasanya.

"Umm...Sudah kubilang Dimas hanya seekor kucing liar" Jelasku.

Rian manggut-manggut seolah memahami perkataanku. Andai Rian paham, otomatis dia tidak akan bertanya untuk kedua kalinya mengenai Dimas. Apa Rian menyembunyikan sesuatu dariku? Aku rasa dia memang sedikit aneh.

Aku menatap pria diatasku menyelidiki. Tidak biasanya Rian bertanya tentang Dimas. Mungkin pas terkena mimpi buruk maka Rian akan bertanya tentang Dimas.

"Untuk apa kamu tanya-tanya tentang Dimas?" Kali ini aku yang balik bertanya. Rian menggelang pelan. Entah apa maksudnya? Aku sendiri bingung.

"Seandainya aku minta jatahku? Apa kamu akan memberinya padaku?" Rian berkata dalam kekacauan. Dan aku langsung tersenyum sinis sehabis mendengar perkataanya.

Aku langsung terbayang kejadian waktu lalu tentang 'jatah'. Aku harus lebih bijak mencerna ucapan Rian. Mungkin maksudnya sekarang adalah jatah agar tidak mencampuri urusan pribadi satu sama lain. Ya, Pasti seperti itu. Mengingat semalam aku jadi penghalang yang sedikit berhasil mengacaukan acara masak-masakan mereka. Walau semuanya tidak hancur totol. Buktinya mereka masih sempat masak bahkan aku juga sempat marasakan masakan Ranti yang tak kalah enak dengan masakan punyaku. Tapi maaf, masakanku jauh lebih manusiawi. Aku seperti master chef. Bukannya mau menyombongkan diri, namun aku sementara berbicara mengenai fakta. Aku memang pandai memasak. Orang yang selalu menyikat habis masakanku selalu memberiku nilai plus. Mungkin Kecuali Rian. Lelaki itu tidak perna memberi komentar untuk masakanku. Selalu saja kalau soal aku....Pokoknya apapun tentang aku. Rian akan selalu datar.

Aku manggut-manggut mengerti.

"Asalkan dengan cara lembut aku akan memberikan" Ujarku. Mengangguki ucapanku, Rian tersenyum manis. Lagi-lagi aku ingin bilang dia aneh.

"Kalau bagitu. Hari ini aku akan bolos kerja." Dahiku berkerut dalam. Aku tidak habis pikir dengan apa yang Rian pikirkan. Setelah aku menyetujui permintaannya Rian malah berencana bolos kerja kemudian mengajak Ranti kesini. Mungkin kali ini Rian benar-benar tidak ingin diganggu. Mereka ingin berduaan tanpa ada aku yang jadi penghalang. Jika itu maunya maka akan aku turuti.

Ketika aku berusaha untuk pergi Rian justru menahanku bersama dahi yang tak kalah berkerut sepertiku. Aku bingung, sebetulnya apa mau Rian? Bukankah dia membutuhkan kebebasan tanpa aku? Dan kali ini aku izinkan atas dasar rasa bersalah karena telah merusak benda kesayangannya. Lain kali tidak akan aku membiarkan mereka berdua-duaan dirumah sendirian.

"Jangan pergi."

Tanpa aba-aba dan penuh semangat Rian menautkan bibirnya pada bibirku. Dari ritme halus berubah kasar. Awalnya aku sedikit kaget dan agak shock. Namun sering berjalannya waktu, aku menikmatinya dalam diam. Tapi hatiku tidak tinggal diam. Dia sementara bertanya-tanya. Mengapa Rian mendadak serba aneh? Minta jatah malah dikasih jatah balik? Jadi maksudnya? Jatah yang mana? Apa Rian ingin....Tapi tetap, aku tidak boleh termakan tipu muslihatnya.

Ingin sekali kudorong tubuh kekarnya, tapi dimusnahkan oleh hasrat. Aku menikmati setiap gerakan telaten Rian pada tubuhku. Sial.... Apa Rian sering melakukan hal ini bersama Ranti? Ohh...Artinya aku dapat sisa? Sepertinya begitu, apalagi didukung gerakan lihai Rian yang merangsangku, begitu nakal. Setiap sentuhannya membuatku bodoh. Aku selalu pasrah dan menikmati segalahnya tanpa membantah.

Cinta Tanpa Batas.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang