Bab 26. Sisi Kejam Seorang Rian

499 29 0
                                    

Haiii semua,,,,terimakasih ya sudah mampir dan baca cerita ini"Cinta Tanpa Batas". Untuk para pembaca setia dari awal chapter sampai chapter sekarang, sekali lagi maksih sudah membaca cerita ini🙏💜 .

Jujur, Saya senang sekali ternyata ada yang suka dan mau membaca cerita ini. Saya tambah semangat deh buat nulisnya. Dukung saya ya,,,,tolong di follow akun saya. Tolong juga di vote dan torehkan sedikit tulisan (komentar) untuk cerita ini sebagai bentuk dukungan kalian bagi saya biar saya semakin semangat tulisnya.

Maaf ya kalau tulisan saya masih tumpang tindih. Dan banyak typo😊😊🙏🙏💜💜.

Selamat membaca😊


Lelaki jangkun yang semalam suntuk berada di club malam kini berakhir tidur meringkuk disofa. Kemeja kerja yang sejak kemarin terpakai rapi sudah tak lagi berbentuk, kusut dan berantakan. Sisipan sudah terlepas dari posisi. Rambut hitam legam yang biasanya tertata rapi kini kelihatan berantakan. Sebagian anak rambut bahkan tidak kenal takut menutupi dahinya. Rian teramat kacau.

Sepulang dari club semalam, Rian tidak melihat sosok yang berhasil memorak-poranda hidupnya. Nisa tidak disini, bahkan dikamar sosok itu tidak ada disana. Waktu telah menunjukan pukul 03:30 waktu setempat. Namun kemana Nisa? Untuk itu, Rian memilih tidur di sofa. Barang kali Nisa akan pulang. Rian berniat menunggu gadis itu sampai pulang nyatanya Nisa tidak pulang sampai keesokan harinya.

Ponsel Rian sejak tadi berdering. Entah sudah panggilan keberapa namun ponsel itu tidak di gubris. Pasalnya sang empunya masih menikmati tidur indah yang memang baru di rasa beberapa jam terkahir mengingat semalam suntuk pikirannya hanya melayang memikirkan Nisa yang tak kunjung pulang. Rian baru merasakan tidur nyenyak di jam 4 pagi dan sekarang waktu sudah menunjukan pukul 11: 20 waktu setempat.

Dreett.....Dretttt

Panggilan kembali masuk. Dan dengan berberat hati, mau tidak mau Rian harus mengangkat panggilan tersebut.

Diulur salah satu tangan guna meraih ponsel yang tergeletak pada meja disampingnya. Semalam ia menaruhnya disana. Rian meraba-raba. Matanya masih terpejam. Bahkan mau sekedar membuka matanya saja ia enggan. Ia berhasil meraih ponsel dan dengan telaten jari tangan menggeser layar. Otomatis panggilan tersambung.

"Iya hallo." Sahut Rian memelas dengan suara ciri khas orang bangun tidur. Tangan kiri langsung mengambil alih pelipis lalu di ramasnya pelan walau sekalipun dengan mata yang masih terpejam.

"Pak Bagas udah disini dari berjam-jam yang lalu. Sementara lo nggak ada. Hp lo gue telpon-telpon sampai puluhan kali pun nggak diangkat. Lagi meditasi lo?" Nyinyir Arsen dengan suara keras. Bossnya memang keterlaluan. Arsen tahu kalau Rian memang sedang punya masalah tapi tidak harus juga mengabaikan pekerjaan kantor sampai sebegini model. Belum perna Rian seperti ini, apalagi harus sampai membuat kliennya menunggu. Malah kebalikan, Rian justru yang paling suka menunggu klien. Baginya keterlambatan adalah langkah yang paling cacat bagi manusia dan perusahaan. Untuk itu dirinya paling tidak suka mentoleransi yang namanya keterlambatan.

"Udah lo hendel aja meetingnya. Gue lagi nggak mood ngantor." Rian berkata masa bodoh. Disebrang sana Arsen jadi gergetan sendiri. Bossnya memang sesuatu. Bajingan dia.

"Kalau gue bossnya tanpa disuruh pun udah dari tadi gue mimpin rapatnya. Brengsek emang nih orang." Berang Arsen.

"Kalau gitu cepatan jadi boss biar bisa mimpin rapat. Susah ambat jadi orang."

"Astaga nih anak laki orang emang nggak ada duanya tuh mulut. Kalau emang gue bisa jadi boss udah dari dulu gua nggak mungkin mau jadi sekertaris lo, bangke."

"Makanya otak lo jangan dipasang didengkul. Pintar dikit npa jadi orang biar bisa jadi boss kayak gue sesekali. Bukan jadi babu melulu. Udah gue tutup. Malas gue ngomong sama lo."

Cinta Tanpa Batas.Where stories live. Discover now