63|| Ngidam

8.8K 485 41
                                    

Follow sebelum baca, INI PEMAKSAAN!

Happy reading ❤️

63|| Ngidam

Naresh sudah bangun dari tidurnya, ia mulai meregangkan otot-ototnya. Saat ia meraba kasur di sebelahnya, ternyata sudah tak ada Agrensi di sampingnya. Apakah gadis itu tengah masak?

Laki-laki itu terlihat mengumpulkan nyawanya sebelum menyusul Agrensi di dapur. Namun ia mendengar suara dari dapur, tampaknya Agrensi tengah mual-mual lagi. Dengan segera ia berlari menuju dapur dan menyusul gadis itu untuk memastikan keadaannya.

Di dapur, Naresh bisa melihat Agrensi tengah memuntahkan cairan bening dari mulutnya, setelah selesai ia menyalakan air keran untuk mencuci mulutnya dan menyiram muntahnya itu.

Wajah gadis itu terlihat merah, ia mengatur deru nafasnya.

"Mual lagi?" Tanya Naresh.

Agrensi mengangguk kecil.

"Ya udah kam..."

Belum sempat Naresh melanjutkan ucapannya, Agrensi kembali mual-mual dan memuntahkan cairan bening itu lagi, hal hasil Naresh pun mengelus-elus punggung gadis itu.

"Kok bisa mual? Kamu masak sesuatu lagi?" Tanya Naresh.

"Pas aku buka kulkas, aku langsung mual."

"Kalau gitu kamu istirahat aja, biar aku yang masak, kamu mau makan apa biar aku masakin."

"Gak usah masak, aku gak suka baunya."

"Terus kita makan apa, sayang?"

"Kamu beliin bubur ayam yang di seberang aja, aku pengen makan bubur," ujar Agrensi sambil mengelus-elus perut ratanya.

"Kalau gitu bentar lagi aja ya, masih jam segini juga," kata Naresh.

"Maunya sekarang, lagian antrian buburnya itu panjang aku takut kamu gak kebagian!"

Naresh menghela lalu mengiyakan saja. "Ya udah aku ngambil kunci motor dulu."

Seperti keinginan Agrensi, Naresh langsung melajukan motornya menuju penjual bubur yang di maksud istrinya itu. Sesampainya di tempat penjual bubur itu Naresh di kejutkan oleh antrian yang begitu ramai, padahal masih begitu pagi, bahkan matahari belum muncul.

Ternyata benar kata Agrensi peminat bubur itu cukup banyak, apakah bubur ayam begitu populer di era sekarang ini?

Naresh mencoba untuk antri, meskipun ia ganteng dan juga tajir melintir tapi ia selalu membudayakan antri, ia tak mau mencuri antrian karena ia tau pasti sulit mengantri panjang tapi nomor antriannya di curi.

Sambil menunggu gilirannya Naresh mencoba untuk memainkan ponselnya, namun setelah bosan bermain ponsel ia pun mencoba melirik ke arah sekitar.

Tak sedikit dari pembeli bubur itu memilih makan di tempat itu, orang-orang itu terlihat menikmati bubur di mangkok mereka masing-masing, ada di antar mereka yang mengaduk rata bubur itu hingga tak berbentuk, melihat itu Naresh mengidik ngeri. By the way kalian kalau makan bubur tim di aduk atau enggak nih?

Tak terasa sudah hampir dua puluh menit Naresh menunggu di sana, antrian pun sudah tak panjang lagi bahkan kini ia tinggal menunggu gilirannya.

"Wah, maaf mas buburnya sudah habis!" Ujar penjual bubur itu.

Naresh membulatkan matanya, apakah penantiannya berakhir sia-sia?

"Wah jangan bercanda gini dong mang, saya udah ngantri selama dua puluh menit lebih loh," ujar Naresh tak terima.

NARESH: HARI BERSAMAMU Où les histoires vivent. Découvrez maintenant