27

1.4K 91 1
                                    

"dari mana saja kamu baru pulang sekarang, kamu gak tau ini jam berapa".

Amanda menatap jam besar yang tak jauh darinya, di sana jarum sudah menunjukkan pukul dua pagi.

"Plakk!!!" Satu tamparan keras mengenai pipi Amanda, namun dia sama sekali tidak berkutik.

"Haha, apa kamu mau jadi pelacur seperti ibu kamu" ucap Andi sambil mencengkram rahang Amanda lalu mendorongnya hingga menabrak lemari besar yang ada di belakangnya.

"Argh!!" Erang Amanda kesakitan.

Andi tersenyum miring, dia menyalakan rokok lalu menghisapnya. "Ambilkan aku benda itu" dia menunjuk pemukul baseball.

Dengan ragu salah satu pelayan mengambilnya lalu memberikannya kepada Andi.

"Seharusnya aku melakukan ini dari dulu" ucapnya sambil memukulkan tongkat itu ke Amanda. Dan dengan susah payah Amanda berusaha melindungi kepalanya dengan tangan.

"Buggg!!!".

"Bugg!!!".

"Rasakan!!!".

"Buggg!!" .

"Sialan!!!".

Semua pelayan hanya bisa menonton, mereka sebenarnya merasa iba namun tidak berdaya.

Setelah beberapa saat Andi melemparkan tongkat itu ke sembarang arah, dan kini giliran kakinya yang menendang perut Amanda terus menerus.

Dan Andi berhenti ketika Clara menahannya. "Sayang, ini berlebihan. Akan repot jika anak itu mati di sini".

"Yah, kau benar. Sekarang ayo kita tidur" mereka berdua berjalan menuju kamar tanpa melihat Amanda yang susah payah untuk bangkit dengan rasa sakit di sekujur tubuhnya.

"Hei sialan" umpat Amanda sambil mengeluarkan pisau dari tasnya.

******

"Lo serius mau ikut ini?" Tanya Kasa yang khawatir dengan Bintang. Pasalnya karena marah Bintang memutuskan untuk ikut balap liar di jalanan.

"Malah diem, jawab bego. Kalau lo kenapa-napa gimana ha. Jangan jadi orang yang kurang kerjaan".

Satu wanita berjalan di tengah arena untuk memberi aba-aba.

Dengan cepat Bintang mendorong Kasa agar menyingkir.

"Tiga.... Dua.... Satuu"

"Brummmmm!!!!!".

Ketiga motor melaju cepat meninggalkan para penonton yang sibuk bersorak, kecuali Kasa yang hanya bisa menghela nafas panjang.

"Hei" tiba-tiba ada orang yang menarik Kasa agar menjauh dari para penonton, dan tidak lain itu adalah Fajar.

"Loh kok lo ada di sini?" Tanya Kasa.

Fajar tersenyum simpul. "Gue sering kesini sejak keluar dari geng. Dan lo?".

"Yah lo pasti tadi liat Bintang, dan dari wajahnya lo pasti tau kalau dia udah putus sama Rasta".

"Mereka udah putus, cepet juga ternyata" balas Fajar sambil tersenyum miring. "Yah bagus dong, dia gak perlu terobsesi sama cewek yang  gak tertarik sama dia".

"Bentar, lo gak ikut campur sama hubungan mereka kan".

"Apaan sih sa, jangan berasumsi hal yang gak jelas kayak gitu".

Kasa menatap Fajar dengan tajam, dia kenal betul dengan sahabatnya ini. Walaupun Fajar tampak pendiam dan bodo amat, tapi sebenarnya dia adalah orang yang suka ikut campur ketika sahabatnya terkena masalah.

"Kapan lo ketemuan sama Rasta?" Kini Kasa bertanya dengan sangat serius.

Fajar hanya diam, dia mengambil ponselnya dan berlaga seperti tidak mendengarkan pertanyaan Kasa sama sekali.

"Wah udah gue duga. Elo pelakunya, astaga Fajar... Kenapa lo ikut campur urusan mereka. Biarin aja lah".

"Gue gak ikut campur, gue cuma memperbaiki keadaan. Lagian Rasta sendiri yang setuju tanpa menolak".

Kasa memijat kepalanya yang mulai terasa pening. "Astaga, bisa-bisanya. Dahlah serah, ini urusan kalian. Gue capek sama semua drama ini".

"Santai, pasti beberapa hari kemudian Bintang ngelupain Rasta, lo gak usah khawatir".

*****

Roy mengambil tasnya lalu pergi menuju ke sekolah, namun sebelum itu dia berhenti ketika melihat Tv yang menunjukkan berita hangat akhir-akhir ini.

"Rasta belum ketemu ya?" Tanya Roy kepada Angga.

"Yah, dia masih jadi buronan".

Roy tersenyum miring. "Wah keren sih dia bisa sampai bantai keluarganya. Yaudah gue berangkat dulu".

Roy mengambil motor yang ada di bagasi lalu pergi menuju sekolah.

Baru pergi beberapa meter dari gerbang rumahnya, Roy menghentikan motor miliknya ketika melihat sosok berjaket hitam yang berdiri tepat di seberang jalan.

"Waw, disaat semua polisi sibuk mencari, ternyata lo masih bisa bebas pergi kesana kemari ya Rasta".

Rasta membuka maskernya, dia menatap Roy dengan dingin lalu tersenyum miring. "Yah, gue bukan tikus bodoh yang mudah di tangkap".

"Dasar cewek gila, gue penasaran banget sama cara fikir lo yang unik ini. Ahhh dan gue punya satu pertanyaan".

"Apa?".

"Ini bukan pertama kalinya lo bunuh orang kan".

Mendengar ucapan Roy, Rasta langsung tersenyum lebar.  "Haha.... Kalau iya lo mau apa".

Roy terkekeh. "Rasta lo tau, kita itu sama".

" Gue gak mau di samain sama lo".

"Oke, sebenernya gue mau kita ngobrol lebih lama, cuma gue gak ada waktu untuk itu. Oh iya, sesekali jenguk Bintang. Setelah tau lo menghilang dia jadi menggila" Roy menurunkan kaca helmnya lalu bersiap untuk pergi. Namun sebelum itu Rasta menahannya.

"Ada apa?".

Rasta mengambil sesuatu dari sakunya dan memberikannya kepada Roy. "Tolong kasih ini ke Bintang" ucapnya sambil tersenyum tulus.

Dia kembali memakai masker lalu pergi dari jalanan itu, meninggalkan Roy yang masih mematung ketika melihat benda kecil yang ada di tangannya.

"Dan akhirnya lo bener-beber suka sama dia".

Roy memacu motornya pergi, namun bukannya ke sekolah dia kini berhenti di depan gerbang rumah yang dijaga oleh beberapa security.

"Maaf, mas mau apa ya?" Tanya salah satu pria paruh baya yang menjaga tempat itu.

"Bintang ada?, Saya Roy temannya".


******

Maap lambat sekali ya... Ku usahain selanjutnya up lebih cepat.... 😭

Ok thanks udah baca... Jangan lupa vote dan comment😉

CRAZY GIRL (transmigrasi) ENDWhere stories live. Discover now