63. Perpisahan

12 3 1
                                    

Aula sekolah sudah dipenuhi oleh siswa-siswi kelas XII yang tampil menawan dalam balutan kebaya dan setelan jas. Di barisan kursi lain, para orang tua satu per satu juga telah hadir di sana. Iya, hari ini adalah hari pelepasan siswa di mana mereka secara resmi tidak lagi berstatus murid SMA Cendekia, atau orang-orang biasa menyebutnya perpisahan.

Menjelang acara berlangsung, siswa-siswi kelas X dan kelas XI juga terlihat mulai memasuki ruangan dan memenuhi barisan tengah hingga belakang.

Kina yang pagi ini mengenakan kebaya kutu baru lengan pendek warna kuning cerah tampak sangat anggun dengan rambut digelung sederhana dan diberi hiasan bunga. Membuat pemuda yang duduk di depannya berulang kali menoleh ke arahnya.

"Apa, sih!" katanya malu saat lagi-lagi kepala Mikha menengok ke belakang.

Pemuda itu cengar-cengir tidak jelas, lantas mengambil kamera yang sengaja dibawa dan mengarahkannya ke Kina. "Foto dulu sini," ucapnya justru disambut antusias Abel dan Dara.

"Foto yang banyak, Mik. Sekalian nanti tolong fotoin gue sama bokap nyokap, ya," pinta Dara dibarengi senyum tanpa dosa.

"Foto sama gue juga nggak?" Dean tiba-tiba menyahut.

"Gak!" Dara langsung memalingkan muka. Sementara yang lain tertawa, menertawakan nasib malang Dean.

"Nanti foto bareng, yah." Mikha mengulurkan tangan, ingin menggenggam tangan pacarnya, tapi yang didapat malah mata melotot Kina.

"Mikha, please!" ketus gadis itu tidak habis pikir. Bisa-bisanya mau bermesraan di tengah keramaian. Di sekolah pula! Apa tidak gila?

Pemuda yang memakai inner kemeja putih itu terkekeh, kemudian menghadap depan karena acara sudah dimulai.

Satu per satu rangkaian acara mereka ikuti dengan baik. Hingga tiba saatnya pengumuman siapa peraih sepuluh nilai tertinggi ujian nasional. Seluruh siswa kelas XII kontan berbisik-bisik, menerka nama siapa saja yang akan disebutkan untuk maju ke depan. Dan, Kina terbengong-bengong saat ia dipanggil sebagai urutan ketujuh.

"Ayo!" Mikha sudah berdiri menjulang di depan gadis itu. Ia juga dipanggil dan menempati posisi kelima.

"Maju, nih?" Kina masih saja ragu.

"Mundur sana ke WC!" tukas Dean kontan mendapat tatapan sinis.

"Sensi banget lo kayak cewek PMS!" balas Kina.

"Dean nggak usah diurusin. Kamu nggak lihat di jidatnya ada tulisan I-R-I?" Mikha terbahak sebelum kemudian naik ke panggung bersama Kina yang saat ini juga sedang tertawa puas.

Dipisahkan oleh Renata yang menempati urutan keenam, Kina dan Mikha beberapa kali mencuri pandang dengan senyum terkulum di bibir masing-masing. Jantung Kina berdebar saat mereka diminta untuk berucap sepatah dua patah kata atas prestasi yang diraih.

Begitu gilirannya tiba, gadis itu maju selangkah. Menatap audiens, Kina berkali-kali menelan ludah sebelum berkata, "Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ibu Guru yang sudah membimbing saya dan teman-teman sehingga kami bisa meraih hasil yang memuaskan. Saya juga berterima kasih kepada Ibu saya," pandangannya jatuh pada wanita berkebaya putih yang duduk di tengah-tengah wali murid lainnya, "Ibu, makasih, ya, karena selalu mendukung dan menyemangati Kina."

Di tempatnya duduk, Bu Nita mengangguk-anggukkan kepala. Ia lantas melambaikan tangan saat putrinya melakukan hal yang sama dengan mata berkaca-kaca.

Acara itu selesai menjelang pukul dua belas, dan mereka yang tadinya duduk sudah menyebar ke segala titik untuk mengambil foto dengan orang tua, teman, dan adik kelas.

"Kinara, sini aku fotoin kamu sama ibumu sekalian aku juga mau foto sama Papa Mama." Mikha mengajak Kina dan ibunya ke spot yang sudah dipasangi background untuk foto ala-ala wisuda.

The Rain and I Where stories live. Discover now